Islamsantun.org. Gairah penulisan di Indonesia masih kurang. Banyak sekali orang yang memainkan peran sangat penting di Indonesia yang tidak menulis. Ini suatu kerugian. Karena pikiran-pikirannya tidak terlestarikan. Misalnya pikiran KH Agus Salim, Sukirman, Subhan ZE (pergerakan rakyat untuk menghancurkan PKI) dan sebagainya5.

Akhirnya pikiran-pikiran mereka yang penting hilang ditelan waktu dan kematian. Kita harus menyempatkan diri menulis, dengan menulis gagasan-ide dan pemikiran akan awet. Hal in terbukti dari buku-buku, artikel-artikel, opini-opini karya orang dulu masih tersimpan rapi dan masih banyak diburu orang untuk dibaca dan dikembangkan pemikirannya.

Misalnya, buku-buku Plato, Al Ghazali, Aristoteles dan lain-lain. Di Indonesia masih kurang sekali penulis. Dari segi intelektual kita masih konsumsi. Produksi bukunya belum sebanding dengan jumlah penduduk. Sekarang memang mulai bermunculan karya-karya penulis Indonesia. Tapi baru pada tahap mengumpukan tulisan-tulisan lepas. Jarang yang mampu menghasilkan karya secara utuh. Ini masih bisa dipahami, karena penulis Indonesia adalah generasi pertama orang yang terpelajar.

Peradaban Ilmu

Mengapa kita perlu membangun kembali peradaban ilmu? Bagaimana membangun minat membaca dan menulis? Apa yang bisa kontribusikan untuk membangun peradaban yang lebih beradab dan bermartabat?.

Sejarah peradaban manusia sebelum mengenal tulisan adalah sejarah yang gelap. Sejarah peradaban yang sebenarnya dimulai ketika manusia menciptakan lambang-lambang yang disebut huruf yang bisa dirangkai menjadi kata-kata dan kalimat-kalimat untuk menyatakan pikiran –pikirannya.

Maka sejak manusia mengenal tulisan , setelah manusia mampu menulis dan membaca, sejarah peradaban manusia berkembang sangat pesat, padahal tulisan yang paling tua dalam sejarah umat manusia baru berumur 6000 atau 7000 tahun, tepatnya di masyarakat Mesir Purba6.

Menulis Membuat Monumen

Monumen kehidupan dengan karya. Habibie membuat monument dengan kerja monumentalnya pesawat penumpang N 250 Gatot Kaca. Huruf N yang berarti Nurtanio atau Nusantara merupakan pesawat transportasi udara regional turbopop yang menggunakan mesin ganda atau dua dengan kapasitas 50 penumpang. Karya anak bangsa Prof Dr Ing. H. Bacharuddin Habibie (almarhum) Presiden ketiga Republik Indonesia.

Intelektual mati meninggalkan karya. Gajah mati meninggalkan gading. Mengukir karya di atas batu. Menulis mengabadikan kehidupan. Orang akan hidup dengan tulisannya. Umur manusia dibatasi oleh kesehatan bilogisnya, namun pikiran manusia bias lestari berabad-abad kehidupan karena ditulis dan dipejari orang. Menjadi obor kehidupan.

Kemampuan menulis merupakan anugerah. Bisa menulis adalah modal hidup intelektual. Menulis membuat hidup manusia menjadi berarti. Hidup makin indah bila bisa dieskpresikan. Menulis adalah cara paling efektif mengabadikan pikiran agar tetap lestari, sekalipun orang sudah meninggal. Pikiran terus berkembang seiring dengan jam terbang kehidupan.

Menulis adab beramal sepanjang hayat. Usia biologis dibatasi waktu dan kesehatan. Beramal lewat menulis akan lebih abadi dan sepanjang sejarah. Menulis mengembangkan gagasan. Hasil tulisan menghasilkan pesan untuk orang lain.

Melatih kreativitas menulis bisa dimulai dengan cara yang mudah sederhana dan konsisten, seperti kita bisa menulis setiap saat di buku harian, baik ditulis di buku, kertas, kartu yang kita siapakan, hingga menggunakan seperangkat teknologi yang canggih, yaitu menulis di computer, menulis di smart phone di mana saja dan kapan saja. Kita juga bisa melatih menulis dengan menulis surat pribadi kepada kekasih, surat pribadi kepada istri yang ada di perantauan, menulis surat untuk anaknya yang studi di luar pulau, menulis surat untuk sahabat pena. Menulis buku harian yang paling mudah untuk mencurahkan segala keluh kesah dan gejolak jiwa dan pemimikiran, sehingga bisa menjadi terapi psikologis, sekaligus sebagai wahana melatih menuangkan idea apa saja tentang kehidupan, tentang hakikat hidup.

