Di penghujung waktu Asar, masyarakat berduyun-duyun ke Musola Al Iman yang terletak di dusun Gerjen Desa Pucangan Kartasura Sukoharjo. Mereka memanjatkan doa akhir tahun sebelum adzan sholat Maghrib berkumandang. Selepas berjamaah Maghrib, para jamaah sholat Taubat dan shat hajat lalu disambung dengan doa awal tahun baru hijriah.
Kegiatan bermunajat ini berlanjut pada hari asyura tepatnya tanggal 10 Muharram. Selepas maghrib, para jamaah menunaikan sholat tasbih dan dilanjutkan dengan sholat hajat serta doa hari asyura.
Apa yang bisa dipetik dari kegiatan keagamaan tersebut? Pertama, ini adalah praktik yang santun dalam mengawali datangnya tahun baru. Bermunajat artinya seorang hamba ingin mendekatkan diri kepada Allah sang pengatur waktu. Memulai tahun baru dengan berdoa semoga diberi keselamatan dan kasih sayang agar dimudahkan dalam menjalani aktivitas.
Kedua, kegiatan bermunajat yang dilakukan secara berjamaah memberi ikatan sosial yang kuat dan menunjukkan soliditas komunitas. Bisa saja doa dilakukan secara individu di rumah, misalnya. Tetapi, komunitas di kampung penulis memilih memanjatkan doa secara bersama-sama di musola.
Ketiga, bermunajat secara berjamaah tersebut memberi tekanan positif terhadap dakwah keagamaan. Seolah menunjukkan bahwa cara terbaik merayakan datangnya tahun baru adalah dengan berdoa secara berjamaah.
Sembari pulang dari musola, saya pun teringat petikan lagu sang legenda Iwan Fals, “berjamaah menyebut asma Allah. Saling asah, saling asih saling asuh.”
Ya, bermunajat dengan berjamaah itu juga menunjukkan dimensi cinta kita kepada Allah dengan cara berdoa dan memohon perlindungan. Pada saat yang sama, dimensi cinta kita kepada sesama juga tertunaikan yang mewujud dalam rasa saling asah, asih dan asuh.