Di era kecanggihan teknologi informasi dan komunikasi, kaum muda lekat dengan akses tanpa batas di media sosial. Munculnya pendakwah yang inovatif dalam menyajikan informasi melalui bentuk visual menjadi ketertarikan tersendiri. Alasannya, konten yang disajikan lebih sederhana, menarik, dan mudah dicerna oleh pembaca.
Dengan begitu, menjadi tantangan bagi portal berita maupun situs keagamaan dalam mengisi ruang dakwah digital. Adanya islami.co, NU online (nu.or.id), islamsantun.org, konsultasisyariah.com, arrahmah.co sangat signifikan bagi warganet muslim yang membutuhkan berita keagamaan dan perpustakaan daring yang menyajikan ragam kajian keagamaan. (Australia-Indonesia, 2018).
Banyaknya informasi atau sumber bacaan yang disebar melalui media sosial ataupun internet juga diiringi dengan lahirnya beragam persoalan sosial baru, misalnya bullying, pornografi, penyebar kebencian, perjudian daring, pencurian informasi, transaksi seks daring sampai berita hoax atau fake news atau hate speech. Setidaknya setiap hari seseorang menerima minimal 40 berita palsu entah dalam ranah agama, politik, ekonomi, dan sebagainya (Kristina, 2019).
Jika tidak dibarengi dengan budaya literasi maka akan mudah timbul sikap saling menfitnah, mengkafirkan, menyesatkan, lebih agresif, provokatif, liberal, dan seterusnya kepada pihak yang berbeda paham sampai bentuk radikalisme yang menjadi ancaman perdamaian dan keamanan dunia.
Sejatinya, seseorang boleh saja berpikir radikal terhadap suatu hal. Seperti yang dipaparkan KH. Hasyim Muzadi bahwa seseorang boleh saja berpikir secara radikal (berpikir secara mendalam sampai ke akar-akarnya) dan memang seharusnya seseorang berpikir secara radikal. Namun hasil pemikiran tersebut akan berbahaya jika menjadi isme yaitu mazhab atau ideologi. Jika sudah menjadi mazhab seseorang tersebut akan keras dalam memaksakan hasil pemikirannya terhadap orang lain atau kelompok lain. Inilah yang disebut dengan radikalisme (Mulyadi & Novidasari, 2017).
Gejala Islam Radikal di Indonesia memang bukan hal baru, sebab adanya ikatan historis muslim negeri ini. Konsep radikalisme salah satunya merujuk pada perilaku kekerasan seperti terlibat dalam konflik sektarian dan teror bom. Gerakan ini ada yang terinspirasi oleh Gerakan Revolusi Iran pada tahun 1979 dengan Islam Timur Tengah (al-Ikhwan al-Muslimun Mesir dan Jamati Islami Pakistan), karena berhasil memobilisasi massa untuk menentang pemerintah setempat.
Revolusi negeri para Mullah ini mengukuhkan kemenangan ideologi dan doktrin partikularitas yang secara “fundamentalis” khususnya yang berkaitan dengan isu kebangkitan Islam kontemporer vis a vis kekuasaan politik sekuler. Hal inilah yang sedikit banyak mempengaruhi wacana pergerakan Islam di Indonesia. (Agus Maftuh Abegebrel, 2004).
Terdapat beberapa kasus radikalisme yang muncul, misalnya siswa SMK teknik mesin Negeri 2 Klaten Jawa Tengah bernama Arga Wiratama berusia 17 tahun menjadi salah satu pelaku tindak pidana terorisme dengan meletakkan bom di delapan tempat berbeda di Surakarta dan Klaten pada 1 Desember 2010-21 Januari 2011. Terakhir, bom diletakkan di lokasi acara Yaa Qowiyyu di Jatianom, Klaten, pada 21 Januari 2011 (Baedowi et al., 2013).
Tahun 2016, salah satu mahasiswa semester IX Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) IAIN Surakarta bernama Khafid Fathoni ditangkap Datasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Mabes Polri karena terlibat rencana peledakan bom panci di depan istana negara (Budi, 2016). Selain itu, tahun 2019 tertangkap berbeda lokasi 3 orang pelaku bom bunuh diri di pos polisi Kartasura, Kabupaten Sukoharjo yang merupakan simpatisan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) dan melakukan baiat menggunakan media sosial (Tim, 2019).
