Alfin Miftahul Khairi*

 

Masih ingat dengan film dokumenter Sexy Killer? Video yang diposting di jejaring Youtube itu sudah menyentuh views di angka 22.558.400 (mungkin sekarang sudah lebih). Dengan durasi video sejam lebih, penonton disuguhi tentang bagaimana aliran listrik di pulau Jawa (pulau terpadat penduduk) bisa menyala. Semua bermula dari pertambangan batubara yang ada di pulau Kalimantan.

Video ini diposting tepat empat hari sebelum pemilu serentak dilangsungkan. Yaitu pada tanggal 13 April 2019. Entah motif dari postingan video ini hendak ke mana. Yang jelas hanya si pembuat video yang tahu. Toh itu karena mendekati pemilu agar penontonnya melonjak signifikan atau karena erat kaitannya dengan dunia perpolitikan di Indonesia saat ini. Apapun alasannya video tersebut terbukti sukses menggaet penonton dalam jumlah masif.

Dampak instan dari video ini bisa kita lihat di ranah media sosial. Saya seperti biasa lebih tertarik membaca komentar para netizen (yang maha benar itu) di kanal youtube Watchdoc Image (pembuat video). Jika dipolling dari sekian banyak komentar, jawabannya hanya mengkrucut ke satu jawaban; Ajakan golput. Meski ada komentar yang berlawanan untuk mengajak tetap mencoblos saat hari H pemilu serentak. Dan komentar lainnya.

Isu lingkungan adalah tema sentral dari film dokumenter Sexy Killer. Terutama pertambangan batubara. Bagi yang pertama kali mengetahuinya, mereka (netizen) sepakat bahwa pertambangan batubara yang ada di Kalimantan harus segera dihentikan. Karena dampak dari pertambangan tersebut merugikan masyarakat yang ada di sekitar lokasi pertambangan.

Dari banyaknya anak-anak yang tenggelam di kubangan air (lebih mirip waduk) sisa pertambangan. Berkurangnya kualitas air pengairan sawah dan kebun penduduk sampai penduduk yang masuk penjara karena memperjuangkan haknya melawan perusahaan tambang. Semua usaha nihil. Pertambangan jalan terus.

Isu lingkungan selalu menjadi primadona di negeri ini. Mari kita flashback ke belakang sebentar. Bagi yang mengikuti kasus kebakaran hutan di pulau Sumatera beberapa tahun lalu, pernahkah kita mendengar sekarang kelanjutan kasusnya seperti apa? Hilang bak api disiram air. Tenggelam diganti isu-isu yang lebih hangat terutama dari dunia perpolitikan yang penuh hujatan dan ujaran kebencian.

Saat saya masih aktif di Sahabat Lingkungan (Shalink) Yogyakarta, gerakan sayap kanan dari Walhi (Wahana Lingkungan Hidup) Yogyakarta, upaya advokasi dan kampanye lingkungan terus-menerus kita galakan. Dengan semangat 45. Pernah juga kerjasama dengan Jatman (Jaringan Advokasi Tambang), dari sana saya tahu sedikit lebih banyak tentang dunia pertambangan yang kebanyakan dampaknya sangat buruk bagi lingkungan. Freeport di Jayapura salah satunya.

Upaya advokasi yang dilakukan terutama melawan perusahaan pertambangan ibarat David melawan Goliath. Mayoritas hasilnya nihil. Karena yang dihadapi adalah pemilik modal yang mempunyai fulus tak terbatas itu. Ditambah mereka dari kalangan pejabat pemerintah atau orang yang berpengaruh di negeri ini. Sama persis dengan apa yang ada di film Sexy Killer.

Jika pertambangan batubara berhenti. Otomatis listrik di pulau Jawa kena dampaknya. Karena bahan baku PLTU di pulau Jawa adalah batubara. Masyarakat justru mudah naik pitam jika listrik yang sudah menjadi kebutuhan sehari-hari tiba-tiba mati. Sy ambil contoh. Di desa saya, Sumberwaru (masuk wilayah Kab. Situbondo, Jawa Timur), sering kena giliran pemadaman listrik. Seperti biasa, masyarakat pasti akan mencari kambing hitam. PLN terdekat adalah sasarannya. Minimal update WA stories dengan beragam emoticon horor dan mengutuk PLN. Apalagi jika pemadaman listrik sering dilakukan di kota-kota besar yang ada di Indonesia? Sila jawab sendiri. Kemudian Anda akan bertanya, apa korelasinya dengan Silent Killer? (bersambung)

*Pemerhati lingkungan dan aktif mengajar di jurusan Bimbingan Konseling Islam, IAIN Surakarta.

Komentar