Jumat, 29 Maret 2019 saya shalat Jumat di Masjid Jami’ Pathok Negara Mlangi. Salah satu Masjid kuno di Yogyakarta yang terletak di daerah Sleman, ringroad Barat.

Kebetulan yang bertugas sebagai khatib adalah K.H. Sami’an٫ salah seorang Kyai dan tokoh kharismatik di daerah Mlangi.

Yang membuat saya tertarik untuk menuliskan pengalaman saya adalah karena khutbahnya sangat singkat dan padat. Begini isi khutbahnya.

Pertama, khatib membaca hamdalah, syahadat, shalawat dan wasiat taqwa serta ayat al-Quran.

Kedua, khatib membaca hadis riwayat Abu Darda’, begini teks hadis lengkapnya

عن أبي الدرداء – رضي الله عنه – قال: سمعت رسول الله – صلى الله عليه وسلم – يقول: (المسجد بيت كل تقي، وتكفل الله لمن كان المسجد بيته بالروح والرحمة، والجواز على الصراط إلى رضوان الله إلى الجنة)

Artinya: Dari Abu Darda ra, saya mendengar Rasulullah Saw bersabda: ‘Masjid itu adalah rumah setiap orang yang bertaqwa. Allah menjamin orang yang menjadikan masjid sebagai rumahnya dengan jaminan ketenangan dan rahmat dan memperoleh jaminan saat melintasi jembatan shirat menuju keridhaan Allah ke sorgaNya.’

Teks hadis ini diartikan oleh Khatib dengan bahasa Jawa tanpa memberikan penjelasan tambahan karena sudah jelas pesan yang disampaikan.

Ketiga, khatib melanjutkan dengan membaca Q.S al-Taubah:18 berikut artinya,

إِنَّمَا يَعۡمُرُ مَسَٰجِدَ ٱللَّهِ مَنۡ ءَامَنَ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِ وَأَقَامَ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتَى ٱلزَّكَوٰةَ وَلَمۡ يَخۡشَ إِلَّا ٱللَّهَۖ فَعَسَىٰٓ أُوْلَٰٓئِكَ أَن يَكُونُواْ مِنَ ٱلۡمُهۡتَدِينَ

Sesungguhnya yang memakmurkan masjid Allah hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta (tetap) melaksanakan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada apa pun) kecuali kepada Allah. Maka mudah-mudahan mereka termasuk orang-orang yang mendapat petunjuk.

Kemudian khutbah pertama langsung ditutup dengan baarakallah li walakum dst.

Praktis, khutbah pertama berlangsung sangat singkat yakni 2 menit 30 detik. Khutbah kedua berlangsung selama 1 menit 30 detik. Kebetulan posisi duduk saya di depan pintu utama yang ada jam dindingnya.

Ingatan saya langsung tertuju pada sebuah hadis tentang etika khutbah dari Rasulullah Saw. berikut:

إِنَّ طُولَ صَلَاةِ الرَّجُلِ وَقِصَرَ خُطْبَتِهِ مَئِنَّةٌ مِنْ فِقْهِهِ ، فَأَطِيلُوا الصَّلَاةَ ، وَاقْصُرُوا الْخُطْبَةَ) . رواه مسلم

Sesungguhnya panjangnya shalat dan pendeknya khutbah seseorang menjadi tanda tentang pemahamannya tentang agama. Maka, panjangkanlah shalat dan ringkaslah khutbah. (HR Muslim)

Ammar bin Yasir juga pernah menyatakan, “Rasulullah memerintahkan kita untuk memperringkas khutbah.”

Menurut hemat saya, khutbah semacam ini lebih baik daripada khutbah panjang lebar dan bertele-tele. Jamaah masjid biasanya tidak tahan dengan khutbah yang lama yang akhirnya menyebabkan kantuk.

Selain itu, khutbah singkat semacam ini membuat khatib (khusnya khatib pemula) selamat dari kesalahan menyampaikan pesan agama juga tidak akan terjerumus kepada pemelintiran agama untuk kepentingan pribadi maupun politik praktis.

Inilah salah satu faktor yang menginspirasi saya saat diminta khutbah di mana saja, saya selalu berusaha mengingat pesan Nabi ini, “Panjangkan shalatnya, khutbahnya yang ringkas-ringkas saja!” Wallahu a’lam.

 

Komentar