Posisi umat manusia dalam beragama dan posisi agama di antara umat ada di dua katub: agama Tuhan (hanya Tuhan yang tahu) dan agama manusia (Tuhan dan manusia yang tahu). Agama Tuhan yang diturunkan atau berasal dari Tuhan yang berpindah kepada wilayah manusia, harus ditafsirkan dalam konteks manusia. Sebab, manusia tidak akan pernah bisa bicara tentang agama, kecuali dalam konteks manusia.
Agama yang dikhususkan untuk manusia selaiknya tak (boleh) dilepaskan dari unsur-unsur atau kebutuhan manusia, begitu juga negara tak boleh lepas dari unsur kemanusiaan-kesejahteraan-berkeadilan. Itulah cara beragama dan bernegara kita yang diperoleh dari tuntuan Pancasila.
Poin penting yang harus dilihat pada zaman kacau ini adalah dakwah keagamaan harus selalu mempromosikan wacana toleransi nan santun yang berorentasi pada prinsip dasar Islam cinta dan menegakkan wasathiyya atau umat yang moderat seperti yang digambarkan dalam surah (QS al-Baqarah [2]: 143).
Dengan demikian, etika dakwah Islam bisa didasarkan pada prinsip moderasi, keadilan, dan bersifat rasional. Bukan semata-mata yang hedonistik, utilitarianistik, dan deontologis.
Etika dakwah semata-mata harus mendasar ke ragawi yang sejalan pada prinsip Islam dalam surat al-Rahman: 7. “meletakkan neraca keadilan”, sehingga, pemangku agama merasai surga yang dicita-citakan tercipta di dunia, kebahagiaan, kenyamanan, keasyikan, dan kesejahteraan.
Semenetara itu, kita harus terus membangun paradigma demi mengupayakan rekonsilasi perdamaian keagamaan dan persatuan sesama umat manusia, yang hidup di alam semesta yang sama. Supaya cita-cita Islam, “menjunjung tinggi rasa kemanusiaan menjadi nyata”. Kita tahu, cita-cita Islam itu yang menjadi sabda nafas berkehidupan kita di dunia adalah khazanah kedamaian: bertawassut, bertawassun, i’tidal, dan bertasamuh dalam asas cinta.
Kiranya, dengan berislam berbasis cinta yang bersumber spiritualitas, menjadi kunci keberlimpahan berkah bagi sesama. Maka, sudah waktunya rukun Islam dan rukun Iman dikembalikan kepada puncaknya, yakni rukun Ihsan pilar cinta agama. Kendati, seperti sabda Nabi “cinta adalah asasku” yang menjadi alasan kita menjejaki agama Islam di semesta ini. Cinta sebagai asas manusia beragama untuk mencintai semua.[]