Islamsantun.org – Hadirnya virus Covid-19 di Indonesia rupanya telah mengubah perilaku masyarakat yang semakin terbiasa dengan penggunaan media sosial. Aktivitas yang terbelenggu oleh sejumlah aturan terkait pandemi secara sadar maupun tidak menuntun masyarakat untuk meng-upgrade aktivitas mereka di dunia maya. Tidak hanya kebiasaan berinteraksi, bahkan kebiasaan sehari-hari cenderung dilakukan ke dalam media sosial termasuk kebiasaan dalam aktivitas kehidupan beragama.
Salah satu aktivitas keagamaan yang sering dilakukan adalah bimbingan dan penyuluhan agama. Aktivitas ini memerlukan strategi yang tepat mengingat penyuluhan agama tetap dilaksanakan di masa pandemi Covid-19 sesuai dengan keputusan Presiden Nomor 11 dan 12 Tahun 2020, Keputusan Bersama 4 Menteri (Pendidikan dan Kebudayaan, Agama, Kesehatan, dan Dalam Negeri), dan Surat Edaran Menteri Agama Nomor 15 dan 16 Tahun 2020. Untuk itu, dalam pelaksanaan kegiatan ini juga membutuhkan data dukung yang berkaitan dengan pemilihan metode penyuluhan.
Adapun pemilihan metode ini perlu menyesuaikan dengan 4 zona yang disebut dalam Keputusan Bersama 4 Menteri dan GTPP (Gugus Tugas Percepatan Penanganan) Covid-19 yakni, hijau, kuning, orange, dan merah. GTPP (Gugus Tugas Percepatan Penanganan) Covid-19 menetapkan 4 zona wilayah Covid-19, yakni zona hijau (merupakan zona yang tidak terdampak Covid-19), zona kuning (merupakan zona yang beresiko rendah Covid-19), zona orange (merupakan zona yang beresiko sedang Covid-19), dan zona merah (merupakan zona yang beresiko tinggi Covid-19). Dengan demikian, kegiatan penyuluhan agama dapat dilakukan baik secara daring, luring, maupun kombinasi antar keduanya sesuai dengan zona masing-masing wilayah.
Namun menjadi suatu pertanyaan adalah bagaimana penyuluh mampu beradaptasi dengan kondisi pandemi dalam menjalankan tugas dan fungsinya di tengah-tengah masyarakat. Sebab bukan hanya memperhatikan zona wilayah saja, akan tetapi materi, pilihan metode yang berkaitan tentu harus dipertimbangkan dalam rangka meningkatkan efisiensi waktu saat kegiatan dijalankan. Maka dalam penelitian ini akan mencoba untuk mengembangkan penggunaan media sosial dalam menentukan arah kinerja dan dakwah di tengah masyarakat pada masa pandemi ini.
Tulisan ini dihasilkan dari diskusi pada kelompok terfokus (FGD), yakni terhadap peserta webinar nasional seri ke-6 yang diselenggarakan Balai Litbang Agama Jakarta pada Rabu, 15 Juli 2020 dari mulai pukul 08.30 sampai dengan 11.00 WIB. Unsur peserta merupakan dari sebagian besar penyuluh agama Islam baik yang berstatus PNS dan non PNS (honorer), penyuluh agama lain, peneliti, akademisi, dan masyarakat.
Pada webinar tersebut, sebagai pemantik diskusi merupakan perwakilan dari unsur yang dipandang bisa menstimulasi diskusi yang mengarah pada diskusi terkait arah kinerja penyuluh saat menghadapi situasi pandemi Covid-19, yakni Dr. H. Juraidi, MA yang merupakan Direktur Penais Ditjen Bimas Islam Kementerian Agama, Drs. H. Daloh Abdaloh, M. Kom.I (Ketua Kelompok Kerja Penyuluh Nasional), dan Drs. A. Malik MTT., M. Si (peneliti agama). Selain melalui diskusi tersebut, survei sederhana juga dilakukan terhadap peserta yang mendaftar.
Terkait pengumpulan bahan penelitian, maka dilakukan metode survei yakni memberikan beberapa pertanyaan yang akan diberikan kepada penyuluh agama Islam. Pertanyaan tersebut meliputi kegiatan yang dilakukan penyuluh, frekuensi kegiatan yang dilaksanakan, deskripsi kelompok binaan dari penyuluh agama selama, metode yang digunakan, serta tantangan dan kendala yang akan dihadapi. Semua pernyataan tersebut ditujukan terhadap kegiatan bimbingan dan penyuluhan agama Islam yang dilaksanakan selama masa pandemi covid-19.
