Alfin Miftahul Khairi*

Radar Solo (Jawa Pos Group) memberitakan seorang pasutri yang tertipu uang palsu (Rabu, 15/5). Bukan pasutri yang biasa karena usianya sudah mendekati 100 tahun. Dia lah Suroso Hadi Sumarno, 93, dan istrinya Parjinem, 83. Pedagang yang membuka kios rokok di sekitar kawasan Jebres. Meski sudah tua renta semangat untuk mencari rezeki masih menyala bak anak muda.

Pagi itu seperti biasa Suroso membuka kaos kecilnya. Jam baru menunjukan di angka 6.30. Tiba-tiba ada mobil minibus bernopol luar kota berhenti di depan kiosnya. Dengan mesin yang masih menyala seorang laki-laki muda turun dan membeli beberapa rokok. Tidak tanggung, total belanjanya Rp. 240.000.,

Belum puas dan tidak merasa berdosa, dia masih menukar uang 100 rb ke Suroso. Total kakek Suroso rugi Rp. 400.000., dengan rasa tidak menyesal bahkan tidak dendam kepada pelaku, Suroso mengikhlaskan apa yang menimpanya hari itu. Dia dan istri tetap yakin bahwa rezeki sudah ada yang mengatur. Yang mengherankan, peristiwa ini bukan yang pertama, tapi sudah berkali-kali menimpa pasangan sederhana ini.

Pernah Parjinem digendam oleh seseorang di sebuah mobil dan diturunkan di pinggir jalan. Setelah sadar Mbah Parjinem kaget bukan kepalang. Perhiasan yang dipakainya sudah berpindah tangan. Lagi-lagi dia memaafkan pelakunya. Hidup sederhana membuat pasutri tua ini selalu awet muda.

Saya jadi berfikir bagaimana jika yang menimpa mereka berdua malah menimpa kita? Mungkin kita sudah sewot dan segera melapor polisi. Suroso dan Parjinem adalah contoh sederhana bagaimana seorang muslim jika ditimpa kehilangan materi atau bahkan ditipu orang. Mereka berdua mengajarkan kepada kita bahwa pentingnya memiliki sifat qanaah dalam diri.

Nabi Muhamad saw telah mengajarkan kepada kita bagaimana kita harus bersikap terhadap harta, yaitu menyikapi harta dengan sikap qanaah (kepuasan dan kerelaan). Sikap qanaah ini seharusnya dimiliki oleh orang yang kaya maupuan orang yang miskin adapun wujud qanaah yaitu merasa cukup dengan pemberian Allah, tidak tamak terhadap apa yang dimiliki manusia, tidak iri melihat apa yang ada di tangan orang lain dan tidak rakus mencari harta benda dengan menghalalkan semua cara, sehingga dengan semua itu akan melahirkan rasa puas dengan apa yang sekedar dibutuhkan.

Contoh dari sifat qanaah yaitu puas terhadap makanan yang ada, meskipun sedikit lauk pauknya. Maka hendaklah dalam masalah keduniaan kita melihat orang yang di bawah kita, dan dalam masalah kehidupan akhirat kita melihat orang yang di atas kita. Hal ini sebagaimana telah ditegaskan Rasulullah dalam hadits yang artinya: “Lihatlah orang yang dibawah kalian dan janganlah melihat orang di atas kalian, karena yang demikian itu lebih layak bagi kalian untuk tidak memandang hina nikmat Allah yang dilimpahkan kepada kalian.” (Diriwayatkan Muslim dan At-Tirmidzy).

Sebagai penutup, sifat qanaah bergandeng erat dengan rasa syukur. Syukur terhadap apa yang telah dan akan diberikan oleh Allah SWT kepada kita. Jika kita pandai bersyukur, maka rezeki akan selalu bercucuran kepada kita. Baik materi maupun non-materi. Ditambah dengan sifat qanaah, insyallah hidup kita akan selalu damai dan tenang. Seperti kakek Suroso dan nenek Parjinem yang selalu tersenyum.

Seperti dalam hadits berikut ini. Dari Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

قَدْ أَفْلَحَ مَنْ أَسْلَمَ وَرُزِقَ كَفَافًا وَقَنَّعَهُ اللَّهُ بِمَا آتَاهُ

“Sungguh sangat beruntung seorang yang masuk Islam, kemudian mendapatkan rezeki yang secukupnya dan Allah menganugerahkan kepadanya sifat qana’ah (merasa cukup dan puas) dengan rezeki yang Allah berikan kepadanya.” (HR. Muslim)

*Dosen Bimbingan Konseling Islam, IAIN Surakarta.

Komentar