Massa aksi bela Palestina terlibat bentrok dengan salah satu organisasi kemasyarakatan (ormas) di Kota Bitung, Sulawesi Utara (Sulut). Kronologi insiden tersebut berawal saat salah satu ormas merayakan HUT ke-12 di wilayah GOR Dua Saudara, Bitung, Sabtu (25/11) sore.

Ormas ini sudah mengantongi izin dari pihak kepolisian dan Kesbangpol untuk mengadakan acara kebudayaan. Namun tak lama kemudian, massa aksi bela Palestina juga mendadak melakukan aksi serupa tepat di hari yang sama. Setelah massa aksi bela Palestina melintas di lokasi acara, terjadilah kesalahpahaman dan berujung bentrokan.

Babak Pertama

Dari kedua massa aksi ini terlihat banyak bendera yang dikibarkan dan tarian didendangkan. Menurut banyak orang, bendera-bendera dan tarian tersebut sangat sensitif bilamana dikibarkan di daerah tersebut. Pengibaran bendera inilah yang menjadi salah satu motif bentrokan. Namun hal ini butuh pendalaman yang riil dan dalam.

Dalam bentrokan Bitung ini, ada satu orang meninggal dunia. Dua orang juga dilaporkan luka-luka. Apa pun motif dan dampak yang terjadi dalam bentrokan Bitung ini tidak dapat ditolerir. Sebab, bentrokan yang melibatkan massa aksi lebih dari dua puluh orang, ini tidak datang secara tiba-tiba. Oleh karena itu sulit dikendali.

Maka itu, kita sangat sedih dan menyesalkan. Masalah dukung mendukung Israel-Palestina yang sedang berlangsung di Gaza sulit dihindari karena bentuknya sangat emosional dan sensasional. Karena bernilai emosional inilah sering beralih kepada sentimen keagamaan dari berbagai kelompok yang berbeda.

Namun, konflik Israel-Palestina di Gaza itu tidak boleh dibawa ke Indonesia. Bahkan misal pun konflik Bitung bukan semata-mata karena perihal dukung mendukung Israel-Palestina, atau ada skenario motif lain, sungguh itu tidak boleh dijadikan alasan untuk konflik antar kelompok agama di manapun khususnya di Indonesia.

Tidak Boleh Dibawa Ke Indonesia

Secara nalar sungguh aneh konflik Israel-Palestina secara mendadak pecah di Indonesia, dan menjadi konflik horizontal antara sesama saudara sebangsa Indonesia. Ini tidak masuk akal dan terlalu dangkal cara melihat dan menjadikan alasan tersebut. Meski begitu, kita sebagai bangsa Indonesia harus mendahului sikap-sikap toleransi dibandingkan sikap lain untuk sekadar persoalan lain, apalagi sekadar persoalan politik.

Dalam bersikap bangsa Indonesia sudah dipercaya dan terbukti memiliki kemampuan untuk membangun kehidupan yang damai di antara yang berbeda-beda. Oleh karena itu kepercayaan ini jangan sampai dihilangkan untuk hal-hal kecil pragmatis.

Terlalu murah harganya jika kedamaian Indonesia secara tiba-tiba dirobek oleh sikap-sikap nirmoral dan skenario licik dari oknum yang mencoba menginginkan peruntungan. Terlalu murah jika budaya toleransi Bitung dicoba diberangus oleh testing politik elektoral.

Oleh karena itu, kebudayan dan kedamaian yang telah dimiliki Bitung dan bangsa Indonesia jangan pernah mau diganti dengan hal apa pun. Cita-cita Indonesia untuk menjadi negara damai dan penuh keadilan harus senantiasa tegak lurus membela keadaban luhur itu.

Minahasa harus saling menyatukan tekad berjuang bersama untuk penyelesaian masalah kemanusiaan itu. Dan saya yakin, Bitung Minahasa bisa mengembalikan nilai-nilai yang selama ini mengakar dan terjalankan seperti kedamaian, keadilan dan sikap harmonis.

Komentar