Vera Imanti*

Di beranda facebook saya mengunggah beberapa foto dan saya tuliskan
“Apa ukuran kesuksesan kalian gaess…?
Mereka tidak muluk-muluk, kesuksan bagi mereka adalah menghafal Qur’an”

Siang itu ba’da dhuhur tim dosen dan beberapa mahasiswa jurusan Psikologi Islam IAIN Surakarta berangkat menuju salah satu pondok pesantren baru di Simo. Simo merupakan salah satu daerah di Boyolali. Pesantren tersebut baru berdiri 3 tahun yang lalu, namun santrinya hampir dari seluruh penjuru negri. Beberapa orang menyebutnya pondok pesantren tradisional. Karena tidak dipungkiri telah banyak menjamur pondok pesantren modern. Hal ini juga dapat dilihat dari fisik bangunannya, masih perlu penataan yang lebih rapi. Mulai dari masjid santriwati, dapur, kamar mandi, tempat wudhu, dll. Tapi meskipun demikian tidak serta merta menyurutkan semangat untuk terus belajar. Meskipun beberapa hal ternyata mempengaruhi semangat menghafal Qur’an nya.

Misi kami adalah melaksanakan pengabdian masyarakat. Namun kegiatan ini dilaksanakan dengan beberapa tahap. Diantaranya survey awal, kami mencari permasalahan yang terdapat di pondok pesantren tersebut. Dari latar belakang santri yang beragam ditemui permasalahan yang banyak dialami dan belum tertangani yaitu motivasi dalam menghafal Qur’an. Memang sampai saat ini penataan sistem dan manajemen pondok pesantren belum tertata dengan sempurna, termasuk target-target dalam menghafal Al Qur’an.

Setelah menemukan dan menentukan permasalahan dan target sasarannya, kami mencoba menyusun alat ukur skala untuk mengetahui motivasi santri dalam menghafal Al Qur’an. Skala yang kami buat ini kami lakukan uji coba terlebih dulu. Beberapa item gugur, namun beberapa yang lain masih dapat digunakan untuk item skala sebagai alat ukur. Kemudian skala yang sudah teruji validitas dan reliabilitasnya, kami berikan pada para santri yang berjumlah kurang lebih 80 santri. Dari sini kami dapat memetakan hasil atau gambaran motivasi mereka.

Tehap selanjutnya kami melakukan desain kegiatan yang dituangkan dalam modul kegiatan. Kegiatan tersebut kami beri nama Islamic Motivation Training atau dengan singkatan IMoT. Dalam desain kegiatan ini kami bagi dengan beberapa sesi dengan narasumber yang sesuai dengan ahlinya.

Sesi pertama diberi tema Penghafal Qur’an yang dipaparkan oleh Ust. Dr. Moh. Abdul Kholiq Hasan M.A, M.Ed dimana tema didalamnya didahului dengan memahamkan tentang Al Qur’an. Hal pertama yang dilakukan adalah mengimani Al Qur’an. Bahwa Al Qur’an adalah wahyu Allah SWT, merupakan Kalamullah, merupakan pedoman hidup, dan merupakan obat bagi manusia. Selanjutnya ada juga tips-tips untuk menghafal Al Qur’an, termasuk memberikan contoh teladan pemuda muslim di zaman Rasul. Modelling tokoh Islam ini dapat dijadikan panutan serta contoh dalam pembentukan karakter remaja saat ini.

