Saat ini memasuki hari ke-10 terakhir bulan Ramadan 1441 H. Banyak lembaga yang sudah melayani penerimaan zakat fitrah, baik secara online maupun offline. Presiden RI, Ir. Joko Widodo dalam laporan Republika.co.id pun telah melakukan dan mengajak masyarakat untuk melakukan pembayaran zakat, infak dan sedekah secara online melalui Baznaz. Di tengah pandemi, selain Baznaz juga terdapat banyak lembaga yang menawarkan layanan zakat secara online. Penulis mengutip dari detik.com (Rabu, 29 April 2020), ada ada 5 macam pilihan sarana untuk membayar zakat fitrah secara onine, seperti melalui crowdfunding (kitabisa, Benihbaik, Wecare, Peduli Sehat, Waktumu Hijrah) atau melalui e-commerce (Tokopedia, Bukalapak, Shopee, Lazada, Elevenia, Blibli, Jdid) atau melalui Payment point (mcash, gobills) atau bisa juga melalui aplikasi (jenius, tamasia, e-salaam) atau melalui fintech dan QRIS (OVO, Gopay, LinAja).
Kali ini penulis tidak membahas hukum bagaimana zakat fitrah secara online atau besaran wajib zakat fitrah. Penulis fokus kepada siapa yang wajib membayar zakat fitrah. Hal ini menjadi perlu dibahas mengingat saat musim pandemi yang terjadi sejak 2 bulan lalu sampai dengan saat ini berefek kepada perekonomian Negara. Saat ini, banyak perusahaan yang mengambil keputusan PHK kepada para karyawannya. Misalnya dalam berita Kompas.com pada tanggal 19 April saja menyebutkan 1.9 juta pekerja di PHK dan dirumahkan, baik sektor formal maupun non-formal, kata Ida Fauziyah, Menteri Ketenagakerjaan RI.
Pekan lalu, penulis juga mendapat pertanyaan tentang keluhan salah satu masyarakat di Wonogiri yang merasa keberatan membayar zakat fitrah untuk dirinya dan keluarga yang ditanggungnya (5 anggota). Tempat tinggal, kendaraan, dan penghidupan selama ini ditanggung oleh saudaranya, pun saudaranya mesti menjual perhiasan untuk memenuhi keputuhan pokok makan sehari-hari. Kondisi tersebut karena ia kehilangan pekerjaan dengan profesinya sebagai sopir selama pandemi ini, artinya menganggur. Sebenarnya fikih telah mengatur tentang siapa yang wajib membayar zakat fitrah.
Apakah orang yang demikian itu tidak wajib membayar zakat dan berstatus mustahiq (berhak menerima zakat), atau sebalikya?
Dalam kitab Sahih Fikih Sunah jilid 3 karya Abu Malik Kamal bin Sayyid Salim dijelaskan, seseorang dibebani membayar zakat fitrah jika memenuhi dua syarat, yaitu Islam dan mampu untuk mengeluarkan zakat fitrah. Artinya, wajib zakat hanya bagi orang yang beragama Islam, baik anak-anak maupun orang dewasa (merdeka maupun hamba sahaya) jika mampu. Mampu menjadi syarat kedua diwajibkannya zakat fitrah kepada muslim, karenanya jika tidak mampu untuk mengeluarkannya maka tidak wajib dan berhak mendapatkan zakat (mustahiq) dengan golongan fakir-miskin. Pertanyaan, siapakah golongan orang mampu di sini?
Menurut Jumhur Ulama (Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah) sebagaimana dikutip dari kitab Mughni al-Muhtaj dan al-Mughni, batasan mampu ialah memiliki sisa dari bahan makanan baginya dan orang-orang yang berada dalam tanggungannya pada malam ‘Id dan esok harinya. Jika seseorang masih memiliki bahan makanan sebagaimana disebutkan maka termasuk orang yang mampu dan wajib mengeluarkan zakat.
Terkait dengan golongan orang yang mampu (berkecukupan), Nabi bersabda dalam hadis hasan yang diriwayarkan oleh Abu Dawud, “Barang siapa meminta-minta padahal memiliki apa yang mencukupinya maka hanyalah memperbanyak api (untuk membakar dirinya)”. Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, apa yang mencukupinya?” Beliau menjawab, “Bila ia memiliki makanan yang dapat mengenyangkannya sehari semalam.”
Sementara, Hanafiyah dan ahli ra’yu memiliki kriteria ‘mampu’ yang berbeda dari jumhur ullama. Menurut mereka orang fakir adalah orang yang tidak berkecukupan maka tidak tergolong wajib zakat dan masuk kepada golongan mustahiq, halal baginya zakat. Alasan tersebut berdasarkan hadis Nabi riwayat Bukhari, “Tidak ada kewajiban zakat kecuali dari orang kaya.”
Menurut pemahaman Hanafiyah dalam kitab Syarh Fath al-Qadir, disebut orang kaya dan wajib mengeluarkan zakat fitrah apabila seseorang memiiki satu nishab emas atau senilai denganya, selain dari tempat tinggalnya. Jadi, apabila seseorang memiliki harta senilai 85 gram emas 24 karat (misal 1 gram emas 24 karat saat ini 930 ribu [market.bisnis.com] sama dengan Rp79.050.00) maka wajib mengeluarkan zakat fitrah meskipun masih ngontrak rumahnya.
Tentu saja dalam persoalan ini, pendapat Jumhur Ulama lebih disarankan untuk dijadikan pedoman. Semoga dengan adanya penjelasan ini pembaca dapat menimbang keadaan pribadi, keluarga, tetangga, atau rekan termasuk pada golongan yang wajib mengeluarkan zakat fitrah di musim pandemi ini atau tidak wajib. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bisawab.