Pesantren adalah rumah kebudayaan yang unik di nusantara. Memiliki banyak pintu untuk memasukinya. Ada banyak jendela untuk tahu apa yang sesungguhnya ada di dalamnya, secara seksama.
Dia lahir jauh sebelum negara ini ada. Bahkan sebelum lembaga pendidikan formal yang dikelola negara berdiri. Dia juga memiliki jejak sejarah penting bagi bangsa dan negara ini, meski oleh sebagian pihak dijauhkan dari ingatan sosial masyarakat dan dinding altar negara.
Bagi orang yang memiliki latar belakang ilmu antropologi akan lebih suka berlama-lama tinggal di dalam pesantren untuk lebih cermat memahami tradisi, budaya dan bahkan peradaban yang tumbuh di dalamnya.
Orang-orang yang ingin tahu tentang hakikat serta budaya yang tumbuh di pesantren dan belum pernah nyantri, telah melimpah buku-buku tentang pesantren yang bisa disimak. Pun juga banyak begawan, intelektual dan pejuang kemanusiaan yang lahir dari rahim pesantren yang bisa diselami gagasan dan gerakannya. Jumlahnya melimpah ruah. Dan pesantren itu bukan barang mati, tetapi sebagai entitas budaya yang hidup dan terus melakukan adaptasi dan adopsi atas segala dinamika dan perubahan yang terjadi. Karakteristiknya juga beraneka rupa.
Hari-hari ini, bila kita menyimak dengan seksama tayangan TV Trans7 yang menghebohkan itu, terasa sekali bahwa narasi yang disusun, nada suara yang dibangun, teks dan gambar yang dijajar, rasanya tidak sedang hendak masuk di pintu pesantren atau sekadar mengintip melalui jendelanya, agar tahu dan memahaminya.
Tetapi sebaliknya, yang terasa dari tayangan itu adalah adanya hasrat kebencian. Bukan sedang memberi nasihat atau kritik terhadap pesantren, tapi hasrat sengak yang sengaja didesahi nada kebencian akut, dijalankan oleh baluran ideologi pongah mengatasnamakan kesetaraan, rasionalitas, HAM, dan kemanusiaan.
Akun bodong dan siluman digital semakin memperkuat arus kebencian yang sengaja dibuka pintunya dari dam yang menampungnya. Operasi kebencian dan caci maki bisa menyebabkan pembunuhan fakta dan menyelapkan ingatan baik, tentang pesantren.
Dan hari-hari ini udara di lapak digital menjadi tak sehat dan bau anyir karena kasus ini. Maaf bisa saja diberikan kepada yang khilaf. Tapi, hasrat kebencian dan caci maki yang digerakkan oleh ideologi pelenyapan ingatan, serta pencemaran nama baik, perlu dicarikan jalan penyelesaian lugas dan tuntas, agar kita bisa bersama-sama melawan lupa