Peradaban Islam Dibangun di Atas Peradaban Tulis.

Ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang membentuk pikiran, akal, hati dan dapat mengangkat jiwa, serta bermanfaat dalam praktik-praktik kehidupan. Ilmu tidak hanya terbatas pada ilmu-ilmu syariat, tetapi mencakup berbagai disiplin ilmu kemanusiaan, seperti undang-undang, perdagangan, moral, olah raga, kimia, fisika, ilmu-ilmu terapan dalam beidang perdagangan, perindustrian, pertanian dan penggunaan berbagai teknik, sarana-sarana perkembangan produksi7.

Islam mengungkan ilmu pengetahuan, dan pakarnya berada pada derajat ketiga setelah Allah dan malaikat dalam hal memberi petuanjuk jalan kepada Allah, menyatakan adanya Allah dan memahaesaan-Nya8.

Jalan menuju kemajuan dan peradaban. Suatu peradaban tidak akan berdiri tegal, kecuali dengan kekuasaan ilmu dan akal. Sedangkan kemunduruan suatu umat, hancur dan bisanya suatu bangsa disebabkan adanya kebodohan dan kemampuan berpikir yang disia-siakan. Kita bisa belajar pada bagaimana pengalaman orang-orang Islam dengan orang-orang Eropa abad pertengahan. Sekiranya orang-orang muslim adalah guru-guru dunia berkat adanya Al Qur’an yang menginsipirasi kehidupan, maka lainnya tenggelam dalam kebodohan9.

Sejarah peradaban menunjukkan rekamannya bahwa hidup dalam dimensi spiritual atau material belaka tidaklah cukup menjadi jalan kebahagiaan manusia yang benar. Jalan spiritual hanya akan membawa kemunduruan dan menghampakan kreativitas, pemikiran dan potensi manusia, menelantarkan hikmah sang Khalik dalam mencipta alam. Sementara paradigma materi belaka, tidak lebih dari upaya penyimpangan, aniaya, kezaliman, penjajahan, perbudakan dan penghinaan, serta merampas spirit, harta benda, perangai dan kemuliaan manusia. Peradaban Islam yang abadi, berdiri atas dasar panduan kesimbangan antara materi dan spiritual manusia. Dengan spirit rohani, manusia terdidik, dan kelak menjadi dasar gerakan materi secara suci. Sebab materialisme telah menenggelamkan dan menghancurkan peradaban Barat, yang berdampak konflik kebinasaan dan pertengkaran.

Oleh karena itu membangun peradaban dengan peradaban ilmu dengan spirit spiritual. Sebagaimana terukir dalam surat Al Qashash [28 ] ayat 7710. Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah Dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah Berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan.

Membangun Gerakan Literasi

Menteri Pendidikan Muhadjir Effendy menyatakan bahwa nyawa gerakan pendidikan adalah literasi. Literasi tidak hanya melulu soal membaca buku. Menghadapi erai industri 4.0 setidaknya ada enam literasi dasar yang wajib dikuasi11.

Pertama literasi baca tulis. Literasi baca tulis  meliputi kemampuan untuk memahami isi teks tertulis, baik yang tersirat maupun tersurat, dan menggunakannya untuk mengembangkan pengetahuan serta potensi. Data tingkat  nilai rata-rata membaca siswa Indonesia yang berumur 15 tahun yaitu 397. Rata-rata berada di bawah negara Peru yang memiliki rata-rata 398. Sedangkan penelitian Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) PISA tahun 2015 dengan seluruh sampel  seluruh provinsi di Indonesia, rata-rata nilai memcabanya 489. Hasil penelitian PISA dari interval 200-800, rata-ratanya 489, arinya tingkat kemampuan anak Indonesia 61 %. Sampel dari seluruh provinsi yang tiap provinsi diambil dua kabupaten berupa pedesaan dan perkotaan. Satu kabupaten diambil sepuluh sekolah jadi seluruh jumlahnya 289 sekolah.