Jika itu dibiarkan dan berlangsung secara terus menerus, akan menimbulkan tidak percayanya kaum muda terhadap sistem demokrasi, pemerintah, maupun aparatur negara dan berpandangan bahwa sistem pemerintahan Islam (khilafah islamiyah) menjadi alternatif terbaik untuk Indonesia. Serta, semakin maraknya paham radikalisme dan terorisme banyak kaum muda memiliki paham keagamaan yang tertutup dan saling menyalahkan pihak lain yang berujung pada perpecahan bangsa Indonesia. Diikuti, munculnya anggapan bahwa Islam adalah agama yang cenderung mengakomodasi kekerasan, menakutkan, ganas, dan beringas. Padahal tidak.
Tujuan awal kebangkitan Islam yaitu perubahan kondisi yang kurang baik menjadi lebih baik sesuai dengan watak Islam yang damai sebagai rahmat bagi seluruh alam (Rahmatan Lil Alamin) (Yunanto, 2018). Menandai bahwa Islam Indonesia itu ramah bukan marah, Islam yang merangkul, bukan memukul dan Islam yang berdamai, bukan bertikai. Apalagi proses Islamisasi ke berbagai kalangan masyarakat juga dilakukan secara damai melalui jalur yang beragam seperti: perdagangan, perkawinan, birokrasi, pendidikan (pesantren), sufisme, seni, tasawuf, dan lainnya. Terlepas dari kapan dan siapakah yang membawa Islam masuk ke Indonesia.
Dalam buku karangan Sri Yunanto yang berjudul “Islam Moderat Vs Islam Radikal: Dinamika Politik Islam Kontemporer”, Islam yang ramah harus sesuai Quran dan memiliki tiga karakteristik, yaitu rasional dan mampu mengendalikan amarah, menghindari kekerasan, provokasi permusuhan; harus moderat, toleran, rendah hati, dan menghargai perbedaan keyakinan dan ideologi orang lain ketika berinteraksi; serta harus menjadi tauladan yang dikagumi orang karena moralitas keislaman dan kemanusiaannya (Yunanto, 2018).
Selain itu, pentingnya pemahaman ajaran-ajaran agama secara komprehensif. Hal ini untuk menghindari kesalahan dalam memahami teks-teks agama yang berpotensi untuk disalahtafsirkan demi menjustifikasi radikalisme, anarkisme, dan terorisme. Sehingga terwujudnya semboyan bangsa Indonesia “Bhinneka Tunggal Ika” melalui kemajemukan masyarakat dengan berbagai latar belakang, ras, suku bangsa, budaya, maupun agama.
Referensi
Agus Maftuh Abegebrel, ett. all. (2004). Negara Tuhan: The Themathic Encyclopedia. Yogyakarta: SR-INS Publishing.
Australia-Indonesia, F. A. M. (2018). Muslim Milenial : Catatan & Kisah Wow Muslim Zaman Now. (S. Setowara, Ed.). Bandung: PT. Mizan Pustaka.
Baedowi, A., AF, A. G., Maarif, A. S., Farikhatin, A., Darraz, M. A., Azca, M. N., … Qodir, Z. (2013). Menghalau Radikalisasi Kaum Muda: Gagasan dan Aksi. Maarif, 8(1), 4–242.
Budi, M. (2016, December). IAIN Belum Diberitahu Penangkapan Khafid Fathoni. DetikNews.
Kristina, A. (2019). Literasi Digital, Cara Dakwah Santri Milenial. Retrieved April 8, 2019, from http://islamsantun.org/literasi-digital-cara-dakwah-santri-milenial/
Mulyadi, R. A., & Novidasari, L. (2017). Peran Guru Pendidikan Agama Islam dalam Mencegah Radikalisme Islam di SMA Sejahtera 01 Depok. Safira, 2(1), 50–82.
Tim. (2019, June). Polisi Tangkap Dua Terduga Pelaku Bom Kartasura. CNN Indonesia. Retrieved from http://www.cnnindonesia.com/nasional/20190610162833-12-402156/polisi-tangkap-dua-terduga-pelaku-bom-kartasura
Yunanto, D. S. (2018). Islam Moderat Vs Islam Radikal : Dinamika Politik Islam Kontemporer. (A. Rahmat, Ed.). Yogyakarta: Media Pressindo.