Dalam kehidupan ini manusia menghadapi banyak kondisi. Ada senang ada susah, ada canda ada tawa, ada sehat, ada sakit. Kondisi-kondisi ini merupakan sunnatullah yang harus dilalui oleh siapapun. Diantara yang paling sering menjadi keresahan manusia adalah dimana menghadapi ujian berupa berupa sakit. Namun ujian sakit ini harus dipahami oleh setiap umat manusia bahwa tidaklah Tuhan menetapkan suatu ketentuan melainkan di balik ketentuan itu terdapat hikmah, baik diketahui ataupun tidak. Dengan demikian, ia menerima dengan ridho dan pasrah kepada ketetapan Tuhan. Lalu, bagaimana narasi al-Qur’an mengenai penyakit?

Istilah penyakit dalam al-Qur’an disebut dengan al-maradh, yakni kondisi di luar kebiasaan seorang manusia.  Kata al-maradh memiliki dua jenis makna. Pertama, ia diartikan sebagai penyakit fisik dan ini yang disebut dalam al-Qur’an, “Tidak ada halangan bagi orang buta, tidak (pula) bagi orang pincang, tidak (pula) bagi orang sakit, dan tidak (pula) bagi dirimu sendiri,…”(Qs. an-Nur ayat 61), dan ayat 91surat al-Taubah, “Tiada dosa (lantaran tidak pergi berjihad) atas orang-orang yang lemah, orang-orang yang sakit dan atas orang-orang yang tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan…”

Kedua, kata al-maradh digunakan untuk mengartikan sakit secara ruhaniah seperti akhlak yang buruk, misalnya bodoh, penakut, bakhil, munafik dan akhlak tercela lainnya. Misalnya adalah Qs. al-Baqarah ayat 10, “Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta.” Kata sakit dalam ayat ini ditafsirkan oleh sebagian ulama sebagai sakit keragu-raguan.

Contoh lainnya adalah diterangkan dalam surat al-Nur ayat 50, “Apakah (ketidakdatangan mereka itu karena) dalam hati mereka ada penyakit, atau (karena) mereka ragu-ragu ataukah (karena) takut kalau-kalau Allah dan rasul-Nya berlaku zalim kepada mereka? Sebenarnya, mereka itulah orang-orang yang zalim.”

Klasifikasi makna al-maradh di atas menggambarkan bahwa penyakit bisa dalam bentuk fisik dan bisa dalam bentuk non-fisik. Penyakit fisik bisa disembuhkan melalui pengobatan medis atau pengobatan tradisional dengan berkonsultasi kepada ahlinya. Sementara penyakit non fisik menurut Ibnul Qayyim dapat diatasi dengan beberapa cara. Pertama, menjaga kekuatan mental yakni melakukan berbagai ketaatan dengan mendengarkan nasehat dan ilmu yang bersumber dari al-Qur’an dan Sunnah. Kedua, menghindari hal-hal yang membuat penyakit lebih parah. Ibnu Qoyim menyatakan, orang yang sakit hati harus menghindari segala yang bisa memperparah penyakit dalam hatinya, yaitu dengan manjauhi semua perbuatan dosa dan maksiat. Hindarkan diri dari segala bentuk penyimpangan karena dosa dan maksiat adalah sumber penyakit bagi hati.

Ketiga, membaca Al-Qur’an dan mentadabburinya. Al-Qur’an adalah obat segala obat, jadi ketika mulai merasa kesal dan sakit hati cobalah untuk membaca Al-Qur’an dan Tadabburi Qur’an agar mendapat ketenangan lahir dan batin. Keempat, mendirikan shalat malam. Mendirikan shalat malam dapat membantu menemukan solusi penyakit hati yang dimiliki.  Kelima, do’a dan dzikir. Do’a dan dzikir sangat ampuh untuk menghilangkan rasa sakit hati di dalan dada. Maka dari itu ketika mengalami penyakit hati cepatlah untuk mengingat Allah dan dzikirlah dengan menyebut nama Allah. Wa Allahu A’lam Bisshowab.

 

 

Komentar