Para keturunan Rasulullah SAW atau para ahlulbait, atau juga disebut para habib, yang di sini barangkali saya tidak perlu sampai membahas kedudukan mereka dalam tradisi Wahhabiyah dan Syiah yang hanya akan memperpanjang perkara.
Habaib yang dimaksud di sini adalah mereka yang berada dalam lingkaran Ahlusunah tradisional di Indonesia, atau kelompok yang merayakan maulid Nabi, menyelenggarakan haul, bermadzhab Syafi’i dengan akidah Asy’ariyah dan mengamalkan tasawuf model Imam al-Ghazali.
Belakangan, setelah menguatnya politik identitas keislaman yang banyak digerakkan oleh Habib Rizieq Syihab, terminologi “pro-habib” dan “Anti-habib” sering mengisi diskursus sosial politik dalam lingkaran Ahlusunah tradisional ini, yang dalam tradisinya memang telah menjelaskan bahwa posisi para habib sangat penting, magis dan sakral. Selain tentu posisi dan peran habib-habib lokal atau biasa disebut dengan kiai, atau istilah yang beragam di banyak tempat.
Dalam lingkaran ini, sebagai satu contoh saja, satu pihak telah menuduh pihak lainnya sebagai Muslim yang anti-habaib, hanya karena pihak yang dituduh itu dengan macam alasan konseptual tidak setuju dengan model keislaman seperti yang dilancarkan oleh Habib Rizieq Shihab selama ini. Akhirnya, yang menuduh itu, oleh pihak yang tertuduh juga dipaksa untuk menerima model keislaman sebagaimana yang diterapkan oleh Habib Quraish Shihab, tapi akhirnya ia menolak menerima dengan berbagai alasan konseptual juga, yang awalnya menuduh akhirnya dituduh sebagai anti-habaib juga, sungguh jadi repot.
Orang-orang dalam lingkaran ini, jika mengaku mencintai, menghormati dan mengikuti semua habaib kadang sangat kuat indikasi berbohongnya. Bagaiaman jika orang-orang itu diperkenalkan dengan para ahlulbait yang ada dalam madzhab Syiah? Apakah masih akan mengaku menerima semua ahlulbait Rasulullah SAW? Saya sendiri tidak terlalu yakin mereka akan merawat sikap itu.
Untuk meringankan kerepotan yang demikian, mungkin mari kita belajar membedakan antara habib geneologis dan habib metodologis, lalu mengamalkannya dalam kehidupan ini. Tentu agar kita benar-benar bisa menghormati semua habib secara kaffah.
Habaib geneologis adalah, semua habib sebagai darah daging dan tulang dari Rasulullah SAW yang semuanya harus kita hormati. Saya sendiri, kalau saja bertemu dengan Habib Ahmad Albar vokalis God Bless, saya akan mencium tangannya dan minta didoakan. Tapi habib sebagai sebuah rujukan dalam metodologi keislaman, kita boleh berbeda dan tidak harus bertemu di hadapan satu habib, ada yang nyaman meniru Habib Rizieq Shihab dan ada yang merasa lebih pas mengikuti jejak Habib Quraish Shihab. Setiap orang punya pengalaman berbeda, pengalaman itu akan selalu mencari imamnya sendiri.