Muhammaf Alfatih Suryadilaga*
Pemaknaan atas teks-teks keagamaan yang dibingkai dalam ajaran agama sebagaimana dalam hadis cenderung sudah selesai dan banyak dikaji oleh ulama hadis. Hal inilah menjadikan kajian hadis secara tekstual tidak mengalami perkembangan. Setidaknya fenomena kajian yang ada cenderung repetitif atau mengulang-ulang. Dengan demikian, diperlukan memahami kajian teks dengan cara kontekstual atas makna sosial dan kultural.
Untuk mendapatkan makna kontekstual atas kajian keagamaan sebagaimana dalam hadis diperlukan melalui pendekatan dan metodologi sosial. Hal ini dilakukan melalui metode etnografi. Kehadiran metode ini diinisasi oleh ilmu sosiologi antropologi. Ilmun ini akan dapat mengungkap makna sosio-kultural atas interaksi dan kehidupan keseharian yang terkait pola perilaku, sistem keyakinan, bahasa dan nilai kultural. Dengan demikian, melalui etnografi ini akan membawa ke pemahaman baru atas ajaran Islam sebagaimana di dalam hadis di era sekarang.
Pola kajian di atas tidak ditemui dalam khazanah perkembangan pemahaman hadis. Hal ini setidaknya dalam kitab-kitab syarah hadis. Dengan demikian, pola kajian dalam kitab tersebut cenderung tekstual dan tetap dari masa ke masa.
Agama dan Bencana merupakan bagian penting dalam penemuan makna baru. Kajian ini menarik ketika adanya pujian oleh nitizen atas gempa di Lombok yang tetap shalat dan imam pun berpegangan tembok. Padahal dalam ajaran Islam juga dikenal akan konsep menjaga jiwa lebih didahukukan dalam menjalankan agama. Jika terjadi kematian maka apakah hal itu bisa dimaknai sebagai mati syahid atau mati bunuh diri. Dengan demikian, maka diperlukan upaya penelitian dalam mengungkapkan fenomena agama dna bencana tersebut.
Inti dari kajian etnografi adalah bagaimana peneliti dapat menjadikan sajian atas yang dikajinya secara orisinal. Walaupun dalam hal ini ada juga bias dari peneliti. Oleh karenanya dalam hal ini dikenal ada dua dimensi dalam penelitian ini yakni emik dan etik. Emik adalah bagian untuk menjelaskan fenomena kultural dalam perspektif nativ views dan etik adalah aspek eksternal yang mencoba memahami fenomena yang diteliti.
Etnografi sebagai metodologi penelitian tidak saja dapat dilakukan di masyarakat. Hal ini juga dapat dilakukan lewat dunia media sosial dan fotografi. Mereka juga adalah bagian dari masyarakat namun berbeda kultur. Oleh karenanya dalam hal ini sangat mempermudah dalal melihat fenomena kekinian atas prilaku keagamaan ummat Islam.
Makna hijrah di kalangan anak-anak millenial dan meme hadis dapat diteliti melalui ini. Tentu saja kajian atas fenomena dikaji melalui teori-teori yang ada. Inilah yang membedakan dengan penelitian ilmiah dengan yang investigasi biasa. Walaupun sama menggunakan metode dengan wawancara dan interview. Dengan demikian, perlu melakukan upaya pemahaman atas fenomena agama seiring dengan perubahan atas masyarakat yang sekarang tidak saja berada di ruang yang tertutup atau terisolasi dan terbuka di era dunia maya.
Beragam masjid di perkotaan sudah berkembang mengikuti masyarakat. Hal ini menjadikan masjid juga beradaptasi dengan pengguna atau jamaahnya. Sebuah Masjid di Malioboro suda menggunakan infak hanya dengan scan barcode. Fenomena ini menarik untuk bahan kajian kaitannya dengan pola keagamaan masyarakat kekinian. Dengan demikian, melalui beragam perkembagan kekinian akan mengisyaratkan adanya yang tetap dan yang berkembang dari ajaran Islam.
*Ketua Prodi Ilmu Hadis UIN Sunan Kalijaga dan Ketua Asosiasi Ilmu Hadis Indonesia (ASILHA)