Kedua, literasi numerasi. Literasi dasar berikutnya adalah numerasi dan matematika. Kemampuan numerasi mencakup aplikasi konsep dan kaidah matematika dalam situasi nyata dalam kehidupan. Sebagian siswa menganggap matematika sulit untuk dipelajari dan dimengerti. Perlu merubah mind side anggapan matematika sulit dipelajari dengan keterampilan numerasi, melalui kursus, pendidikan literasi numerasi seperti Kumon dan lain-lain (maaf menyebut merek).

Ketiga, literasi sains, mencakup kecakapan memahami fenomena alam dan sosial sekitar kita termasuk. Mencakup kemampuan mengambil keputusan yang tepat secara ilmiah.

Keempat, literasi finansial.  Literasi finansial mencakaup pengetahuan dan kecakapan mengaplikasikan pemahaman konsep, risiko, keterampilan, dan motivasi dalam  konteks finansial. Sadar mengelola keuangan secara bijak serta sesuai dengan kebutuhan, bukan berdasarkan keinginan. Sehingga mampu mengelola keuangan yang terbatas bisa mencapai hasil yang maksimal.

Kelima, literasi digital. Kemampuan menggunakan media digital dengan beretika, santun dan bertanggung jawab untuk mendapatkan informasi serta berkomunikasi. Kini literasi digital sangat berperan penting dan menjadi masalah dasar dalam kehidupan. Sehingga membuat masyarakat mampu berkomunikasi dan terkoneksi dengan lebih banyak orang seluruh dunia. Banyak segi positif dan sebaliknya banyak negatif bertebaran di dunia maya seperti hoaks, fitnah, ujaran kebencian, high speech.

Keenam, literasi kebudayaan dan kewargaan. Kemampuan dalam memahami dan bersikap terhadap kebudayaan Indonesia sebagai identitas bangsa. Literasi kewargaan adalah kemampuan dalam memahami hak dan kewajiban sebagai warga negara.

Padahal literasi itu tidak hanya membaca buku. Melalui membaca, seseorang akan memiliki perspektif baru. Membuat karya. Indonesia telah mencapai literasi dengan baik. Pada masa awal kemerdekaan 97 % masyarakat Indonesia melek huruf aksara.

Salah satu parameter yang bisa digunakan adalah angka melek huruf (AMH) yang menggambarkan persentase penduduk yang mampu membaca sekaligus menulis. Tulisan tersebut menimal kalimat sederhana yang bisa digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Menurut data statistik pendidikan 2017, pencapaian AMH tertinggi pada umur 15 tahun-24 tahun (99,66 %)

Peradaban dibangun dari tradisi ilmu. Dengan peradaban ilmu kehidupan terus berkembang. Penemuan satu diiringi dengan temuan berikutnya. Tiada henti dalam melakukan inovasi. Perkembangan peradaban akan terus berlanjut selama manusia masih hidup dan bisa berpikir. Setiap pemikiran melahirkan artefak ilmu pengetahuan dan peradabannya.

Membangun Ide Menulis

Generasi milenial selalu dituntut mampu untuk menulis, menulis bisa dimulai dari hal-hal kecil yang muncul dalam fenomena kehidupan, sehingga menarik minat orang untuk membaca. Ketika mulai menulis bisa dilakukan dengan cara menuangkan semua yang ada dalam isi kepala dituangkan dulu, kemudian renungkan dan lakukan editing tulisan. Sebab pahatan pertama dengan pahatan berikutnya akan berbeda, oleh karena itu segera realisasikan ide yang ada dalam pikiran kita, tanpa ragu dan takut bagaimana hasil askhirnya.

Memulai menulis dan membaca koran mencari inspirasi untuk bahan tulisan artikel hari ini semoga gagasan dan tulisan yang satu tulisan hari ini bermanfaat untuk bangsa dan negara. Untuk dapat menulis dipersyaratkan membaca, baik membaca buku, membaca fenomena alam, membaca gejala sosial, membaca hukum alam, dan sebagainya. Membaca dimaksudkan untuk menemukan ide dan gagasan untuk pengembangan sebuah ilmu pengetahuan, terlebih pengetahuan yang relevan dengan dinamika yang berkembang di masyarakat. Semakin tulisan itu memunculkan kebaruan, relevansi kontribusi sainstifik maupun kontribusi dalam problem solving maka kualitas tulisan semakin tinggi12.