Selain itu, materi yang didiskusikan dalam FGD tersebut berisikan tentang persoalan materi dan metode bimbingan dan penyuluhan. Kemudian juga akan dibahas mengenai persoalan menghadapi tantangan menghadapi variasi umat beragama yang cenderung mengabaikan himbauan pemerintah terkait bahaya Covid-19.
Temuan Penelitian
Terkait materi penyuluhan, sebanyak 544 dari 564 peserta mengakui melakukan bimbingan dan penyuluhan selama pandemi dengan materi tentang sosialisasi kebijakan terkait Covid-19. Ini mengindikasikan bahwa penyuluh agama Islam senantiasa melakukan bimbingan penyuluhan sesuai dengan situasi dan kondisi, serta menjadi penghubung antara pemerintah dengan masyarakat.
Kemudian disimpulkan juga bahwa hampir seluruh penyuluh agama Islam melaksanakan bimbingan dan penyuluhan kepada masyarakat. Hal ini dibuktikan dengan hasil survei terhadap frekuensi kegiatan dimana rata-rata dilakukan antara 21 sampai dengan 25 kali dalam sebulan. sementara para penyuluh lainnya ada yang juga melaksanakannya antara 16 sampai dengan 20 kali dalam sebulan. Ini menandakan, bahwa kuantitas kerja dari penyuluh agama aktif atau siap melayani masyarakat selama 25 hari kerja, dan sisanya 5 hari (jika perbulannya 30 hari) waktu senggangnya.
Metode yang digunakan dalam bimbingan dan penyuluhan terbagi menjadi tiga, yakni metode daring, luring, serta daring dan tatap muka. Mayoritas peserta penyuluh memilih menggunakan metode daring dan tatap muka. Ini menandakan ada kecenderungan dari penyuluh agama Islam ataupun masyarakat (kelompok binaan) yang fleksibel dalam menentukan metode pemberian dan penerimaan bimbingan dan penyuluhan agama. Bilamana, fleksibel ini ditentukan setelah mempertimbangkan keadaan lingkungan dalam hal ancaman Covid-19, maka pilihan metode tersebut bisa dikatakan sesuai dengan arah pemerintah yang perlu mempertimbangkan lingkungan akan ancaman virus tersebut.
Tantangan dalam hal teknologi informasi merupakan yang dominan dihadapi para penyuluh agama Islam dan masyarakat binaan. Selain itu, tantangan yang tidak kalah penting yakni psikologis dan kesehatan dimana rasa takut dan cemas akan penyebaran virus yang berdampak pada kesehatan membuat partisipasi kegiatan menjadi minimal. Ketersediaan infrastruktur juga menjadi tantangan tersendiri dalam bimbingan penyuluhan secara tatap muka.
Era disrupsi yang semakin menguat di masa pandemi memaksa seluruh adidaya mengerahkan kemampuannya untuk menyeimbangkan akan punah nya pengetahuan sosial termasuk ranah agama. Dalam konteks keagamaan, penyuluh agama yang merupakan figur pemberi edukasi dan informasi keagamaan perlu adaptif dalam era disrupsi ini.
Dua hal yang bisa dijadikan pertimbangan sebagai arah dari kinerja penyuluh agama Islam di masa yang akan datang yakni, metode dan materi bimbingan. Selain itu, penyuluh agama harus membuat persiapan yang matang, adaptasi, serta ahli dalam menyuluh di era adaptasi baru.
Arah kinerja penyuluh agama Islam akan memiliki grafik perubahan di masa mendatang sesuai dengan kondisi dan situasi yang terjadi. Untuk itu, penyuluh agama harus membuat persiapan yang matang terhadap materi dan metode bimbingan, adaptasi dan memahami kondisi yang dihadapi, serta ahli dalam menyuluh di era adaptasi baru. (ANS)
Tulisan ini adalah rangkuman dari diseminasi penelitian Daniel Rabitha (Peneliti pada Balai Litbang Agama Jakarta) yang diterbitkan Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan Kementerian Agama tahun 2020.
*) Gambar ilustrasi: Penyuluh Agama Islam di Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, sedangkan melakukan pembinaan para mualaf (Metrokalimantan.com)
*) Sumber : iqra.id
Ilustrator: Penyuluh Agama Jogja