Dari karakter dilanjutkan sesi berikutnya tentang pengenalan diri. Sesi ini dipandu oleh Vera Imanti, M.Psi, Psikolog. Sapaan yang meriah diawali, tujuannya adalah menarik atensi dari audience yaitu santri. Dalam setiap pemaparan materi, maka didahului dengan simulasi games. Pertama peserta diminta untuk menuliskan beberapa kelebihan dan kekurangannya. Hal ini dilakukan agar masing-masing individu lebih mengenal lebih dalam siapa diri mereka. Karena banyak orang yang sebenarnya belum memahami secara mendalam kondisi diri mereka masing-masing. Dengan demikian diharapkan mereka mampu memahami karakter diri, yang kemudian ditarik benang merah dengan karakter teladan pemuda muslim yang telah dipaparkan sebelumnya. Hal ini juga bertujuan membentuk karakter islami dengan menampilkan tokoh-tokoh Islam yang tidak saja dijadikan panutan, tapi juga dijadikan idola. Lalu tujuan dari memahami diri adalah meningkatkan kesadaran diri, lebih mengetahui keinginan, tujuan lebih jelas, meningkatkan motivasi internal, serta lebih siap ketika menemui perbedaan dari lingkungan. Lingkungan merupakan stimulus yang kuat dalam membentuk karakter. Dengan demikian training ini di desain untuk lebih memahami secara mendalam, termasuk lebih berani mencoba hal-hal baru yang positif.

Setelah menuliskan beberapa hal terkait dengan kelebihan dan kekurangan diri, dilanjutkan dengan melipat kertas lalu menyimpannya. Peserta diberikan selembar kertas lagi, mereka diminta untuk menuliskan terkait kelebihan dan kekurangan diri dari teman disebelahnya dalam kurun waktu tertentu. Kemudian mereka akan bertukar kertas kembali, dan mencocokkan hasil penilaian diri sendiri juga penilaian teman terhadap dirinya. Hal ini bertujuan untuk menanamkan pada peserta bahwa dalam melewati proses perjalanan hidup dibutuhkan pemahaman terkait diri sendiri juga dari orang lain. Lingkungan dapat menjadi cerminan diri ketika individu tidak mengetahui atau menyadari kelebihan diri maupun kekurangan diri. Teman dapat membantu memberi masukan, kritik serta saran. Maka sebaikanya tidak menutup diri terlalu rapat, serta mempersiapkan diri untuk bisa menerima kritik dan saran dari lingkungan.

Dalam meraih kesuksesan maka individu manapun akan melewati proses, tidak ada yang instan. Selain itu akan ditemui hambatan, maka seseorang yang ingin meraih kesuksesan maka bersiaplah untuk melewati hambatan-hambatan. Kemudian ada target, hal ini akan membantu memahami langkah mana yang akan dilalui, yang akan dipersiapkan. Lalu masing-masing individu akan melewati kesuksesan-kesuksesan kecil hingga akan kesuksesan besar. Artinya ukuran kesuksesan ini tidak ada akhirnya, pasti akan ada lagi kesuksesan-kesuksesan lain yang ingin diraih.

Tahap selanjutnya adalah menuliskan 100 mimpi di selembar kertas. Apapun cita-cita, impian, keinginan serta target yang ingin diraih, maka tulislah. Meskipun dirasa tidak mungkin, meskipun ditertawakan oleh banyak orang, maka optimislah untuk terus memiliki mimpi dan harapan. Setelah mengenal diri, membuka diri pada lingkungan, selanjutnya adalah beranilah untuk memiliki mimpi. Pada tahap ini diakhiri dengan pemutaran film motivasi jejak-jejak mimpi. Peserta terlihat semakin antusias dan semangat.

Selanjutnya pemantapan di akhir ada dua hal yang dilakukan. Games penutup, mengaplikasikan simulasi sebuah persepsi yang berbeda, sudut pandang yang berbeda, perilaku yang berbeda, maka hasilnya pun berbeda. Yang kedua, adalah penulisan ikrar dan kata-kata penyemangat diri pada suatu bidang yang disediakan oleh tim. Antusias semakin terlihat ketika kerumunan peserta tidak kunjung reda meskipun saat berbuka telah tiba. Secara emosional mereka menuliskan kata semangat, harapan , impian, dan keyakinan untuk meraih kesuksesan “Menghafal Qur’an”.

Komentar