“Saya akan bekerjasama dengan orang-orang terbaik. Terbaik secara akademik, terbaik secara kolaboratif, dan terbaik secara moral. Saya mohon NU, Muhammadiyah, dan yang bukan NU dan Muhammadiyah untuk menyodorkan kader terbaiknya.”
Demikian kira-kira salah satu penggalan sambutan Rektor UIN Sunan Kalijaga dalam sambutannya pada acara pelatihan Big Data yang dilakukan oleh Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora, 16 Juli 2020. Dari penggalan sambutan rektor tersebut, saya hanya ingin melihat tiga hal, yaitu (1) kerjasama, (2) terbaik, dan (3) NU, Muhammadiyah dan bukan NU dan Muhammadiyah.
Saya akan berangkat dari hal yang ke-3, yaitu NU, Muhammadiyah, dan bukan NU dan Muhammadiyah. Dengan menyebut secara langsung NU, Muhammadiyah, dan bukan NU dan Muhammadiyah, pak Rektor secara sadar dan menyadari bahwa UIN Sunan Kalijaga disokong oleh tiga komunitas besar tersebut. Ketiganya adalah realitas objektif yang keberadaannya harus disadari dan diakui, sehingga dapat dijadikan modal untuk mengembangkang UIN Sunan Kalijaga. Dengan menyebut pilar-pilar tersebut, nampaknya pak Rektor ingin menyadarkan semua pihak mensinergikan semua warna tersebut akan membuat UIN Sunan Kalijaga semakin dinamis dan indah.
Hal ke-2 yang mejadi pesannya adalah “terbaik”. NU, Muhammadiyah, dan bukan NU dan Muhammadiyah tentu memiliki kader-kader terbaik yang akan memberikan kontribusi positif bagi perkembangan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Kader-kader terbaik harus memiliki ruang untuk tumbuh dan berkembang, baik untuk pengembangan diri atau kemajuan institusi. Mungkin saja kader terbaik sebuah ormas tidak dapat tumbuh dan berkembang karena berada dalam lingkup ormas yang lain, maka Pak Rektor nampaknya ingin menjamin bahwa semua kader terbaik harus mendapat kesempatan yang sama untuk tumbuh dan berkembang. Bagaimana yang tidak baik, tentu yang terbaik berkewajiban membinanya. 🙂
Untuk apa? Ini berkaitan dengan hal yang ke-1, yaitu kerjasama. Jika kader-kader terbaik dari NU, Muhammadiyah, dan bukan NU dan Muhammadiyah bekerjasama, maka UIN Sunan Kalijaga akan memiliki kesempatan untuk yang luas untuk melanjutkan pencapaian-pencapaian rektor sebelumnya. Jika kita lihat permadani, maka kita akan tahu bahwa indahnya taman permadani bukan karena dia disulam dari satu warna benang, tetapi beragam warna yang disatukan dalam satu rajutan.
Mengapa Rektor Prof. Al Makin memiliki pandangan demikian? Nampaknya ini merupakan akumulasi dari pengetahuan dan pengalamannya bekerja dan bersinergi dengan berbagai pihak dengan komitmen dan kualitas yang tinggi. Selain itu, Prof Al Makin juga memiliki track record menemani dan hidup bersama dengan kelompok-kelompok minoritas. “Menjadi minoritas itu tidak nyaman, makanya kita perlu menemaninya agar tidak merasa minoritas,” demikian kira-kira yang pernah disampaikan beberapa tahun sesaat setelah meluncurkan bukunya “Nabi-nabi Nusantara.”
Mendengarkan sambutan Pak Rektor tersebut, saya teringat dengan pesan whatsApp beliau yang dikirimkan di WAG Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam pada tanggal 14 Juli 2020, atau empat hari setelah dilantik oleh Menteri Agama Republik Indonesia menjadi Rektor UIN Sunan Kalijaga.
“Bapak Ibu dosen Ushuluddin. Saya Al Makin Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogya mohon doa dan dukungan semua. Doakan ya saya menjadi rektor yg adil, jujur, bersih, amanah, ngayomi, sederhana sampe akhir. Aminkan.”
Membaca pesan WA pak Rektor dan mengkaitkannya dengan sambutannya dalam pelatihan Big Data yang dilaksanakan Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora saya menyakini bahwa ada upaya tulus dari rektor untuk membawa UIN Suka menjadi lebih baik, atau menjadi terunggul dan terkemuka sebagaimana terangkum dalam visi-misi UIN Sunan Kalijaga.
Selamat menjalankan amanah pak Rektor, semoga sukses.
Kalitirto, 17 Juli 2020