Inilah kisah tentang Andre. Salah satu kisah menarik yang saya baca di buku Membedah Islam di Barat karya Alwi Shihab. Suatu masa, Alwi Shihab menjadi pengajar di salah satu kampus di Amerika. Adalah Andre, seorang mahasiswa asal Rusia yang diajar Alwi Shihab.

Andre ini unik. Ia tidak terlalu banyak mengerti tentang agama. Ibunya seorang Yahudi (tapi bukan seorang Yahudi yang taat) dan ayahnya seorang atheis. Bertahun-tahun di Amerika, Andre sebetulnya sedang melakukan “pengembaraan spriritual”. Ia mencari agama yang akan dijadikannya tempat bersandar.

Secara sungguh-sungguh Andre mempelajari agama-agama. Semua agama ia pelajari dan bandingkan. Suatu hari, Andre mendatangi Alwi Shihab, menceritakan kegalauannya, mengisahkan pencariannya selama ini.

Alwi Shihab pun bertanya pada Andre, “di antara agama-agama yang telah Anda pelajari, agama mana yang paling mengesankan dan terasa cocok dengan pribadi Anda?”

“Tidak ada satupun agama yang lebih baik atau lebih buruk dari yang lainnya. Semuanya bagi saya sama saja. Namun saya harus mengambil satu pilihan untuk pegangan hidup,” jawab Andre

Andre lalu melanjutkan, “saya kira, Islam mungkin agama yang akan saya pilih.”

Alwi Shihab bertanya lagi “apakah Anda telah membaca buku-buku lain selain buku wajib di kelas?”

“Tidak, tapi saya mendapat kesan bahwa Anda sangat bahagia dalam kehidupan dan tidak menampakkan tanda-tanda kecemasan, senyum tidak pernah lepas dari wajah Anda dan keceriaan selalu meliputi keseharian keluarga Anda, saya yakin kebahagiaan yang nampak ini tidak lain kecuali pengaruh agama yang Anda anut,” jawab Andre

Mendengar komentar Andre, Alwi Shihab mengatakan, “Anda jangan tergesa-gesa memeluk agama Islam, hanya karena terkesan mengamati kehidupan saya. Benar kehidupan seseorang banyak dipengaruhi oleh ajaran agamanya, namun tidak sedikit pemeluk Islam yang tidak mencerminkan hal serupa.”

“Andre, jelas saya senang kalau Anda memeluk Islam, namun sebelum Anda memutuskan itu bacalah buku-buku yang saya berikan ini. Kembalilah ke rumah Anda dan renungkan lagi apakah ajaran Islam dapat Anda terima sepenuh hati. Jangan terlalu cepat memutuskan sebelum secara matang Anda pertimbangkan,” lanjut Alwi Shihab.

Hari berganti hari dan kemudian Andre kembali dengan agama barunya, yakni Baha’i (perpaduan dari tiga agama: Yahudi, Kristen dan Islam).

Saya tidak ingin menyoal agama pilihan Andre, tentu kita hormati pilihan itu. Namun ada yang menarik dari cerita di atas. Hal menariknya adalah tentang bagaimana cara Alwi Shihab memberi nasihat kepada Andre. Ketika Andre menyatakan keinginan untuk masuk Islam tidak serta merta langsung didukung untuk segera menjadi bagian dari Islam. Alwi Shihab justru menyarankan Andre untuk mempetimbangkan masak-masak, belajar Islam lebih dalam lagi. Lebih-lebih alasan Andre hanya karena melihat Alwi Shihab yang seolah tak pernah diliputi kecemasan dan selalu tersenyum.

Jika jawaban semacam itu datang dari seorang Alwi Shihab sebetulnya bukan hal yang mengejutkan. Saya pernah bekerja sebagai staf Alwi Shihab dan melihat betapa ia sosok yang bijak dengan kedalaman ilmu yang tak diragukan lagi. Alwi Shihab, adik dari ulama besar Quraish Shihab, pernah belajar di Timur (Mesir) dan Barat (Amerika). Dapat dibayangkan keluasan ilmu dan kebijaksanaan yang ia miliki.

Alwi Shihab mengajarkan kita tentang beragama yang rasional. Beragama dengan landasan ilmu pengetahuan, tidak sebatas dogma. Memilih Islam harus dengan pertimbangan matang, tidak bisa asal-asalan, apalagi dengan alasan yang kurang mendalam. Sebab ini adalah soal memilih agama, bukan memilih yang lain.

Semoga hal ini juga yang menjadi landasan teman-teman kita yang memilih untuk “hijrah”. Semoga hijrahnya tidak hanya sekadar biar keren, ikut tren dan menduplikasi artis-artis hijrah. Semoga semuanya berdasarkan pertimbangan yang matang dan rasional, dengan diiringi ilmu. Agar hijrahnya bisa “kaffah” dan tidak sekadar gimik.

 

 

 

 

Komentar