Sejak tahun 2005 kampanye Perilaku Hidup Bersih dan Sehat sudah mulai digaungkan kembali hingga era new normal saat ini. WHO menyatakan virus corona dapat menjadi endemik seperti HIV. Virus ini diprediksi tidak akan pernah hilang meskipun antivirus ditemukan sekalipun. Dunia diminta bersiap diri untuk beradaptasi dan menyambut era “the new normal”. Tak dapat dipungkiri bahwa new normal mendorong umat manusia untuk hidup lebih sehat dan lebih bersih. Karena ternyata harga kesehatan dan kebersihan amat mahal. Bahkan nilai materi menjadi tidak bermakna apapun manakala seseorang menderita sakit. Banyak manusia yang menganggap remeh persoalan kesehatan ini. Hal ini mendapatkan perhatian dari Nabi SAW, dengan menyatakan dalam sabdanya

 

نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنْ النَّاسِ الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ

 

“Ada dua nikmat yang manusia sering dilalaikan (rugi) di dalamnya yaitu sehat dan waktu luang (kesempatan).” (HR. Al-Bukhari dan Ahmad)

Bahkan salah satu maksud tujuan dari aturan (syariat) Islam adalah dalam rangka menjaga jiwa, (hifdz an Nafs) (tentu selain menjaga harta, menjaga agama, menjaga akal, menjaga keturunan) yang kita kenal dengan istilah maqashid as syari’ah. Menjaga jiwa tentu lebih diutamakan dibandingkan lainnya setelah menjaga agama. Hal ini menandakan bahwa perhatian Islam terhadap jiwa sangatlah serius. Kehidupan new normal bagi umat manusia, sejatinya adalah kehidupan yang melampaui dari normalitas selama ini. Yaitu kehidupan yang harusnya lebih bernilai dan bermakna.

Islam menawarkan suatu realitas yang lebih berkualitas dari pada sekedar rasionalitas materi. Yaitu suatu kehidupan yang memiliki nilai tambah berupa kepedulian pada berbagai hal yang bersifat substansional dengan menambahkan nilai spiritualitas atas semua tindakan dan tujuan. Sehingga kehidupan new normal dalam perspektif ini tentu tidak hanya bersih namun suci. Dalam bisnis, kita tidak hanya fokus untuk mendapatkan keuntungan materi namun lebih dari itu, ada usaha memberdayakan dan berbuat untuk kebermanfaatan. Dalam tampilan fisik tentu tidak hanya sekedar menutup hidung dengan masker namun diniatkan untuk menutup aurat. Dalam interaksi, tidak hanya menjaga jarak (physical distancing) namun menjaga jarak dengan keburukan dan kemaksiatan.

Pandemi Covid-19 sendiri merupakan bagian dari bencana kesehatan lingkungan. Kesehatan lingkungan sebagian besar dipengaruhi oleh faktor budaya manusia. Salah satu aspek yang dapat dioptimalkan adalah kontribusi budaya atau sistem pengetahuan lokal. Budaya adalah pemandu dan pemerkaya pembangunan berkelanjutan. Dimensi budaya penting diintegrasikan dengan aspek lain dalam meminimalisasi dampak pandemi di era new normal nanti. Budaya memuat nilai-nilai luhur dan keyakinan sebagai pedoman, rencana perilaku, serta dasar memecahkan masalah yang berlaku antar generasi. Nilai tersebut meneguhkan keberpihakan budaya terhadap kelestarian lingkungan dan pembangunan berkelanjutan.

Ada juga pepatah “Membangun Jangan Merusak, Membina Jangan Menyalah”. Nilai ini mengajarkan, agar dalam merancang dan melaksanakan pembangunan jangan sampai menyalahi ketentuan agama dan nilai-nilai budaya serta norma-norma sosial masyarakatnya. Budaya Jawa oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I telah diletakkan dasar falsafah Hamemayu Hayuning Bawono bagi kehidupan masyarakat. Maknanya adalah komitmen untuk membuat bumi indah dan lestari. Visi keharmonisan hidup dengan lingkungan selanjutnya terjabarkan dalam misi Hamengku Buwono, yang berarti memelihara bumi.

Yang terpenting adalah bagaimana hubungan new normal ini kaitannya antar manusia, sekaligus dengan alam. Dalam Islam disebut hubungan manusia kepada Allah (habluminallah) dan hubungan secara horizontal sesama manusia (habluminannas). Dari pandemi Covid-19 ini, tentu ada hikmahnya sebagi bentuk kasih sayang Allah SWT kepada makhluknya. Islam sebagai agama Rahmatan Lil ‘Alamin yang berarti bentuk rahmat atau  kasih sayang Allah SWT bagi seluruh alam semesta. Rahmat dinikmati secara bersama-sama yang datangnya dari Allah SWT.

 

Sumber gambar: https://republika.co.id/berita/q8st6a327/petani-di-kolaka-mulai-panen-padi-saat-pandemi-covid19

Sumber gambar: https://republika.co.id/berita/q8st6a327/petani-di-kolaka-mulai-panen-padi-saat-pandemi-covid19

 

Diperlukan etika yang lebih arif dalam menerapkan new normal agar alam tidak mengamuk tentunya atas kehendak Alloh, karena bisa jadi akan muncul virus-virus baru yang lebih kejam apabila manusia tidak menselaraskan hubungan antara Manusia dengan penciptaNya, manusia dengan alam dan manusia dengan manusia lainnya. Karena itu, alam harus dijadikan bagian untuk tercapainya alam transendental sebagai komunitas spiritual dengan sandaran Tuhan sebagai tujuan akhirnya. Darinya, seluruh komunitas alam dan manusia akan kembali kepada Tuhan.

 

Komentar