Acara Forum Diskusi Milenial bertema “Merajut dan Memperkokoh Nilai-nilai Kebangsaan & Keagamaan” yang terlaksana di Pondok Pesantren Al-Barokah Klaten memberikan jawaban bagaimana mengisi ruang informasi dan komunikasi dengan hal-hal yang positif. Pada hari Sabtu-Minggu, 30-31 Maret 2019 diisi oleh beberapa pemateri yaitu Drs. Gun Gun Siswadi, M.Si (SAM Kominfo Bidang Komunikasi dan Media Massa), Gus Ulil Albab Djalaludin (Pakar Aswaja PWNU Jawa Tengah), Savic Ali (Direktur NU Online), KH. Abdul Ghaffar Rozin, M.Ed. (Staf Khusus Presiden Keagamaan Dalam Negeri), Rio Ardhillah, dsb.

Berisi tentang banyaknya pemanfaatan internet dalam bidang gaya hidup yaitu 87,13% untuk media sosial, dan hasil 49,52% pelakunya usia 19-34 tahun. Usia tersebut tergolong sebagai generasi Y atau milenial dan berada di usia produktif dengan jumlah 70% dari warga Indonesia. Diprediksi pada tahun 2020-2030, Indonesia memasuki Bonus Demografi, kondisi dimana meningkatnya jumlah generasi muda (milenial). Jika tidak beriringan dengan meningkatnya budaya literasi, kondisi tersebut akan memicu maraknya info hoax atau berita palsu. Setiap hari, seseorang menerima minimal 40 berita palsu entah dalam ranah agama, politik, ekonomi, dan sebagainya. Akan tetapi, baru-baru ini isu-isu politik sering disangkut pautkan dengan agama seiring dengan adanya pemilu 2019. Itu yang masalah. Maka, kita diharapkan menjadi santri milenial yang mampu saring sebelum sharing, menverifikasi dan mengecek data.

Selain itu,  menyebarkan angin segar dengan dakwah Islam yang Rahmatan lil alamin dengan konten Ahlussunnah wal jamaah. Sampai sebagai counter beredarnya berita-berita yang mengandung ujaran-ujaran kebencian. Kendati demikian, tidak hanya bermodal paham satu ayat seseorang bisa mengeluarkan fatwa atau beristinbat. Contohnya pernyataan Evie Efendi bahwa nabi itu dulunya sesat. Padahal itu hoax. Kenapa? Dalam buku Nadirsyah Hosen berjudul “Saring sebelum Sharing” dikatakan bahwa sejak kecil Nabi Muhammad SAW dijaga oleh Allah untuk tidak menyembah berhala. Sebelum diangkat menjadi nabi, Muhammad bin Abdullah mengikuti agama yang hanif (lurus) yang berasal dari ajaran Nabi Ibrahim.

Dari acara ini pula, kita dapat mengetahui bagaimana membuat konten-konten yang menarik dan inovatif dalam bentuk tulisan, video, meme, quote, infografis, dan sebagainya. Seperti yang dilakukan oleh portal keagamaan online, seperti NU Online (nu.or.id), islami.co, dan islamsantun.org. Karena dengan kecepatan informasi menuntut penyederhanaan konten agar mudah dicerna. Bukan waktunya santri milenial dilarang bergelut dengan teknologi digital, harusnya ikut menyemarakkan dakwah digital dibekali bagaimana cara menyikapi media sosial, memilah berita yang baik dan buruk, dan mengisi media daring (online) dengan konten ahlussunnah wal jamaah.

Di akhir sesi acara, kita diarahkan membuat video berdurasi maksimal 2 menit, sebagai pengaplikasian dakwah digital oleh santri milenial. Dengan konten yang mengandung pesan atau nilai-nilai yang bermanfaat, kreatif, inovatif, relevan sampai pada memikirkan target audiens. Misalnya, ada yang mengabungkan rangkaian acara dari awal hingga akhir, film pendek, mengangkat jargon ‘tuman’ yang sedang viral, video yang mengajarkan toleransi beragama, dan kutipan-kutipan kitab berisi tentang Islam santun dan toleran (salah satunya buku saku “99 Mutiara Pesantren” diterbitkan oleh PKPPN IAIN Surakarta).

 

Komentar