Islamsantun.org. Pada hakekatnya, peristiwa kelahiran seorang anak manusia ‎merupakan hal yang biasa terjadi di muka bumi ini. Menjadi istimewa, ‎ketika seseorang yang lahir kemudian mampu memberikan kontribusi yang ‎besar bagi sejarah peradaban manusia. Dia berhasil menggoreskan tinta ‎emas dalam catatan kehidupannya, mengubah kondisi masyarakat yang ‎penuh dengan kebiadaban, ketertindasan, ketidakadilan, kebodohan, dan ‎kemiskinan, menjadi sebuah masyarakat yang beradab, merdeka, cerdas, ‎egaliter, toleran, dan hidup dalam suasana penuh keadilan dan ‎kesejahteraan. ‎

Pelbagai catatan positif inilah yang membedakan seorang manusia ‎dengan lainnya dalam menapaki kehidupan. Dan, ini yang terdapat pada ‎diri Rasulullah Muhammad Saw. Sehingga pantas jika peristiwa kelahiran ‎beliau (Maulid Nabi) menjadi momen bersejarah yang selalu lekat dalam ‎ingatan umat Islam dan diperingati setiap tahun.‎

Masyarakat Arab Pra-Islam

Kondisi masyarakat Arab jahili pra-Islam pada waktu Muhammad ‎dilahirkan, bukanlah sebuah tatanan masyarakat yang ideal. Pelbagai ‎kebobrokan melingkupi seluruh sendi kehidupan; agama, sosial-politik, ‎budaya dan sendi-sendi kehidupan lainnya.‎

Dalam ranah agama, paham paganisme (penyembahan terhadap ‎berhala) menjadi keyakinan yang mendarah daging bagi masyarakat Arab ‎ketika itu. Bahkan, menurut catatan sejarah setiap suku memiliki berhala ‎sendiri. Takhayul bagi mereka adalah sebuah agama yang kuat, seluruh ‎sendi kehidupan mereka dikendalikan oleh takhayul.‎

Kehidupan sosial-politik saat itu juga sangat memprihatinkan. ‎Fanatisme kesukuan menjadi harga mati. Setiap orang bangga akan ‎eksistensi sukunya, sehingga tidak ada ruang bagi orang lain di luar ‎sukunya. Mereka selalu menganggap bahwa hanya suku atau kelompoknya ‎yang paling baik dan berkuasa. Maka, ketika sentimen kesukuan ini ‎dinodai, pertumpahan darah pun tak dapat dielakkan lagi.‎

Di sisi lain, masyarakat ketika itu sangat memarginalkan posisi ‎perempuan. Eksistensi perempuan tidak dihargai sama sekali. Mereka ‎dianggap sebagai warga kelas dua yang tidak memiliki harkat dan ‎martabat sebanding dengan kaum laki-laki. Keberadaan mereka, baik ‎secara sosial-politik, budaya maupun ekonomi tidaklah bebas. Bahkan ‎mereka dianggap sebagai beban hidup. ‎

Kondisi yang tidak kalah buruknya terjadi pada aspek budaya. Sejarah ‎menyebut masyarakat Arab ketika itu dengan istilah jahiliyah (masa ‎kebodohan). Ilmu pengetahuan menjadi barang langka. Masyarakat Arab ‎pada waktu itu, menganggap belajar baca-tulis adalah suatu hal yang sia-‎sia dan hanya buang-buang waktu saja. Kondisi seperti ini yang pada ‎gilirannya menyebabkan mereka berpikir sempit, lebih mengedepankan otot ‎daripada otak. Setiap persoalan diselesaikan dengan cara kekerasan, tidak ‎dengan pikiran jernih.‎

Di tengah kondisi masyarakat yang demikian rusak di berbagai sendi ‎kehidupan itulah, lahir seorang anak manusia yang kelak merombak ‎seluruh tatanan kehidupan jahiliyah, membebaskan masyarakat dari ‎kebodohan menuju pencerahan, kebiadaban menjadi keberadaban, serta ‎ketertindasan menuju kemerdekaan dengan pancaran sinar ilahi, dialah ‎Muhammad saw.‎

Semangat Pembebasan

Sejalan dengan bergulirnya waktu, pada usianya yang ke-40, ‎Muhammad Saw mendapat titah berupa wahyu dari Allah Swt. untuk ‎menjadi seorang Rasul (utusan). Mulai saat itu, Muhammad Saw resmi ‎diangkat menjadi seorang Rasul yang mengemban misi profetik, ‎menyebarkan risalah ilahiyah, menegakkan dakwah amar makruf nahi ‎munkar.‎

Sadar akan amanat yang telah diembankan kepadanya, maka ‎kemudian beliau menyusun strategi dakwah untuk membebaskan ‎masyarakat Arab dari belenggu kemusyrikan, kungkungan kebodohan, ‎cengkeraman penderitaan dan penindasan, serta memperjuangkan harkat ‎dan maratabat manusia sesuai dengan kodratnya.‎

Perlahan tapi pasti, beliau mulai mengikis paham paganisme, ‎menghilangkan kemusyrikan menuju masyarakat tauhid, mengubah ‎kepercayaan kepada takhayul menuju rasionalitas di bawah bimbingan ‎wahyu, membebaskan kaum mustadh’afin (lemah) dari ketertindasan ‎menuju masyarakat merdeka, serta mengangkat harkat dan martabat ‎perempuan sesuai dengan kodratnya sebagai manusia.‎

Dalam kurun waktu 23 tahun masa kenabiannya, beliau berhasil ‎membebaskan masyarakat dari beragam bentuk kejahiliyahan; baik dalam ‎bidang akidah, ibadah, ilmu pengetahuan, sosial-politik-ekonomi maupun ‎segala sendi kehidupan lainnya. Selama bentangan waktu tersebut, dalam ‎menjalankan misi dakwahnya, dengan dilandasi semangat pembebasan ‎‎(liberatif), pencerahan (enlightenment) dan perbaikan (reformasi) sesuai ‎dengan petunjuk wahyu, beliau sukses menciptakan sebuah tatanan ‎masyarakat madani (berperadaban) yang penuh dengan semangat religius, ‎mencintai ilmu pengetahuan, berpikir rasional di bawah bimbingan wahyu, ‎serta menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.‎

Singkatnya, kehadiran seorang Muhammad di tengah kondisi ‎masyarakat yang bobrok baik kehidupan agama maupun sosialnya, mampu ‎memberikan nuansa kehidupan baru yang lebih agamis, membebaskan dan ‎mencerahkan.‎

Akhirnya, melalui refleksi Maulid Nabi Muhammad Saw kali ini, semoga ‎di tengah musibah dan bencana yang tak henti-hentinya mendera bangsa ‎ini, di saat keutuhan sebagai bangsa dinodai oleh perilaku oknum-oknum ‎yang tidak bertanggung jawab, ketika penegakan hukum dalam tanda ‎tanya besar, semoga hadir di hadapan kita sosok manusia-manusia religius ‎yang memiliki semangat pembebasan (liberatif), pencerahan ‎‎(enlightenment) dan perbaikan (reformatif). Sehingga mampu ‎menyinergikan antara komitmen keagamaan (spiritual) dan kemanusiaan ‎‎(sosial), demi terwujudnya masyarakat religius yang menjunjung tinggi ‎nilai-nilai kemanusiaan. ‎

* Ruang Inspirasi, Selasa, 19 Oktober 2021 / 12 Rabi’ul Awwal 1443 H.

Komentar