“Semua diskusi kalian di sini, saya rekapitulasi di word. Weekend saya bagikan ke ketua kelas. Yah, siapa tahu jadi wasilah belajar.” Inilah kalimat penutup saya di hampir seluruh pembelajaran online Google Classroom bersama mahasiswa di tengah wabah virus Corona.

Alkisah, tepat 2 hari pasca ditetapkannya kebijakan social distancing, Rabu 18 Maret 2020, saya mengalami tekanan psikis. Saya tiba-tiba mudah marah meski hanya dipicu oleh hal-hal kecil. Untung sekali keadaan ini segera diketahui oleh istri saya. Dia menenangkan saya melalui pesan singkat dan obrolan online mengingat posisi kami berjauhan.

Sebagai seorang dosen, saya mencari cara agar proses pembelajaran tetap berjalan maksimal di tengah wabah. Satu persatu kelas online tuntas dijalani dan selalu diikuti perbaikan minor di perkuliahan mendatang. Tidak mudah beralih dari kuliah di kelas-kelas fisik ke kelas-kelas online secara total, bahkan untuk kampus-kampus besar sekalipun. Semua orang menghadapi wabah dan semua perlu tabah.

Masa krisis ini perlu dihadapi dengan tegar sebagai bagian dari proses kita beradaptasi dengan sesuatu yang tak pasti. Boleh kiranya kita menjadi kalang kabut, karena wabah dengan efek besar baru terjadi pertama kali dalam hidup kita. Atau boleh juga kiranya kita kebingungan, karena selama ini terbiasa mengandalkan metode pembelajaran yang kita yakini paling tepat tanpa pernah berusaha menggali opsi pembelajaran lain di luar kebiasaan kita. Namun, amanah harus tetap tertunaikan, bukan?

Amanah untuk menjalani pembelajaran saat krisis perlu disikapi sebagai tantangan, alih-alih sebagai beban. Sekali waktu mengeluh, sebagai dosen maupun mahasiswa, boleh-boleh saja. Melalui perhitungan kasar dan dengan memaksimalkan sumber daya yang ada, apa yang dijalani di masa-masa sulit kelak menjadi standar ‘survival of the fittest’ bagi kita sebagai manusia.

Mengatur kelas online hingga akhir, menemani mahasiswa diskusi, menjawab pertanyaan di luar jam kuliah, merekapitulasi semua obrolan, dan tetap melaksanakan pembelajaran dengan segala keterbatasannya, adalah cara saya ‘coping with the situation’ dengan segala bahaya tekanan stres yang sewaktu-waktu bisa muncul. Semua tekanan, jika dijalani dengan pola ‘mindfulness’, saya yakin hal itu dapat menjadi kekuatan bagi kita. Semacam proses konseling oleh diri sendiri.

Akhirnya, semoga kita semua tabah menjalani amanah ini, sebagai dosen maupun mahasiswa. Semoga proses pembelajaran di masa wabah ini menjadi barokah. Semoga kita semua dijauhkan dari musibah.

Komentar