Surakarta“NU bukan tempat mencari panggung. NU adalah rumah pengabdian.” Kalimat ini diucapkan dengan tegas oleh K.H. Ahmad Muhamad Mustain Nasoha, Pengasuh Pondok Pesantren Raudlatul Muhibbin Surakarta, saat mengulas pentingnya menjaga komitmen dalam Nahdlatul Ulama (NU).

Menurutnya, menjadi bagian dari NU bukanlah pilihan karier atau langkah strategis, melainkan ikrar batiniah yang menyambung ruh perjuangan para ulama pendahulu. Menurutnya, istiqamah di NU adalah bentuk kesetiaan pada Islam yang membumi, yang rahmah tapi tegas dalam prinsip.

Lebih jauh, NU bukan sekadar ormas keagamaan. Ia adalah manhaj kehidupan dan peradaban yang telah mengakar lebih dari satu abad. “NU lahir dari mata air kesucian perjuangan para wali dan ulama. Ia adalah jam’iyyah yang menjaga sanad ilmu, tradisi, dan adab,” ungkap Mustain.

Di tengah dunia yang kian pragmatis, NU justru menjadi tempat idealisme tetap hidup. Islam ala NU bukan yang keras dan beringas, tapi yang lembut, beradab, dan mampu merangkul perbedaan.

“Di NU, kita diajarkan bahwa agama tak cukup hanya dengan semangat, tapi harus punya sanad. Tak cukup dengan dalil, tapi juga dengan adab,” tambahnya.

Sebagai tokoh yang pernah menjabat Ketua LBM PCNU Surakarta (2019–2022) dan kini aktif sebagai Mushohih LBM PCNU Surakarta dan pengurus LPBH NU Jawa Tengah, Mustain menekankan pentingnya khidmah sebagai ruh utama NU.

“Khidmah itu bukan soal jabatan atau tampil di panggung. Tapi soal hadir untuk umat: mengajar, mendampingi petani, menjadi juru damai. Kadang sunyi, tapi doa mereka menembus langit,” jelasnya.

Ia menegaskan, NU melatih kadernya untuk bukan hanya pintar bicara, tapi matang berpikir dan bijak dalam bertindak. “NU bukan tempat melampiaskan ambisi pribadi, tapi tempat menyambung sanad perjuangan ulama.”

Dalam konteks sosial-politik hari ini, Mustain juga menegaskan posisi NU sebagai benteng tengah antara dua ekstrem: radikalisme transnasional dan liberalisme destruktif. “NU menjaga Islam bercita rasa Indonesia—yang ramah terhadap budaya, dan kuat dalam tradisi pesantren,” jelasnya.

Ia menyebut bahwa hanya dengan berjamaah dan berorganisasi, Islam akan tegak secara sistemik. Karena itu, ia mengajak seluruh warga NU untuk tetap setia dalam barisan.

Mengakhiri pesannya, Mustain mengajak seluruh pengurus dan kader NU untuk tidak goyah meski banyak ujian. “Kalau kecewa, bersabarlah. Kalau lelah, ingat perjuangan para muassis lebih berat. Tapi mereka tetap istiqamah karena cinta,” ucapnya haru.

Sebagai penulis buku “Nahdlatul Ulama: Sejarah, Peran, dan Pengaruh di Indonesia”, Mustain percaya bahwa NU adalah rumah besar yang akan terus relevan lintas zaman. “NU bukan hanya untuk hari ini. Ia adalah warisan untuk masa depan,” tutupnya.

Komentar