Ini adalah catatan perjalanan saya berkunjung ke IIUM di Selangor Malaysia. Banyak aspek dalam dialog bersama yang dilakukan oleh tim Kemenag RI, namun soal kurikulum menjadi konsen saya.

Islam tidak perlu diadvokasi, Allah sendiri yang menyelenggarakan kehendakNya. Hal keduniaan antar manusia yang dapat diantisipasi, misalnya reputasi negara-negara Muslim yang tampak norak, terbelakang, miskin, dan dilabelli sarang terroris. Lalu bagaimana caranya?

Universitas Islam Internasional Malaysia (IIUM) merespons hal ini dengan membangun strategi pendidikan Perguruan Tinggi. Salah satunya dan yang terpenting adalah kurikulum responsif atas persoalan modernitas di satu sisi, dan persoalan Islam di sisi lain. Integrasinya membangun posisi kukuh di hadapan publik akademik internasional.

**

Platform Responsip

Pertama, merespons kemodernan dengan mengabsorbsi nilai-nilai dan strategi pembangunan dalam instrumen hukum internasional. Konvensi-konvensi terkait pembangunan manusia, keputusan-keputusan dokumen pembangunan seperti MDGs dan SDGs dijadikan sebagai platform share of value and concern.

Dengan platform ini, cara berbicara kepada publik internasional tidak dapat ditolak. Kepentingan-kepentingan negara adidaya selalu melampirkan aspek doktrin kemodernan tentang politik, yaitu demokrasi, dan pembangunan, yaitu MDGs/SDGs sebagai bahasa diplomasi dan tekanan. IIUM merespons secara afirmasi, tetapi kritis.

Kedua, merespons tentang Islam. Doktrin tentang Islamisasi, Sains dan praktik dirumuskan dengan seksama. Islam menghendaki kebaikan bagi seluruh alam atau rahmatan lil ‘alamin. Fikosofi ini menjadi pegangan dan foundasi.

Filosofi ini dieksplisitkan dalam platform prinsip dan tujuan Syar’iat atau مقاصد الشريعة.
Islam lahir dan ada karena kehidupan harus dijaga (حفظ الحياة), aqal harus dijaga (حفظ العقل) dan keyakinan harus dijaga (حفظ الين), harta benda harus dijaga (حفظ المال), generasi harus dijaga ((حفظ النسل), dan kehormatan harus dijaga (حفظ العرض).

Platform kemodernan dan platform Islam dikombinasi. Misalnya, untuk Jurusan Ekonomi, strategi kurikulum menempatkan tujuan mengentaskan kemiskinan, kesehatan, dan kesejahteraan dalam MDGs dan menjaga harta benda dari pencurian dan perampasan dalam maqashid sebagai prinsip. Turunan strateginya adalah prinsip ekonomi, prinsip akuntansi keuangan, prinsip dan filosofi hukum Islam, dan prinsip anti riba menjadi materi wajib dalam mata kuliah dan aksi akademik.

*

Islam Sebagai Kritik

Kritik atas modernitas dalam soal ekonomi adalah soal perdebatan akademik mengentaskan kemiskinan. Sistem ekonomi dengan dukungan lembaga keuangan konvensional tidak akan membangun kesejahteraan yang adil karena sistem riba. Bentuk-bentuk koperasi dan pendampingan sosial dalam proyek Flagship mereka dijadikan sebagai alternatif.

Kampus harus turun ke masyarakat kalau ingin berfungsi secara Syariat. Masyarakat menghadapi masalah sistem ekonomi global konvensional, praktik alternatif ekonomi Islam mewajibkan pengabdian ke bawah: mendidik, meriset, dan menjalankan bisnis baru.

Kini IIUM dalam tahap pengembangan soal pengabdian kepada masyarakat ini. Mereka membangun kelompok beneficieries dalam kawasan tertentu, memulainya dengan assessment, memasukkan hasilnya dalam data base, dan akan dilanjutkan dengan proyek aksi.

**

Indonesia memiliki eksperimentasi gerakan sosial yang sangat kaya. Namun cara perumusan dari respons perguruan tinggi belum sesetrategis teman-teman Malaysia. KKNI baru secara formal membimbing rumusan kurikulum, belum sampai pada perdebatan teoritik respons tentang keislaman, keindonesiaan, dan kemodernan.

Sementara ini yang saya tulis. Saya akan lanjutkan lagi secara lebih apesifik.

*

Canglun – Kedah, 28 Nov 2019

Komentar