Dewasa ini, umat Islam menghadapi berbagai tantangan, baik secara internal maupun eksternal. Secara internal, umat Islam masih terbelakang dalam berbagai sisi seperti ekonomi, pendidikan, politik dan lain-lain. Sedangkan secara eksternal, umat Islam masih dipandang sebagai umat yang miskin, tertinggal dan kumuh. Sering dituduh sarang terorisme, dan tudingan-tudingan miring lainnya yang dilontarkan kepada Islam.
Pertengahan Oktober 2020, publik dunia digegerkan dengan berita pembunuhan seorang guru sejarah di Prancis, Samuel Paty (47) oleh seorang pemuda muslim yang bernama Abdoullakh Abouyezidovitch (18). Latar belakang pembunuhan tersebut terjadi setelah Paty membahas karikatur Nabi Muhammad kepada para muridnya saat mengajar di kelas yang kemudian menuai kontroversi.
Topik pembelajaran itu lantas diceritakan sejumlah murid Muslim kepada orang tua mereka. Kejadian tersebut lantas ramai diceritakan di media sosial. Abouyezidovitch melihat unggahan itu lalu merencanakan pembunuhan terhadap Paty. Tepat tanggal 16 Oktober 2020, Abouyezidovitch melancarkan aksinya dengan menyerang Paty saat pulang kerja.
Dalam hiruk-pikuk problem radikalisme dan liberalisme seperti ini, moderasi beragama perlu dihadirkan, sebagai reaksi terhadap pola pemahaman serta aktivitas keagamaan yang saling mengklaim yang benar adalah kelompoknya.
Moderasi Islam merupakan sebuah sikap yang senantiasa memilih posisi tengah dari dua sikap yang berseberangan sehingga salah satu dari dua sikap yang dimaksud tidak mendominasi dalam pikiran dan sikap seseorang. Dengan kata lain, seorang muslim moderat ialah muslim yang memberi setiap nilai atau aspek yang berseberangan sebagai bagian tertentu tidak melebihi porsi yang semestinya. Al-Qur’an menjelaskan konsep wasathiyyah dalam QS. Al-Baqarah ayat 143: “Dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) umat pertengahan …..”.
Jalan Moderasi: Pencarian Solusi
Menurut Quraish Shihab, konsep moderasi (wasathiyyah) mempunyai pilar-pilar penting yakni: prinsip keadilan, keseimbangan dan toleran.
Sikap bela Nabi terhadap kasus di atas tidak seharusnya diwujudkan dengan kekerasan, provokasi, dan anarkis. Namun, haruslah melalui ilmu pengetahuan, pemahaman agama dan kepala yang dingin. Konsep wasathiyyah paling tidak memuat tiga hal:
Pertama, bersikap adil. Maksudnya tidak berpihak pada perbuatan pelaku. Sesuai firman Allah, “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan,.. (Q.S An-Nahl: 90).
Kedua, sikap seimbang. Seharusnya pelaku tidak langsung membunuh, mengingat permasalahan tersebut bisa diselesaikan melalui jalur hukum. Hemat penulis, di Prancis masih ada kedutaan Islam yang lebih berwenang sesuai tata kenegaraan, semuanya akan seimbang ketika melalui tugasnya masing-masing. Dan seharusnya Abdoullakh melaporkan masalah itu kepada kedutaan Islam (Ulil Amri). Allah SWT berfirman: Hai orang-orang yang beriman taatlah kalian kepada Allah dan taatlah kalian kepada rasul dan ulil amri kalian” (An-Nisa: 59).
Selain itu, harus juga mempertimbangkan umat muslim lainnya, pastilah umat Islam dipandang sebagai kaum ekstrimis. Khawatirnya terjadi dampak lanjutan yaitu penindasan, ancaman pada masyarakat muslim Prancis lainnya yang mana merupakan agama minoritas di Prancis.
Ketiga, sikap toleransi. Setidaknya, memahami agama lain dan sosio masyarakat Prancis bahwa di sana terdapat hak kebebasan berpendapat yang bersifat mutlak sebagai nilai eksternal dalam demokrasi. Masyarakat liberal Perancis yakin bahwa tidak ada figur dan objek yang tidak bisa digambarkan, dikritik, dan disatirisasi.
Di Prancis, agama dan tokoh agama manapun tidak dikecualikan dari nilai-nilai ini, termasuk agama Islam. Dengan demikian, muslim di seluruh dunia jangan mudah terprovokasi dengan adanya berita pembunuhan seorang muslim tanpa mengetahui latar belakang permasalahan dan kondisi sosio-politik negara Prancis. Islam selalu mengajarkan untuk bertabayun terhadap semua hal. Allah berfirman dalam QS. Al-hujurat: 6.
“Wahai orang-orang yang beriman, apabila datang kepada kalian orang fasik dengan membawa berita, maka periksalah dahulu dengan teliti (tabayun), agar kalian tidak menuduh suatu kaum dengan kebodohan, lalu kalian menyesal akibat perbuatan yang telah kalian lakukan”.
Moderasi Islam merupakan sebuah sikap yang senantiasa memilih posisi tengah dari dua sikap yang berseberangan. M. Quraish Shihab melihat bahwa dalam moderasi terdapat pilar-pilar penting yakni: keadilan, keseimbangan dan toleransi.
Masalah pelecehan terhadap Nabi masih bisa diperdebatkan di mata hukum Islam. Tapi tindakan membunuh seperti itu sungguh tidak berperikemanusiaan. Lagi pula korban tersebut tinggal di wilayah yang mana perbuatan tersebut legal. Hendaknya, sikap bela Nabi tidak seharusnya diwujudkan dengan kekerasan, provokasi dan anarkis. Namun sikap bela Nabi haruslah melalui ilmu pengetahuan dan kepala yang dingin.