Menulis menjadi gaya hidup, menjadi wujud eksistensi diri, menulis memberikan solusi kepada masalah yang ada di sekitar kita, menulis memberikan resep kehidupan kepada yang lain. Berbagai pengalaman orang menjadi pelajaran bagi orang lain, untuk ditularkan, agar orang tidak terjatuh untuk kedua kalinya pada lubang yang sama. Pelajaran baik dan buruk bisa menjadi renungan, mencari hakikat kehidupan. Akan kemana tujuan mengalir mengikuti kompas yang dimiliki. Ketika kompas sudah tidak berfungi tinggal kenangan hidup ini. Hidup harus memberikan manfaat kepada yang lain, sekecil apapun kehidupan yang kita jalani dan lalui. Syukuri apa yang ada dan nikmati selebihnya, gunakan waktu sebaik-baiknya untuk menghasilkan karya monumental hidup ini.

 Kita bisa menulis dengan menulis kita ekspresikan ilmu kita dan dikembangkan menjadi temuan-temuan yang bermanfaat bagi yang lain. Jika terjadi gap antara idealitas dan realita maka lakukan kajian yang mendalam. Pertentangan antara doktrin dan realitas maka lakukan kajian yang mendalam dan upayakan solusi pemecahannya. Karena dengan menulis kita bisa ungkapkan apa saja yang menjadi gagasan dan pemikiran kita.

Menulis menjadi hidup lebih hidup. Menulis menjadi abadi kehidupan. Menulis menjadi hidup lebih baik. Menulis apa yang sudah kita lakukan akan menjadi kenangan indah, di saat kita berada pada posisi jatuh atau melemah spiritual dan etos kerjanya.

Beberapa fakta dan data tentang perabdan bangsa. Indoneisa dikenal dengan ramah penduduknya, ternyata lebih kuat dirikan oleh budaya lisan, budaya tutur, dan belum dicirikan oleh budaya menulis. Dilihat dari jumlah terbitan misalnya sebagaimana dinyatakan Hardjoprakoso (1997), Indonesia baru mampu menghadirkan 4000-5000 judul buku baru pertahun. Padahal, Malaysia tetangga sebelah dengan penduduk sekitar sepersepuluh dari jumlah penduduk Indonesia produktivitas buku yang dibuat 6000-7000 judul per tahun. Itu baru dari segi jumlah, dan belum mengenai kualitas tulisannya13.

Menulis adalah proses berlatih terus menerus, rubah dari tardisi tutur ke tradisi tulis. Untuk menjiwai memperoleh keterampilan menulis agar menjadi kebiasaan yang akhirnya menjadi suatu budaya luhur dalam diri sendiri, ada tiga hal yang perlu mendapatkan perhatian, pertama proses kepenulisan berakitan dengan penguasaaan topik yang ditulis, kepiawaian menguasai emosi dan kecendekiaan dalam ekspresi bahasa. Oleh kerenanya, menulis merupakan proses seumur hidup, sejalan dengan proses pembelajaran tentang kehidupan itu sendiri, baik dari sisi pengetahuan kebahasaan, kesastraan, dan pengetahuan lainnya.

Membangun Ketekunan

Ribuan kali percobaan dan latihan untuk memperoleh hasil yang maksimal. Tidak ada kesuksesan yang gratis, tanpa ikhtiar, bekerja kerasa berlatih, tapi buah kesuksesan bukan kebetulan, tetapi usaha terus menerus dan kerja keras dan kerja cerdas. Tangguh pantang menyerah sebelum misi dapat diraih dengan hasil yang memuaskan. Lakukan 1000 langkah sebemum orang lain memikirkan. Kecepatan bergerak akan mempengaruhi hasil yang kita lakukan. Jangan tunda pekerjakan kalau bisa dilakukan saat ini.

Jika kita mengharapkan keberhasilan, tentu kita tidak bisa menolak kegagalan. Gagal bukan akhir segalanya selama masih ada kehidupan, kebangkitan dari kegagalan adalah pentu keberhasilan dalam berkarya. Bila gagal dalam suatu tahap, masih banyak harapan etape berikutnya keberhasilan menanti.

Untuk menjadi the winner menjadi peluang yang terbuka bagi siapa saja yang semangat dalam dirinya terus berkobar, semangat datang dari the winner. Bagunglah dan mulai berlatih dari sekarang.

