Sukoharjo – “Prinsip dari moderasi beragama itu adalah value atau nilai keadilan. Artinya kekerasan dalam bentuk apapun itu dilarang, baik kalau misalnya itu dilakukan oleh kelompok kita sendiri,” ujar Dr. Phill. Syaifuddin Zuhri, M.A., pembicara pada agenda Pelatihan Moderasi Beragama bagi Mahasiswa di Fakultas Ushuluddin dan Dakwah (FUD) pada Kamis (07/09).
Dr. Syaifuddin menyampaikan itu di hadapan puluhan mahasiswa yang mengikuti pelatihan moderasi beragama di Aula Fakultas Ushuluddin dan Dakwah (FUD) dengan tema “Penguatan Kultur Keberagaman Moderat Mahasiswa demi Mewujudkan Kehidupan yang Harmonis”.
Menurut Dr. Syaifuddin, nilai dari moderasi beragama itu adalah nilai keadilan. Artinya sikap moderat seseorang itu bisa dilihat dari tindakannya. Sudah adil atau belum orang tersebut.
“Nilai-nilai moderasi beragama harus tercermin dalam pikiran dan tindakan kita. Moderasi beragama adalah tentang prinsip keadilan,” jelas Wakil Rektor I, Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) ini.
Menurut Dr. Syaifuddin pula, prinsip keadilan dalam moderasi beragama ini juga tidak bisa berdasar like atau dislike, karena setiap orang berhak mendapat keadilan.
“Nilai itu harus ada dalam setiap pikiran, tentu saja juga dalam tindakan. Teman-teman boleh punya objek yang tidak disukai, tapi ketika objek itu disakiti atau diperlakukan tidak adil, maka teman-teman tidak boleh membiarkannya. Karena value dari moderasi beragama adalah soal prinsip keadilan,” jelas Dr. Syaifuddin.
Beberapa peserta seminar sempat bertanya mengenai kelompok yang anti terhadap nilai-nilai moderasi beragama. Menanggapi hal tersebut, Dr. Syaifuddin mengaku tidak khawatir sama sekali terhadap kelompok ekstrem yang memusuhi prinsip moderasi beragama.
“Sebenarnya di Indonesia, kelompok yang anti dengan sikap moderat dalam beragama itu sangat kecil sekali,” jelas Dr. Syaifuddin, “Artinya, orang yang benar-benar secara ekstrem anti terhadap tradisi, anti terhadap narasi kebangsaan, tidak perlu dikhawatirkan. Karena saya yakin Islam tetap jadi pondasi bangsa, tapi tetap menjunjung toleransi dan dalam perspektif masyarakat kita masih menjunjung kearifan lokal.”