“Serulah mereka ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan nasihat yang baik serta bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. Tuhanmu adalah Yang lebih mengetahui siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS An-Nahl: 125).
Saat ini, kita benar-benar dimanjakan oleh media sosial (medsos), yang hadir sebagai imbas dari perkembangan teknologi informasi, khususnya internet. Betapa tidak, melalui medsos, begitu mudahnya kita mendapatkan informasi yang melimpah ruah tentang segala hal, yang datang dari antah berantah. Berita yang ada dari seluruh penjuru dunia, melalui dunia maya (dumay) jauh lebih cepat tersebar dan tersiar daripada yang kita jumpai di dunia nyata.
Sejumlah jejaring media sosial seperti facebook (Fb), twitter, WhatsApp (WA), atau Instagram (IG), menjadi sarana yang paling mudah dan murah bagi para netizen (masyarakat di dunia maya) untuk mendapatkan atau menyampaikan informasi secara luas.
Demikian mudahnya mendapatkan informasi di jagat maya melalui jejaring media sosial tersebut, hingga tidak jarang, informasi yang didapatkan itu, yang sudah terlanjur menyebar luas, tidak jelas sumber dan kebenarannya. Dalam istilah dunia maya, berita-berita yang tidak jelas sumber serta nilai kebenarannya sering disebut dengan ‘hoax’.
Ironisnya, berita-berita dengan status ‘hoax’ tersebut menyebar begitu cepat. Dan anehnya, berita ‘hoax’ tersebut mudah dipercaya oleh para netizen, tanpa melalui proses cek dan ricek (tabayyun) terlebih dahulu.
Di antara ciri berita yang termasuk dalam kategori ‘hoax’ itu adalah bahwa berita tersebut berisi : fitnah, hasutan, ujaran kebencian (hate speech), caci maki, dan penuh dengan nada provokatif. Biasanya, berita tersebut diembuskan oleh salah satu pihak di antara dua pihak yang tengah berseteru untuk semakin memanaskan suasana. Bisa juga, berita tersebut, yang tidak jelas sumbernya, berasal dari pihak ketiga yang menginginkan perpecahan antarumat beragama, antarorganisiasi, antaretnik, atau bahkan dalam skala yang lebih besar antarbangsa.
Menyikapi kondisi yang memprihatinkan ini, hemat penulis, ada satu peran yang harus kita ambil, agar medsos menjadi sarana yang positif untuk mendapatkan ilmu, pengetahuan serta pengalaman yang menghadirkan manfaat untuk semua. Peran yang saya maksud adalah dakwah. Lebih khusus lagi adalah dakwah literasi.
Ya, dakwah literasi melalui media sosial, menjadi cara yang tepat sekaligus efektif untuk menghadirkan manfaat bagi para netizen, sekaligus menangkal virus hoax yang bertebaran di mana-mana.
Jika setiap netizen, warga dunia maya memiliki kesadaran untuk berdakwah melalui media sosial, maka bisa dipastikan kehidupan kita di dunia maya akan terasa bermanfaat, bermakna, sekaligus membahagiakan.
Dakwah literasi di media sosial harus kita kedepankan, jika kita ingin menghadirkan kesejukan dan kenyamanan di jagat maya. Kalau tidak, maka warga dunia maya akan menjadi korban keburukan para penebar hoax.
Hemat penulis, dakwah literasi adalah bagian dari jihad bil kitabah atau jihad bil qalam. Efek dari dakwah literasi ini akan sangat dahsyat jika terus menerus kita lakukan secara istikamah.
Upaya untuk menggugah kesadaran warganet agar cerdas dalam memilah dan memilih informasi yang diterima, sehingga ketika hendak dibagikan bisa dipertanggunggjawabkan sumber serta kebenarannya, harus terus menerus dilakukan. Sehingga informas yang disebarkan melalui jejaring media sosial benar-benar menghadirkan manfaat.
Hanya melalui dakwah literasi inilah, kita dapat mencegah bertebarannya virus-virus hoax yang begitu menjamur bak cendawan di musim hujan akhir-akhir ini.
* Ruang Inspirasi, Selasa, 2 November 2021.