Beberapa waktu lalu, tepatnya malam 17 Agustus 2025, saya berkesempatan mengikuti malam tirakatan di komplek Pasar Bodo, Desa Jogosimo, Klirong, Kebumen.
Tirakatan menjadi bagian dari semarak peringatan kemerdekaan RI ke-80 yang dirayakan masyarakat Indonesia. Perayaan beragam bentuknya, mulai dari upacara bendera, lomba-lomba, karnaval, hingga doa bersama.
Tirakatan berisi doa, pengajian dan makan bersama (di tempat lain mungkin juga dimeriahkan dengan pertunjukan musik dan bagi-bagi doorprize). Suasana yang hangat dan penuh kebersamaan begitu terasa di malam tirakatan. Pemandangan itu menyadarkan saya, betapa guyub masyarakat Indonesia di akar rumput, meski dalam kesederhanaan.
Pada malam tirakatan itu, saya juga disadarkan akan satu hal, yaitu keberadaan jimpitan yang sukseskan acara tersebut. Di tengah laju modernisasi, masyarakat sering kali lupa akan tradisi sederhana tetapi memiliki makna dan tujuan yang mendalam berupa jimpitan. Untunglah, masyarakat desa tetap melestarikan dan bahkan memanfaatkan jimpitan dengan baik.
Jimpitan sebagai praktik sederhana menumbuhkan sikap gotong royong demi kepentingan bersama. Jimpitan warga kompleks Pasar Bodo berupa segenggam beras dan uang receh. Terlihat sepele tapi mereka konsisten melakukannya sampai sekarang. Jimpitan yang bertahun-tahun dilakukan warga kompleks Pasar Bodo merawat persatuan warga. Berbagai kegiatan bisa dilakukan dari hasil jimpitan yang rutin dikumpulkan
Mereka mengumpulkan segenggam beras dan uang koin 500 rupiah setiap harinya. Segenggam beras dikumpulkan oleh ibu-ibu pada siang hari dan uang koin dikumpulkan pemuda dan bapak-bapak di malam hari. Selain mengumpulkan jimpitan, bapak-bapak dan pemuda sekaligus ronda malam. Ronda malam berguna menjaga keamanan lingkungan kompleks Pasar Bodo, juga untuk memupuk kerukunan. Jimpitan dan ronda boleh jadi sudah mulai terkikis di tempat lain.
Persatuan dan Kedaulatan Bangsa
Tradisi jimpitan menyadarkan kita bahwa semangat gotong royong untuk kepentingan bersama mewujudkan persatuan dan kesatuan. Sejarah kita telah membuktikan bahwa melalui persatuan akan melahirkan kekuatan, sehingga Indonesia bisa merdeka dan berdaulat.
Masyarakat kompleks Pasar Bodo menanamkan persatuan lewat tradisi sederhana. Kedaulatan bangsa bukan hanya bebas dari penjajahan, tetapi tentang kemandirian dalam menentukan arah bangsa.
Polarisasi politik, kesenjangan ekonomi dan konflik identitas seringkali menggoyahkan persatuan masyarakat. Terpecah-belahnya elemen bangsa akan mengancam kedaulatan bangsa. Masyarakat harus dikuatkan dengan beragam cara.
Praktik-praktik persatuan harus tercermin dalam kehidupan sehari-hari. Hal itu dapat tercermin melalui gotong royong, kerjasama, dan kepedulian sosial. Jimpitan tetap relevan untuk merawat persatuan.
Jimpitan dan Praktik Keagamaan
Jimpitan mengajarkan kita pentingnya berbagi, kepedulian sosial, dan pembersihan harta. Agama mengajarkan kita untuk senantiasa berbagi terhadap sesama, dan melalui berbagi harta kita akan bersih.
Infak berupa jimpitan ini oleh masyarakat di desa saya telah digunakan untuk kepentingan bersama: mulai dari malam tirakatan HUT RI, lomba-lomba, Suran, buka bersama bulan Ramadhan, pembelian perabotan daput untuk disewakan dan lain sebagainya.
Hal kecil itu menunjukkan bahwa masyarakat telah sadar akan pentingnya menumbuhkan semangat persatuan. Jimpitan menunjukkan bahwa partisipasi kecil tetapi dilakukan bersama dan konsisten akan berdampak besar. Dari pintu ke pintu, dari genggam ke genggam, dari koin ke koin, jimpitan berhasil menumbuhkan kepedulian masyarakat.
Inilah yang perlu kita renungkan: bahwa merawat persatuan tidak hanya melalui simbol-simbol atau orasi-orasi, tapi lewat tradisi sederhana yang mampu memberikan hasil nyata di masyarakat. Dengan menjaga tradisi jimpitan, pada dasarnya masyarakat Pasar Bodo sedang merawat persatuan.

