Islamsantun.org – Mengharap semua orang senang kepada kita adalah suatu hal yang mustahil. Demikian kira-kira makna harfiah dari ungkapan di atas.

Ya, orang paling mulia di kolong jagat ini, Rasulullah Muhammad Saw. pun, hingga saat ini, bahkan sampai kiamat nanti, tetap ada yang membencinya. Apalagi kita, orang awam yang penuh khilaf dan kekurangan. Sudah pasti, tidak sedikit orang yang tidak suka dengan kita.

Usah kau pedulikan suara-suara sumbang yang saling bersahutan itu. Tak perlu kau risaukan nada-nada penuh kebencian yang datang silih berganti mewarnai hari-harimu. Abaikan segala aral melintang yang menghalangi jalan kesuksesanmu. Kuatkan tekad, mantapkan langkah, fokus pada usaha mewujudkan mimpi-mimpimu.

Ya, tak perlu kita buang-buang energi hanya untuk menanggapi apalagi terus menerus memikirkan suara-suara sumbang, serta nada-nada miring yang dialamatkan kepada kita.

Sebaik apa pun kita, selurus apa pun jalan hidup yang kita tempuh, selalu saja ada orang yang tidak suka dengan kita. Akan selalu hadir orang yang mencibir dan mencemooh kita.

Menghadapi orang-orang seperti itu, langkah terbaik yang patut kita ambil adalah mengabaikannya, menganggapnya sebagai angin lalu, dan tidak perlu memedulikannya sama sekali. Ungkapan bijak mengajarkan: “Anjing menggonggong, kafilah berlalu”.

Alkisah, ada sepasang ayah dan anak yang membawa seekor keledai. Mula-mula, keledai tersebut ditarik dengan seutas tali oleh ayah dan anak tersebut. Ketika di tengah jalan, mereka bertemu dengan seseorang, yang kemudian berkomentar: “Kenapa kalian tidak naiki saja keledai itu?” Mendengar komentar orang tersebut, akhirnya ayah dan anak itu pun menaiki keledai yang dibawanya.

Beberapa saat kemudian, ada orang yang melihat mereka menaiki keledai, kemudian berkomentar: “Kalian ini tidak kasihan sama keledai. Masa keledai sekecil itu dinaiki oleh dua orang.” Mendengar komentar orang tersebut, sang ayah turun, kemudian membiarkan anaknya yang tetap menaiki keledai tersebut.

Selang beberapa saat, ada seseorang yang melihat sang anak menaiki keledai sementara sang ayah yang menuntunnya. Orang itu pun berkomentar: “Anak tidak tahu diri, masa dia yang naik keledai, sementara orang tuanya yang disuruh berjalan menuntunnya.” Mendengar komentar orang tersebut, sang anak pun turun dari keledai, sedangkan sang ayah bergantian menaiki keledai tersebut.

Baru beberapa meter melangkah, ada seseorang yang melihat sang ayah menaiki keledai, sementara sang anak yang menuntunnya. Orang tersebut pun kemudian berkomentar: “Orang tua macam apa, tidak sayang sama anaknya. Dia enak-enakan naik keledai, sementara anaknya disuruh menuntunnya.”

Demikianlah fenomena yang sering kita jumpai dalam kehidupan nyata sehari-hari. Selalu saja ada komentar-komentar miring, suara-suara sumbang atas apa yang kita lakukan. Meski kita sudah merasa berjalan sesuai dengan yang seharusnya, komentar itu akan tetap ada. Meski kita sudah berusaha sekuat tenaga untuk melakukan yang terbaik, suara-suara sumbang itu tetap hadir.

Tak ada gunanya kita mendengar nada-nada minor itu. Tak ada untungnya kita mendengar suara-suara sumbang itu. Teruslah melangkah, tetaplah meneruskan perjalanan dengan penuh keyakinan. Ketika kita sudah berjalan di jalan yang benar, yakinlah kita akan sampai di tujuan. Ketika niat yang tulus sudah kita tanamkan dalam diri, lakukan rencana kita dengan kemampuan terbaik yang kita miliki. Kesuksesan hanyalah soal waktu. Usah pedulikan suara-suara sumbang, nada-nada minor yang saling bersahutan itu. Abaikan, dan teruslah melangkah.

* Ruang Inspirasi, Rabu, 16 Februari 2022.

Komentar