MAGELANG – Majelis Masyayikh (MM) kembali melaksanakan sosialisasi Undang-undang Nomor 18 tahun 2019 tentang Pesantren serta kelembagaan Majelis Masyayikh di Asrama Perguruan Islam (API) Pondok Pesantren Salaf Tegalrejo Magelang, Senin (28/11/2022). Sosialisasi ini menjadi titik kedua di Jawa Tengah, setelah sebelumnya, pada akhir Oktober lalu pelaksanaan kegiatan serupa dilakukan di APIK Kaliwungu, Kendal pada akhir Oktober lalu.
Sosialisasi ini menghadirkan Ketua Majelis Masyayikh KH Abdul Ghofarrozin dan Anggota Majelis Masyayikh Dr KH Abdul Ghofur Maimoen sebagai narasumber serta KH Ahmad Izzudin Abdurrohman, Lc. M.Si narasumber dari API Pondok Pesantren Salaf Tegalrejo Magelang serta dimoderatori oleh Dr. KH Abu Choir, MA.
Majelis Masyayikh dalam kegiatan ini menargetkan kalangan pesantren seperti unsur Dewan Masyayikh atau Pengasuh Pesantren, baik jenjang Pendidikan Diniyah Formal (Ula, Wustha dan Ulya), Muadalah (Ula, Wustha dan Ulya), Mahad Aly di wilayah Magelang dan kabupaten/kota sekitarnya serta perwakilan Kanwil Kemenag Provinsi dan Kemenag Kabupaten. Peserta hadir sebanyak 115 orang.
Ketua Majelis Masyayikh KH Abdul Ghofarrozin M. Ed, hingga akhir tahun 2022 ini, sosialisasi terus dilakukan secara masif. Tujuannya agar, semakin banyak masyarakat pesantren terutama pondok pesantren serta pengasuh pesantren mengetahui, mengerti secara memahami subtansi dari UU Pesantren.
“Sampai sejauh mana pelaksanaannya, apa manfaatnya bagi pesantren. Hal-hal yang terkait dengan substansi dalam Undang-Undang juga dapat dipahami secara utuh,” kata KH Abdul Ghofarrozin yang akrab disapa Gus Rozin.
Gus Rozin menambahkan, prinsip dan norma dalam UU Pesantren ini diantaranya merupakan bagian dari rekognisi, afirmasi dan fasilitasi negara pada Pesantren. UU Pesantren ini juga lahir dalam rangka peningkatan kualitas pesantren baik dari segi sumber daya manusia maupun sarana dan prasarana.
“Namun yang tak kalah penting dan perlu ditegaskan, kehadiran UU Pesantren ini adalah untuk menjaga keberagaman dan bukan menyeragamkan, menjaga kemandirian dan kekhasan pesantren serta menjaga independensi dan bukan intervensi,” terang Gus Rozin dihadapan para pengasuh pesantren.
Tugas Majelis Masyayikh
Sementara itu, Anggota Majelis Masyayikh Dr KH Abdul Ghofur Maimoen melanjutkan, ada 6 tugas utama Majelis Masyayikh sesuai mandat UU Pesantren yakni menetapkan kerangka dasar dan struktur kurikulum pesantren, memberi pendapat kepada dewan masyayikh dalam menentukan kurikulum pesantren, merumuskan kriteria mutu lembaga dan lulusan pesantren, merumuskan kompetensi dan profesionalitas pendidik dan tenaga kependidikan, melakukan penilaian dan evaluasi serta pemenuhan mutu serta memeriksa keabsahan setiap syahadah / ijazah santri yang dikeluarkan oleh pesantren.
“Hadirnya Majelis Masyayikh ini sebagai bentuk rekognisi negara terhadap kekhasan pendidikan pesantren melalui proses penjaminan mutu yang dilakukan dari, oleh, dan untuk pesantren. Keberhasilan dari mutu pesantren bukan berarti ada akreditasi atau dengan ukuran-ukuran kuantitatif dan rigid (kaku) seperti namun dengan ukuran-ukuran atau kriteria minimal yang juga diketahui dan dipahami oleh pesantren.” terang Pengasuh Ponpes Al-Anwar, Sarang.
Kehadiran UU Pesantren juga secara khusus mengatur dibentuknya lembaga Majelis Masyayikh (MM) dan Dewan Masyayikh (DM). Keduanya merupakan lembaga penjamin mutu pendidikan pesantren. Kehadiran Majelis Masyayikh yang dibentuk sebagaimana amanat UU Pesantren dimaksudkan agar Pesantren mendapatkan update tentang peran Majelis Masyayikh setelah terbentuk.
“Tugasnya apa, perannya apa, lalu apa yang harus dilakukan pesantren untuk penjaminan mutu pendidikan pesantren itu. Serta tak kalah penting adalah tentunya sosialisasi dan diskusi ini bagian dari menyerap aspirasi untuk penguatan peran Majelis Masyayikh dan koordinasi antara Majelis Masyayikh dan Dewan Masyayikh,” terang Gus Rozin, Pengasuh Ponpes Maslakul Huda, Kajen, Pati ini.
Tentunya sebagaimana harapan masyarakat pesantren, Gus Ghofur juga menyampaikan dengan adanya UU Pesantren ini akan memberikan hak sipil kepada santri lulusan pesantren dengan tetap melalui lembaga penjamin mutu yaitu dewan masyayikh dan Majelis Masyayikh.
“Sehingga lulusan pesantren dapat diterima oleh semua pihak, tidak seperti beberapa tahun yang lalu ketika lulusan pesantren masih membutuhkan proses khusus ketika dia ingin kuliah ditempat lain atau ingin bekerja atau berkhidmat di tempat yang lain, penguatan lulusan pesantren juga akan menjadi salah satu fokus dari MM” imbuhnya.
Diharapkan dengan pelaksanaan kegiatan sosialisasi ini yang diwakili oleh Dewan Masyayikh mendapat informasi tentang isi UU Pesantren, perkembangan pelaksanaan, dan peran/agenda strategis yang harus dilaksanakan oleh Pesantren. Menyerap aspirasi untuk penguatan peran Majelis Masyayikh dan koordinasi antara Majelis Masyayikh dan Dewan Masyayikh. Hal lain yang menjadi tak kalah penting, stakeholder pesantren mengetahui keberadaan Majelis Masyayikh sebagai Lembaga baru dalam hal penjaminan mutu pesantren beserta tugas dan fungsinya sesuai UU Pesantren. (rls/MM)