Virus Corona yang melanda Wuhan China Desember tahun lalu, kini telah menyebar ke seluruh dunia. Tak terkecuali Indonesia dan telah banyak korban yang terjangkit virus ini. Hal ini membuat banyak pihak berjibaku berupaya melawannya.

Ada sementara orang yang mengatakan virus ini adalah tentara Allah. Sebagaimana dijelaskan Prof. Quraish Shihab, beliau tidak sependapat dengan pernyataan tersebut. Baik dalam Al-Qur’an maupun hadis, wabah yang disebabkan oleh virus ini merupakan ulah setan. Dalam hal ini, beliau menginterpretasikan setan dengan virus. Sebagaimana sifatnya yang tidak terlihat. Sejalan dengan para pakar yang mengatakan bahwa setan adalah sesuatu yang berkonotasi negatif. Dalam hal ini, setan dapat kita pahami sebagai sesuatu yang menyebabkan manusia terjerumus dalam kesengsaraan, wujudnya bisa berupa kemalasan, penyakit, dan lain-lain.

Sementara di dalam Al-Qur’an, Allah menegaskan bahwa setan adalah musuh bagi manusia dan diperintahkan untuk diperangi. Jika demikian, maka memerangi virus sama juga memerangi setan. Sehingga, dalam konteks ini, memerangi virus menjadi sarana jihad bagi kita.

Seorang dokter dan tenaga medis, berjihad dengan berjibaku menolong pasien dan orang-orang yang masih dalam tahapan ODP (Orang dalam Pengawasan) dan PDP (Pasien dalam Pengawasan). Pemerintah dengan segala upayanya memastikan wabah ini tidak menyebar dan menjangkit seluruh rakyatnya. Lantas, bagaimana jihad kita sebagai rakyat biasa?

Jihad yang dapat kita lakukan saat ini adalah mentaati aturan pemerintah sebagai ulil amri. Analogi peperangannya, jika pemerintah adalah panglima perangnya, kita tidak boleh membelot dari strategi yang direncanakan. Karena itu dapat membahayakan, bukan hanya untuk diri sendiri, namun juga stabilitas pertahanan tim.

Semua hal yang dapat dijadikan upaya untuk menghalau musuh (virus) adalah bagian dari upaya jihad di jalan Allah. Sebab, sebagaimana yang dinyatakan Prof. Quraish Shihab, bahwa jihad (perang) pada masa Nabi adalah memerangi kaum yang memerangi Nabi menyebarkan ajaran Islam, maka perang saat ini adalah melawan kebodohan, kemisikinan, dan penyakit.

Dengan demikian, maka perang melawan virus adalah bagian dari jihad. Jika mati dalam upaya melawannya, maka insyaallah akan dicatat sebagai seorang syahid. Sebagaimana sabda Nabi yang kira-kira artinya, ‘Siapa saja yang mati karena terserang tha’un (wabah virus), maka ia dicatat sebagai seorang syahid’. Tentu saja sabda tersebut lahir ketika seseorang sudah berusaha menghalaunya, bukan menyerahkan diri tanpa adanya usaha.

Kita tentu dapat berkaca dari Wuhan, China, tempat virus ini pertama muncul. Memang banyak juga yang menyalahkan dan menghujat mereka karena banyak hal. Misalnya, pola hidup dan pola makan yang memakan segala, dan sebagainya. Namun terbukti hari ini kasus terinfeksi di China berangsur-angsur hilang. Bahkan menurut beberapa media pemberitaan menyebutkan segala aktifitas di Wuhan dan China pada umumnya akan dibuka pada 8 April mendatang.

Dalam strategi perang, kita perlu mengingat sejarah perang Khandaq. Ketika Nabi mempercayai Salman al-Farisi, seorang Persi yang ketika itu belum memeluk agama Islam. Para sahabat pun meragukannya. Namun, penjelasannya yang cukup rasional, membuat Nabi menuruti saran dari Salman dan membuatnya masuk Islam. Dan terbukti umat Muslim ketika itu memenangi peperangan itu. Saat ini, kita tidak bisa lagi mengatakan bahwa China negeri kafir dan tidak mempercayai mereka. Karena mereka telah membuktikannya. Disiplin dan menaati pemerintah adalah kuncinya.

Komentar