Pernah mengalami kondisi di mana susah untuk berkonsentrasi? Membaca lembar demi lembar materi atau buku tetap saja tidak bisa memahaminya. Mencoba merapikan meja belajar dan duduk manis, tetap saja tidak bisa konsentrasi. Mencoba mendengarkan musik sambil belajar, tetap saja tidak paham materinya. Rasanya tangan ingin sekali membuat coret-coretan di buku, atau bahkan menulis ulang materi padahal sudah ada materi power point. Belajar atau membelajari rasanya emosi jika tak kunjung menguasai materi.

Apalagi Ramadan kali ini pas banget sama jadwal ujian keluar. Ujian akhir semester diselenggarakan pas di bulan puasa. Tidak hanya mahasiswa, siswa sekolah pun mengalaminya. Ketika menjalani ujian akhir semester juga harus menahan nafsu, lapar dan dahaga. Efektif mungkin untuk yang terbiasa mencontek, jadi lebih pasrah takut pahalanya berkurang. Belum lagi bulan penuh berkah ini harusnya diisi dengan banyak beribadah, perbanyak salat, perbanyak baca Qur’an, sahur, dan tarawih. Kok rasa-rasanya waktunya kurang ya buat belajar.

Jangan buru-buru menyalahkan jadwal ujiannya, apalagi Ramadannya. Coba cek dulu benar tidak cara belajarnya, sudah sesuai dengan diri sendiri atau belum. Jadi, masih banyak yang belum memahami bahwa setiap manusia itu memiliki cara belajar atau gaya belajar yang berbeda-beda. Coba pahami diri, hal apa yang dilakukan paling nyaman untuk memahami suatu informasi atau materi. Apakah suka duduk di depan agar penjelasan dosen atau guru terdengar lebih jelas. Ataukan lebih menyukai banyak menulis ketika dosen atau guru memberikan penjelasan, meskipun sudah ada di power point atau di buku. Ataukah lebih menyukai memperhatikan penjelasan dosen atau guru secara detil? Nah, itulah gaya belajar.

Jadi, gaya belajar terbagi menjadi tiga, yaitu audio, visual, dan kinestetik. Audio adalah gaya belajar dengan cara mendengarkan. Seseorang akan lebih mudah memahami materi atau informasi hanya dengan mendengarkan. Bisa jadi sikapnya dikelas terlihat cuek, seolah tidak memperhatikan dosen atau guru, tapi ketika diberi pertanyaan terkait materi ia mampu menjawab. Biasanya orang dengan tipe gaya belajar audio lebih cepat menghafal lirik, lebih menguasai verbal dan bahasa. Ia lebih menyukai dijelaskan dari pada membaca. Bahkan ada salah satu teknik menghafal Qur’an dengan cara mendengarkan dan meniru. Cara belajar seperti ini bisa saja disiasati dengan diskusi dengan teman. Bahkan ada beberapa contoh kasus, seorang anak setiap belajar selalu dibacakan oleh ibunya. Bukan karena malas membaca atau tidak bisa membaca, namun dengan cara mendengarkan baginya lebih mudah memahami suatu materi. Dan si anak tersebut selalu mendapatkan peringkat satu di kelasnya.

Kedua, tipe gaya belajar dengan visual. Artinya seseorang lebih mudah untuk memahami suatu informasi atau materi dengan cara melihat atau memperhatikan. Tipe ini sangat mudah mengingat tayangan, film, video, atau iklan secara detil. Ia akan mengingat warna, letak, bentuk, dst. Ia pun mudah mengingat suatu tempat meskipun baru satu kali mengunjunginya. Ada juga yang mudah menghafal rute jalan. Belajar dengan tipe ini bisa disiasati dengan membuat mind map misalnya, maka ia akan terbantu untuk mengingat materi-materi untuk ujian. Contoh nyatanya, seseorang akan mudah merakit barang yang baru dibelinya dengan cara melihat buku panduan.

Ketiga, tipe gaya belajar kinestetik. Dimana seseorang mudah menerima informasi dan materi dengan cara melakukannya. Pernah lihat siswa yang tidak betah duduk di kursinya, selalu jalan kesana kemari bahkan mengganggu teman. Atau pernah menemui siswa rajin mencatat ketika sedang diberikan penjelasan oleh dosen atau guru padahal mendapatkan materinya. Bisa jadi ia adalah tipe kinestetik. Tipe ini akan mudah jika melakukan praktek langsung, atau olah raga.

Pernah ada satu tayangan film (saya lupa judulnya) seorang siswa mengikuti suatu lomba menghafal karena sang guru mengetahui bahwa ia mampu. Namun ia kesulitan ketika belajar di dalam ruangan kelas yang sepi, ketika berada di atas panggung pun ia tidak mampu mengingat materi yang sudah dipelajarinya. Singkat cerita suatu ketika sang guru melihat tangan siswa tersebut terus bergerak-gerak ketika menghafal. Karena hobi siswa tersebut skipping maka sang guru memperbolehkan ia menghafal dengan ber-skipping ria. Ketika lomba di atas panggung pun sang guru memperbolehkan ia menjawab dengan ber-skipping ria.

Hal ini pun pernah saya lakukan ketika mendampingi anak belajar menghafal bahasa Arab, ia terlihat bosan ketika harus duduk manis dan menghafal. Akhirnya saya perbolehkan ia menyebut benda dengan bahasa Arab dengan cara menyentuhnya meskipun harus berlari kesana kemari, loncat sana loncat sini. Esoknya ia termasuk salah satu yang menghafal banyak kosakata.

Gaya belajar ini tidak selalu merujuk pada satu tipe saja, bisa jadi kombinasi. audio dan kinestetik, visual kinestetik, dst. Gaya belajar tidak hanya ada pada anak-anak, orang dewasa pun bisa memahami gaya belajarnya. Bagi mahasiswa dan siswa akan membantu dalam memahami informasi jika telah mengetahui gaya belajarnya. Bagi orang tua, pengajar, atau orang dewasa lain dapat menyesuaikan gaya belajar anak atau siswa agar dapat membimbing mereka mendapatkan informasi dengan nyaman.

 

Komentar