Sukoharjo, 12 Mei 2025 — Suasana khidmat dan penuh kebahagiaan menyelimuti Masjid Agung Sukoharjo pada Senin malam (12/5), ratusan jamaah berkumpul dalam acara Khataman Pengajian Kitab Fathul Mu’in dengan penjelasan dari Kitab I’anatut Thalibin. Acara ini menjadi penanda berakhirnya rangkaian kajian intensif kitab fiqih klasik bermazhab Syafi’i yang telah berlangsung selama empat tahun sejak dimulai pada tahun 2021.
Kitab Fathul Mu’in karya Syekh Zainuddin Al-Malibari bukanlah kitab sembarangan. Ia merupakan rujukan penting dalam kajian fiqih Syafi’iyyah dan telah menjadi bagian dari kurikulum berbagai pesantren dan kajian ilmiah di Nusantara. Kajian ini diasuh oleh KH. Ahmad Muhamad Mustain Nasoha, Pengurus wilayah Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum Nahdlatul Ulama (LPBH PWNU) Jawa Tengah.
- Mustain, selain aktif mengajar Ilmu Hukum dan Hukum Tata Negara di Fakultas Ilmu Tarbiyah UIN Raden Mas Said Surakarta, juga merupakan pengasuh Pondok Pesantren Raudlatul Muhibbin Al-Mustainiyyah Surakarta. Kiprah keilmuannya tidak hanya terbatas pada dunia akademik. Beliau juga menjabat sebagai Pimpinan Pondok Pesantren Darul Qur’an Surakarta dan menjadi mushohhih di Lembaga Bahtsul Masail PCNU Surakarta. Ketekunannya dalam menelaah dan mengajarkan kitab kuning menjadikan beliau salah satu rujukan penting dalam diskursus fiqih dan hukum Islam di wilayah Jawa Tengah.
Sebelum menutup kajian Fathul Muin ini, KH. Mustain Nasoha menyampaikan bahwa dirinya pernah mengaji Kitab Fathul Mu’in secara langsung di dua pesantren besar, yaitu Pondok Pesantren Lirboyo Kediri dan Pondok Pesantren Fathul Ulum Kwagean Kediri. “Saya mengajar kitab ini selalu berusaha persis sebagaimana saya mengaji langsung dari para masyayikh di dua pesantren tersebut. Namun setiap penjelasan saya lengkapi dengan contoh-contoh kejadian nyata yang terjadi di tengah masyarakat saat ini,” ujar beliau.
Sebagai bentuk respons terhadap dinamika zaman, KH. Mustain Nasoha kerap menyisipkan pembahasan fiqih kontemporer saat menjelaskan matan klasik. Misalnya, ketika menjelaskan bab jual beli, beliau mengaitkannya dengan hukum transaksi kripto atau aset digital. Dalam pembahasan fiqih seputar perubahan bentuk tubuh, beliau tidak segan membahas fenomena operasi face-off atau transplantasi wajah. Begitu juga saat membahas bab nasab dan keturunan, beliau menyisipkan bahasan mengenai hukum bayi tabung dan fertilisasi in vitro (IVF) dari sudut pandang berbagai madzhab.
- Mustain juga tidak menutup diri terhadap keragaman pandangan ulama. Di berbagai kesempatan, penulis Kitab Ushul Fiqih Empat Madzhab yang berjudul Raudlul Badhi’ ini menyampaikan pendapat dari madzhab lain untuk memperkaya perspektif jamaah. “Tujuan saya adalah agar jamaah tidak sempit dalam bermazhab, tidak fanatik buta, dan mampu memahami perbedaan sebagai kekayaan umat. Tapi saya tetap menekankan bahwa dalam konteks masyarakat Indonesia yang mayoritas bermadzhab Syafi’i, pendapat Syafi’iyyah hendaknya diutamakan dalam kehidupan sehari-hari,” jelas beliau.
Pendekatan ini menunjukkan bahwa KH. Mustain tidak hanya mengajarkan fiqih secara tekstual, tapi juga kontekstual—yakni menyambungkan khazanah klasik pesantren dengan realitas kekinian. Dengan demikian, kajian Fathul Mu’in bukan hanya menjadi pelajaran fiqih, melainkan juga ruang dialog antara tradisi dan tantangan zaman.
