Muhammad Alfatih Suryadilaga*
Ramadhan sebagai bulan yang mulia akan hadir dalam waku tidak lama lagi. Hal ini setidaknya merupakan sebuah bulan yang di dalamnya dilaksanakan puasa Ramadhan sebulan penuh atau dalam kisaran 29 dan atau 30 hari lamanya. Waktu inilah ummat Islam menjalankan sebuah kewajiban yang merupakan bagian dari kewajiban agama. Puasa ini adalah bagian dari tegaknya Islam itu sendiri. Dengan demikian, puasa merupakan bagian dari keimanan.
Hal di atas diperkuat oleh sebuah bahwa puasa adalah seperempat dari keimanan. Hal inilah disebabkan karena puasa merupakan separuh dari kesabaran. Setidaknya kesabaran itu terwujud dari menjauhi hal-hal yang tidak diperbolehkan di lakukan di siang hari mulai dari shubuh sampai adzan maghrib berkumandang. Bentuk kesabatan ini setidaknya untuk tidak makan dan minun serta yang membatalkan puasa lainnya. Dengan demikian, puasa adalah dapat dikatakan separuhnya adalah kesabaran.
Buah dari kesabaran di atas adalah keimanan itu sendiri. Hal inilah yang menjadikan puasa disebut sebagai seper empat dari iman. Puasa adalah bagian dari kesabaran dan sabar itu sendiri adalah separuhnya iman. Dengan demikian, puasa dapat dimaknai sebagai sebuah selebrasi keimanan seseorang.
Fenomena di atas dapat digambarkan dengan kedekatan antara manusia yang berpuasa dengan Tuhan. Setidaknya, atas kesabaran dan keimanan dalam menjalankan puasa merupakan suatu yang sangat bagus di mata Allah swt. Apalagi di era kekinian, puasa dan kondisi sosial masyarakat yang terus berubah menjadikan puasa tidak lagi menarik di sebagian generasi muda baik di perkampungan apalagi di perkotaan. Dengan demikian, puasa dalam konteks sekarang memiliki tantangan yang lebih berat dari dekade sebelumnya.
Kegembiraan dalam selebrasi puasa setidaknya dapat dilihat dalam kebiasaan ummat Islam melaksanakan buka puasa. Kegiatan ini adalah selalu dilaksanakan tepat waktu dan tidak pernah ada yang menundanya. Hal ini selain sebagai sebuah bentuk mengikuti kebiasaan Nabi Muhammad saw. dalam melakukan ta’jil atau mendahulukan berbuka dengan yang manis-manis atau jika tidak ada dengan air putih. Atas dasar ini pula banyak selebrasi ummat Islam dengan mengadakan buka puasa bersama baik di restoran, rumah makan maupun di hotel sehingga momentum buka ini menjadi kebahagiaan tersediri bagi mereka yang puasa. Dengan demikian, fenomena ini menjadi sebuah bentuk selebrasi yang sebagaimana dijelaskan oleh Nabi Muhammad saw.
Kegembiraan yang abadi adalah selebrasi yang sesungguhnya. Setidaknya dapat dilihat dari kedekatan antara Tuhan dan ummatnya yang berpuasa. Allah swt. sebagaimana dijelaskan oleh Nabi Muhammad saw. telah mempersiapkan sebuah surga yang bernama Rayyan. Tempat ini adalah merupakan tempat dimasuki ummat Islam yang menjalankan puasa Ramadhan. Tentunya, dalam hal ini merupakan sebuah bentuk kegembiraan bagi yang berpuasa ketika bertemu Tuhannya. Inilah kegembiraan kedua yang dijelaskan oleh Nabi Muhammad saw. Dengan demikian, selebrasi puasa ini tidak hanya terfokus di dunia saja melainkan juga sampai di akhirat.
Gambaran di atas juga dapat dilihat dalam kebiasan orang berpuasa. Kendati mulut orang yang berpuasa itu baunya kurang sedap maka di mata Allah swt. adalah lebih harum dari minyak misik. Dengan demikian, melalui puasa ini ummat Islam memiliki beragam selebrasi walaupun dalam kondisi yang berupaya memahami dengan mereka yang berkekurangan.
Pahala puasa dalam hal ini adalah rahasia Allah swt. Hal ini sebagaimana hadis qudsi yang menyebutkan puasa adalah untuk-Ku dan Allah swt. yang memberikan balasan. Hal inilah yang menjadikan perbedaan dengan kebiasaan dalam pemberian reward yang dapat berupa 10 kebaikan bahkan akan ditingkatkan sampai 700 kali lipat. Mereka yang berpuasa akan diberikan lebih dari itu sebagai bentuk dari kesabaran. Dengan demikian, puasa merupakan selebrasi ummat Islam bagi yang menjalankan yang dapat terlihat di dunia dan di akhirat nanti. (MAS)
*Ketua Prodi Ilmu Hadis UIN Sunan Kalijaga dan Ketua Asosasi Ilmu Hadis Indonesia (ASILHA)