Islamsantun.org. Cerita ini dimulai pada 29 Juni 2022, ketika itu kami, kelompok KKN 263 UIN Raden Mas Said Surakarta, melakukan perjalanan ke tempat lokasi yang berada di Dusun Kebak Desa Kebak, Kecamatan Kebakkramat, Kabupaten Karanganyar, dengan 11 orang. Sebelum tiba ke lokasi tujuan, kami melakukan perjalanan selama kurang lebih satu jam dengan mengendarai motor dan mobil untuk membawa barang bawaan. Di hari pertama kami didamping DPL kami, Abraham Zakky Zulhazmi.
Di lokasi, kami langsung membersihkan tempat tinggal yang ada di Balai Desa. Setelah itu kami mulai mempersiapkan diri untuk menyusun program kerja dengan memperhatikan keadaan yang ada di masyarakat Desa Kebak. Di desa Kebak terdapat beraneka ragam ormas Islam yang hidup dalam harmoni, yang menunjukkan bahwa tingkat toleransi yang dimiliki sangat tinggi dan perlu dijadikan sebagai contoh dalam hidup bersama.
Terdapat keberagaman pemahaman agama dan ormas yang dimiliki desa Kebak ini, seperti Nahdhatul Ulama, Muhammadiyah, MTA (Majelis Tafsir Al-Qur’an) dan LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia). Namun, perbedaan pemahaman yang dimiliki oleh masing-masing organisasi Islam ini tidak membuatnya menjadi fanatik terhadap golongan yang dianutnya. Mereka tetap menjunjung tinggi rasa solidaritas dan toleransi terhadap sesama. Inilah yang menjadi bukti bahwa mereka mampu hidup dalam bingkai harmoni yang Islami. Maka itu, tidak salah kalau desa ini mendapat gelar desa Pancasila yang berarti berbeda pemahaman tetapi tetap satu tujuan untuk rasa kebersamaan.
Menurut Drs. Soekardi selaku Lurah di desa Kebak, hidup yang kita jalani adalah anugerah yang diberikan oleh Allah kepada makhluk penduduk bumi yang mewarisi semua kekayaan yang ada di alam ini. Sehingga, dengan itu, manusia dapat berinteraksi antar sesama manusia. Dan inilah salah satu bentuk kasih sayang yang Allah berikan kepada hambanya melalui anugerahnya yang luar biasa. Maka, manusia harus menghormati satu sama lain, tidak boleh terpecah belah. Manusia yang baik adalah manusia yang mampu menjaga komunikasi dengan sesama manusia, bukan hanya dengan sang pencipta belaka.
Hal lain yang menjadi pelajaran dalam hidup kami adalah ketika ada acara di salah satu ormas Islam yang ada di desa Kebak. Mereka yang berada di lain ormas tetap diperbolehkan untuk ikut serta, tentu untuk saling menghargai dan menghormati. Begitu juga sebaliknya, mereka tidak menutup rapat-rapat pintu bagi mereka yang ingin mengikuti acara. Seperti halnya di NU terdapat acara Yasinan, Tahlilan, Ziarah Kubur dan lain sebagainya. Sedangkan di Muhammadiyah terdapat ta’lim yang berkaitan dengan ilmu agama, begitu pula di MTA dan LDII yang tidak jauh berbeda.
Budaya inilah yang sampai saat ini masih dipertahankan oleh warga desa kebak ini. Hingga tidak ada penghalang sama sekali antar ormas yang satu dengan yang lain. Menurut Narto (Bayan), salah satu hal yang membuat warga desa Kebak (dusun Kebak khususnya) menjadi rukun, aman, damai dan sejahtera adalah kemauan untuk saling menghormati, ini tradisi turun temurun dari dahulu kala sampai sekarang, menjaga keberagaman di desa ini.
Idul Adha tahun ini menjadi saksi kemampuan warga mengelola perbedaan. Meski berbeda tanggal pelaksanaan salat Idul Adha tapi warga tetap guyub rukun. Penyembelihan hewan dilakukan di hari Ahad untuk menjaga kebersamaan. Kami belajar moderasi beragama lewat peristiwa itu. Berbeda tapi tetap saudara, tak sama tapi tetap saling cinta.
Perjuangan yang dilewati oleh warga desa Kebak dalam menjunjung tinggi rasa toleransi antar sesama warga tentunya tidak mudah. Karena pada dasarnya menyenangkan atau membahagiakan, orang butuh waktu yang cukup lama, untuk memikirkan latar belakang orang, karakteristik yang dimiliki oleh setiap orang dan juga tingkat kepemahaman dalam meminimalisir kesalahan itu yang perlu dipelajari secara mendalam.
Selama berada di desa Kebak ini kami belajar banyak hal dan berusaha menjadi pribadi yang jauh lebih baik, serta membawa diri tumbuh berkembang dengan kebermanfaatan. Kami mengambil manfaat dan sisi positif yang telah warga ajarkan kepada kami, karena sejatinya guru terbaik dalam hidup ini adalah pengalaman. Kami senang bisa belajar langsung di masyarakat.
Dimas Riyanto, mahasiswa prodi Hukum Keluarga Islam, Kelompok KKN 263 Desa Kebak