Referensi

Imam Robandi, Becoming he Winner Riset Menulis Ilmiah, Publikasi Ilmiah dan Presentasi, Yogyakarta: Andi, 2008.

Muhammad Julijanto, Agama Agenda Demokrasi dan Perubahan Sosial, Yogyakarta: Deepublish, 2015.

Muhammad Julijanto, Beragama Mencerahkan Mensejahterakan Suatu Ikhtiar Melalui Khutbah, Yogyakarta: Deepublish, 2015.

Pangesti Wiedarti, Menuju Budaya Menulis Suatu Bunga Rampai, Yogyakarta: Tiara Wacana, 2005.

Solopos, 15/9/2019, hlm. 7. “Kuasai 6 Literasi Dasar Bekal Era Industri 4.0”

Triton P. B., Kiat Sukses Menjadi Penulis, Yogyakarta: Tugu, 2008.

Wahbah Zuhaili, Al Qur’an: Paradigma Hukum dan Peradaban, Surabaya: Risalah Gusti, 1995.

2 Muhammad Julijanto, S. Ag., M. Ag adalah dosen Fakultas Syariah UIN Raden Mas Said Surakarta, Pembina Forum Lingkar Pena Cabang Wonogiri, penulis buku Agama Agenda Demokrasi dan Perubahan Sosial.

3 Al ‘Alaq [96]: 1-5

اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ -١- خَلَقَ الْإِنسَانَ مِنْ عَلَقٍ -٢- اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ -٣- الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ -٤- عَلَّمَ الْإِنسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ -٥-

Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhan-mu yang Menciptakan, Dia telah Menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhan-mulah Yang Maha Mulia. Dia Mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.

4 Al Kahfi [18]: 109

قُل لَّوْ كَانَ الْبَحْرُ مِدَاداً لِّكَلِمَاتِ رَبِّي لَنَفِدَ الْبَحْرُ قَبْلَ أَن تَنفَدَ كَلِمَاتُ رَبِّي وَلَوْ جِئْنَا بِمِثْلِهِ مَدَداً -١٠٩-

Katakanlah (Muhammad), “Seandainya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhan-ku, maka pasti habislah lautan itu sebelum selesai (penulisan) kalimat-kalimat Tuhan-ku, meskipun Kami Datangkan tambahan sebanyak itu (pula).”

5 Republika, 14 Agustus 1994 “Miskinnya Perpustakaan dan Minat Baca Yang Lemah”, hlm. 12.

6 Rachmat Taufiq Hidayat, Tulisan, Buku dan Peradaban, Republika, 14 Agustus 1994, hlm. 12.

7 Wahbah Zuhaili, Al Qur’an: Paradigma Hukum dan Peradaban, Surabaya: Risalah Gusti, 1995, Hlm. 88.

8 شَهِدَ اللّهُ أَنَّهُ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ هُوَ وَالْمَلاَئِكَةُ وَأُوْلُواْ الْعِلْمِ قَآئِمَاً بِالْقِسْطِ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ هُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ -١٨-

Allah Menyatakan bahwa tidak ada tuhan selain Dia; (demikian pula) para malaikat dan orang berilmu yang menegakkan keadilan, tidak ada tuhan selain Dia, Yang Maha Perkasa, Maha Bijaksana (Ali Imran [3]: 18).

9 Wahbah Zuhaili, Al Qur’an: Paradigma Hukum dan Peradaban, Surabaya: Risalah Gusti, 1995, hlm. 91.

10 وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَأَحْسِن كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ -٧٧-

Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah Dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah Berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan. Al Qashash [28 ] ayat 77

11 Solopos, 15/9/2019, hlm. 7. “Kuasai 6 Literasi Dasar Bekal Era Industri 4.0”

12 Syamsul Bakri, Kata Pengantar Wakil Rektor IAIN Surakarta, dalam Tim Penulis Mahasiswa Bidik Misi IAIN Surakarta, Bunga Rapai Esai Mahasiswa Bidikmisi IAIN Surakarta Isu Politik, Agama, Teknologi, Hingga Pesona Multikulturalisme Melbourne, Surakarta: PT Aksara Solopos, 2014, hlm. Vi.

13 Pangesti Wiedarti, Menuju Budaya Menulis Suatu Bunga Rampai, Yogyakarta: Tiara Wacana, 2005, hlm. V.

Komentar