Hari ini umat Islam memperingati awal tahun baru kalender Islam. Momentum ini dikenal dimulai dengan 1 Muharram yang di tahun 2019 M. telah berlangsung di tahun yang ke-1441 H. Hitungan tersebut dimulai pada Kamis/Jum’at 15/16 Juli 622 M. Perhitungan kalender tersebut berdasarkan bulan yang dilakukan pada masa pemerintahan Umar ibn al-Khattab dengan berpedoman pasa hijrahnya Nabi Muhammad saw. ke Madinah. Dengan demikian, penanggalan Islam dibuat dengan momentum terpenting perkembangan Islam.
Hijrahnya Nabi Muhammad saw. dalam Islam merupakan peristiwa penting. Hal tersebut merupakan pertanda akan berkembangnya Islam setelah berarda hijrah ke Madinah. Dakwah Nabi saw. di Mekkah kurang mendapatkan respons bagus dari masyarakat di mana Islam belum mampu berkembang. Bahkan Nabi saw. mendapatkan embargo yang menjadikan seluruh umat Islam mengalami beragam kesulitan dalam kehidupan kesehariannya. Kenyataan inilah mendorong Nabi saw. memutuskan untuk hijrah ke Madinah di mana Nabi lebih diterima dengan baik.
Peristiwa ini dijadikan patokan sebagai penentuan kalender dalam Islam yang berlaku sampai sekarang. Kenyataan tersebut menjadikan beragam pertanyaan terkait tradisi penanggalan dalam Islam. Apakah tradisi kalender dalam Islam merupakan tradisi baru ataukah merupakan adaptasi dari kalender yang ada sebelumnya.
Tradisi kalender atau penanggalan tidak hanya milik Islam. Hal tersebut sebagaimana disebutkan Nachum Dershowitz dan Edward M. Reingold dalam Calendrical Calcilation setidaknya terdapat 30 sampai 40 sistem penanggalan yang digunakan umat manusia secara luas. Sejumlah model kalender tersebut berasal dari tradisi, bangsa, negara dan agama seperti kalender Mesir/Armenian, Kalender China, Kalender Tibet, Kalemder Koptik dan Etiopik. Dengan demikian, kalender yang berkembang di dunia sangat beragam.
Setiap penanggalan diawali dengan bentuk yang tidak formal seperti yang ada sekarang. Hal tersebut dijelaskan oleh Karen Bellenir yang pada awalnya pola penghitungan tidak rumit. Periodesasi yang digunakan tidak menggunakan nama bulan melainkan menamakan dengan musim yang dapat dilihat secara berulang dalam setiap tahunnya. Hal tersebut juga berlaku dalam hitungan yang lainnya seperti hari atau periode yang kemudian dikenal dengan bulan. Dengan demikian, tradisi kalender yang mapan sekarang diawali dengan tradisi yang sederhana dalam kehidupan yang mengitarinya.
Dalam catatan sejarah, masyarakat yang pertama kali menggunakan kalender adalah masyarakat Babilonia dan Mesir. Setidaknya di dalam pola kalender sudah terdapat tiga bagian terpenting yaitu hari, bulan dan tahun. Namun, dalam penentuannya masih sangat sedehana yakni dilakukan secara natural atau sederhana dengan melihat kemunculan bulan sabit. Dengan demikian, cara sederhana ini merupakan bagian dari mulainya penggunaan kalender.
Ragam kehadiran kalender juga menjadi kebiasaan masyarakat Arab Kuno. Hal tersebut setidaknya dimulai dua abad sebelum Nabi Muhammad saw. Pola kalender sudah menggunakan perhitungan luni-solar (berdasar pergerakan matahari dan bulan) yang mengadopsi dari tradisi Yahudi. Hal tersebut sebelumnya menggunakan tardisi berdasarkan bulan yang dikenal dengan lunar dan pada masa pasca hijrahnya Nabi saw. Dengan demikian, secara historis keberadaan kalender hijriyah sekarang adalah mengembalikan tradisi yang ada yakni masyarakat Arab Kuno sebelum dua abad kenabian yang menggunakan sistem lunar.
Sejarah panjang penggunaan kalender juga dijelaskan oleh para sejarahwan Islam. Hal tersebut setidaknya dapat dilihat dalam Tarikh al-Umam wa al-Mulk yang menjelaskan bahwa setiap periode kenabian mengenal tradisi pananggalan. Lebih lanjut penulis buku al-Thabari (w. 310 H.) menjelaskan bahwa penanggalan sudah dimulai sejak Nabi Adam a.s. dan kemudian dilanjutkan oleh Nabi Nuh a.s. dan kemudian oleh nabi-nabi lain seperti Nabi Ibrahim a.s. sampai Nabi Muhammad saw. Pola penghitungan adalah dengan melihat peristiwa penting yang mengitarinya seperti pada Nabi Ada a.s. dengan peristiwa diturunkannya ke bumi. Dengan demikian, Islam dan para nabi yang ada juga memulai dengan penanggalan walaupun dalam bentuk yang sederhana dengan mempetimbangkan beragan peristiwa yang mengitarinya.
Islam sebagai keberlanjutan agama samawi lainnya memiliki ajaran yang di dalamnya juga berisikan tentang persoalan kalender. Hal tersebut setidaknya ditemukan dalam Q.S. al-Taubah (9): 36 yang di dalamnya menyebut dalam setahun terdapat 12 bulan empat bulan diantaranya adalah bulan yang mulia. Kemuliaan bulan ini salah satunya adalah bulan pertama di tahun hijriyah yakni Muharram.
Kemuliaan bulan-bulan ini juga mengacu kepada kebiasan sebelum Islam dan Islam memberikan dengan cara memberikan keutamaan puasa di bulan tersebut yang bernilai tinggi yakni di bawah puasa wajib ramadhan. Hal tersebut sebagaimana keutamaan shalat wajib dengan shalat tahajjuj. Dengan demikian, Islam memberikan kemuliaan atas bulan baru.