Dalam mengarungi kehidupan, kita pasti dihadapkan dengan berbagai persoalan hidup. Ada uangkapan yang cukup menarik dari ahli hikmah bahwa dunia itu adalah rumah ujian dan cobaan, bukan rumah kemuliaan dan kebaikan/ addunyâ dâru belâi wamtihânin lâ dâru ikrâmin waihsânin. Ini artinya, bahwa selama kita hidup pasti akan dihadapkan dengan berbagai persoalan kehidupan baik itu masalah ekonomi, keluarga, problem sosial dan lain sebagainya. Ini memang dijanjikan dalam Alquran dalam Q.S al-Baqarah [02]: 155.
Ada satu babakan kisah epik yang terekam dalam sejarah bagaimana seseorang saat dihadapkan pada persoalan kehidupan yang begitu pelik. Barangkali kita bisa berkaca pada kisah ini untuk kemudian mengasah diri menjadi pribadi yang tangguh.
Alkisah, ada seorang yang di saat orang lain sibuk bekerja, dia duduk berdiam diri di masjid. Tiba-tiba, Nabi melihat orang ini dan menegurnya.
“Wahai Abu Umamah, kenapa duduk-duduk di masjid di selain waktu shalat?”
“Saya sedang ada masalah Rasulullah, saya terbelit hutang!”
“Maukah kamu saya ajarkan sebuah doa agar kamu terbebas dari masalah dan hutangmu?”
“Tentu, ya Rasulullah!”
“Baca doa ini saat pagi dan sore”
اللهم إني أعوذ بك من الهم والحزن وأعوذ بك من العجز والكسل وأعوذ بك من الجبن والبخل وأعوذ بك من غلبة الدين وقهر الرجال
Artinya, “Ya Allah, saya mohon perlindungan dariMu dari kesusahan dan kesedihan, dari kelemahan dan malas, dari penakut dan bakhil. Saya memohon perlindungan dariMu dari bertumpuk-tumpuknya hutang dan dari orang yang menghardik”
Singkat cerita, dalam sebuah hadis riwayat Abu Daud, Abu Umamah mengamalkan doa ini dan selang beberapa waktu, ia terbebas dari persoalan yang dihadapinya.
Kita bisa melihat bahwa dalam kisah ini, awalnya Abu Umamah dalam menghadapi persoalan—meminjam bahasanya Gus Ulil Abshar Abdalla—hanya pasrah pasif. Ia hanya duduk berdiam diri di masjid meratapi kesulitannya. Tanpa ada usaha mengubahnya. Namun, setelah diajarkan doa oleh Rasulullah, ia tetap menjadi pribadi yang pasrah namun pasrah yang realistis.
Yang menarik adalah isi doa yang diajarkan oleh Rasulullah. Di dalamnya, terdapat kata-kata memohon perlindungan dari sifat lemah dan malas (al-‘ajzu wal kaslu). Sikap lemah dan malas inilah yang membuat seseorang menjadi pasrah secara pasif hanya menunggu jalan keluar tanpa gerak dinamis dari diri sendiri. Orang yang pasrah secara pasif terkadang tidak bisa berfikir secara jernih dan cenderung mengutuk keadaan tanpa adanya usaha untuk berbenah.
Dari doa yang diajarkan oleh Rasulullah Saw ini kita bisa belajar bersikap pasrah namun tetap realistis melihat kenyataan seperti apa adanya, tanpa mengutuknya. Sebab, yang terjadi sekarang ini adalah akumulasi dari perbuatan-perbuatan yang kita lakukan sebelumnya. Yang diperlukan adalah introspeksi diri, kira-kira di mana letak kesalahan dan kekurangan sehingga bisa diperbaiki di masa-masa mendatang.
Mengutip pernyataan Gus Ulil Abshar Abdalla dalam bukunya yang berjudul Menjadi Manusia Rohani, bahwa kedamaian itu terjadi ketika kita bisa menerima kehendak Tuhan dengan jantan, dalam artian menerimanya sebagai sebuah kausalitas dari usaha kita yang barangkali belum maksimal. Sehingga timbul sikap perbaikan diri di masa-masa mendatang. Dalam bahasa lain Fauz Noor dalam Tapak Sabda menyatakan bahwa kebahagiaan sejati itu adalah ketika kita bisa berdamai dengan sejuta keinginan dalam hati. Sebaliknya, jika tidak bisa berdamai dengan keinginan-keinginan, maka berbagai persoalan akan muncul. Wallahu a’lam.
*Penulis buku Wajah Alquran di Era Digital