“Bagaimana hukumnya menulis esai dengan bantuan chatGPT?”
Pertanyaan menggelitik itu muncul dari salah seorang santri dalam Kelas Esai yang diadakan Lakpesdam PWNU Jawa Tengah dalam rangkaian acara Forum Kader NU Jawa Tengah ke-3 dan Haul KH. M.A. Sahal Mahfudh di IPMAFA Pati (13/9). Kelas Esai ini diadakan sebagai upaya peningkatan SDM santri dan kader NU di era disrupsi.
Tiga dosen UIN Raden Mas Said Surakarta didapuk menjadi narasumber sekaligus fasilitator pelatihan di kegiatan tersebut: Syafawi Ahmad Qadzafi, Abd. Halim dan Abraham Zakky Zulhazmi.
Syafawi Ahmad Qadzafi menyampaikan apa itu esai dan perbedaanya dengan artikel ilmiah. Berikutnya, Abraham Zakky Zulhazmi mendedah kiat-kiat menulis esai termasuk kiat menulis esai di media massa.
Adapun Abd. Halim mengupas tuntas tema Islam dan Lingkungan. Tema tersebut menjadi tema esai yang nantinya akan ditulisan oleh para peserta.
Syafawi Ahmad Qadzafi menekankan esai idealnya memiliki “after taste”. Bahwa ketika esai itu selesai dibaca akan menghadirkan perenungan panjang dari pembacanya dan meninggalkan kesan yang bertahan lama.
Sementara Abraham Zakky Zulhazmi menggarisbawahi pentingnya paragraf pertama dan paragraf terakhir di esai. Paragraf pertama yang memikat akan membuat pembaca tertarik dan membaca sampai akhir esai yang ditulis, sementara paragraf akhir yang kuat akan menjadi “hook” sebuah tulisan.
Di akhir, Abd. Halim memberikan contoh esai tentang ekoteologi serta menawarkan pilihan sudut pandang ketika santri menulis tema ekoteologi.
40 santri dari pelbagai pesantren hadir di kegiatan tersebut, di antaranya santri dari Pesantren Maslakul Huda, Pesantren Mansajul Ulum, Pesantren Wadil Ulum, PMH Pusat, Pesantren Al Husna, Pesantren AL Roudloh. Hadir pula perwakilan dari IPNU-IPPNU Pati, Jepara, Kudus, Rembang, IPNU IPPNU IPMAFA, LPM Analisa IPMAFA, HSM, dan MISMAWATI.
Selain pertanyaan soal chatGPT, muncul juga pertanyaan bagaimana merangkai paragraf-demi paragraf esai agar menjadi tulisan yang enak dinikmati. Terdapat pula pertanyaan seputar kode etik dalam menulis esai. Pasalnya, esai yang kritis kadangkala memantik ketersinggungan.
Usai sesi tanya jawab, kegiatan dilanjutkan dengan penajaman materi. 40 santri dibagi menjadi 3 kelompok, masing-masing kelompok kemudian didapingi satu mentor. Tugas mentor adalah “mematangkan” gagasan santri terkait esai yang akan mereka tulis. Satu persatu santri menyampaikan ide dan gagasan mereka, yang kemudian diberi komentar dan pendalaman oleh para mentor.
Para peserta kemudian diberi waktu seminggu untuk menulis esai dengan tema ekoteologi dan mengirimkannya ke panitia. Selanjutnya, esai-esai tersebut akan dibukukan.