Sebagai penutup dari rangkaian kajian yang telah berlangsung selama empat tahun ini, KH. Mustain Nasoha membacakan silsilah sanad keilmuan Kitab Fathul Mu’in, dari para guru beliau di Lirboyo dan Kwagean, hingga bersambung kepada pengarang kitab, yaitu al-‘Allamah al-Faqih asy-Syafi’i Syekh Zainuddin al-Malibari. Setelah pembacaan sanad tersebut, beliau mengijazahkan secara resmi sanad Fathul Mu’in kepada seluruh jamaah yang hadir, sebagai bentuk kesinambungan ilmu dan bagian dari tradisi keilmuan Ahlussunnah wal Jamaah yang luhur.
Acara khataman kali ini terasa istimewa, karena dihadiri oleh berbagai kalangan—dari para ta’mir Masjid Agung, para ustaz dan guru ngaji dari berbagai kecamatan di Kabupaten Sukoharjo, hingga tokoh-tokoh sepuh yang telah lama menjadi penjaga tradisi keilmuan di wilayah ini. Hadir pula dua sesepuh Masjid Agung yang dihormati, KH. Khoirul Anwar dan KH. Gufron, yang turut memberikan nuansa keberkahan dalam suasana malam itu.
- M. Joko Purwanto, S.E., selaku perwakilan pengurus DKM Masjid Agung Sukoharjo, menyampaikan rasa syukur atas berjalannya kajian ini secara istiqamah selama empat tahun terakhir. “Bukan perkara mudah menjaga semangat kajian rutin dalam kurun waktu yang panjang. Ini semua adalah karunia dari Allah dan buah dari keikhlasan KH. Mustain Nasoha beserta seluruh jamaah yang setia menghadiri kajian senin malam Selasa,” ujar beliau dalam sambutannya.
Sebagai informasi tambahan, “Takmir Masjid Agung Sukoharjo menyampaikan bahwa mulai Senin pekan depan, kajian rutin akan dilanjutkan dengan pengajian Kitab Kanzur Rāghibīn ( Mahalli ) karya Imam Jalaluddin al-Mahalli. Kitab ini dikenal sebagai salah satu syarah penting dalam fikih bermadzhab Syafi’i yang memiliki kedalaman pembahasan dan kekayaan referensi klasik. Diharapkan, dengan dimulainya kajian kitab ini, semangat para jamaah dalam menuntut ilmu akan semakin meningkat, dan tradisi keilmuan di Masjid Agung Sukoharjo dapat terus hidup serta berkembang secara berkesinambungan.” Pungkasnya, yang juga pengurus Baznas Kabupaten Sukoharjo ini.
Sementara itu, Prof. Dr. KH. Toto Suharto, M.Ag., selaku Ketua Ta’mir Masjid Agung Sukoharjo sekaligus Rektor UIN Raden Mas Said Surakarta, menyampaikan rasa terima kasih yang tulus atas kontribusi dan dedikasi KH. Mustain Nasoha dalam membersamai jamaah selama empat tahun terakhir melalui kajian rutin Kitab Fathul Mu’in. Dalam kesempatan tersebut, beliau menyampaikan bahwa kehadiran dan ketekunan KH. Mustain dalam mengajar kitab kuning tidak hanya menghidupkan tradisi intelektual Islam di lingkungan masjid, tetapi juga menjadi penyejuk spiritual yang sangat dibutuhkan oleh umat di tengah tantangan zaman yang serba cepat dan dangkal.
Ia juga menyampaikan komitmennya untuk meneruskan komunikasi dengan bagian dakwah Masjid Agung, agar upaya-upaya pembinaan dan pendampingan terhadap jamaah bisa terus dilanjutkan dan diperkuat. Menurutnya, masjid harus menjadi rumah besar ilmu pengetahuan dan pembinaan akhlak umat, tempat di mana masyarakat tidak hanya menemukan ketenangan ibadah, tetapi juga mendapatkan asupan ilmu yang mendalam, moderat, dan kontekstual. Acara ditutup dengan makan bersama yang disediakan oleh pengurus masjid.
Oleh : Joko Purwanto (Takmir Masjid Agung Sukoharjo)