Muhammad Alfatih Suryadilaga*

Hari ini tanggal 17 Mei merupakan hari buku nasional. Peringatan tersebut terkait erat dengan pendirian perpustakaan Nasional Indonesia pada tahun 1980. Namun, momentum tersebut diperingati sejak masa pemerintahan Megawati dengan Kabinet Gotong Royong tahun 1990. Minimnya minat baca di masyarakat Indonesia merupakan alasan membuat peringatan yang bebesejarah dalam dunia baca membaca dan sekaligus kepenulisan. Dengan demikian, melalui kegiatan yang didedikasikan pada dunia perbukuan akan menjadikan semangat yang luas atas semua pihak yang ada di dalamnya.

Persoalan mendasar dalam hal di atas adalah minimnya minat baca. Hal ini setidaknya tahun 2002 ketika hari pencanangan sebagai hari buku minat baca ini hanya 18.000 dalam setiap tahunnya jauh dengan negara lain seperti China yang sudah mencapai 140.000 pertahunnya. Dengan pola inilah maka semangat membaca dan menulis akan meningkat.

Kalau di tingkat internasional peringatan hari buku dilaksanakan tanggal 23 April adalah hari Buku sedunia. Peringatan ini merupakan apresiasi Unesco atas budaya menulis dan upaya meningkatkannya di dunia. Dengan demikian, melalui gerakan peringatan ini kondisi dunia literasi semakin meningkat.

Tanggal 23 April sebagai sebuah peristiwa penting dalam dunia perbukuan. Hal ini dalam rangka memperingati peristiwa meninggalnya Miguel de Cervantes dan William Shakespeare yang terkenal dalam dunia kepengarangan buku. Dengan demikian, hal ini menjadi semangat dalam menumbuhkan literasi di Indonesia.

Literasi akan muncul jika tradisi membaca dan menulis sudah membudaya. Hal ini setidaknya masih jauh dari kenyataan karena budaya membaca di bangsa Indonesia masih rendah. Apalagi budaya menulis dalam sebuah karya baik berupa karya buku fiksi maupun non fiksi. Dengan demikian, untuk meningkatkan dunia perbukuan diperlukan upaya menumbuhkan literasi semua kalangan.

Peningkatan literasi ini dalam perguruan tinggi merupakan keharusan. Hal ini setidaknya terkait peran dosen dalam meningkatkan kualitas pembelajaran dan outpunya. Sehingga proses besar dalam perguruaan tinggi dapat dirasakan melalui buku dan karya ilmiah lainnya. Tentu, terkait peningkatan mutu literasi secara luas perlu adanya peningkatkan publikasi dosen di beragam media. Dengan demikian, melalui beragam media ini semangat literasi menjadi kebutuhan.

Dunia tulis menulis yang diabadikan dalam karya buku atau yang lainnya merupakan sesuatu yang abadi. Hal ini merupakan bagian dari sejarah dan keilmuan yang menjadi penting dan berkembang terus secara abadi. Atas hal ini seperti KH. Ali Mustafa Ya’qub, MA memiliki prinsip wala tamutunna illa wa antum katibun atau jangan sekali-kali meninggal sebelum menulis. Prinsip ini menjadikan aktifitas santri di pesantren tidak hanya berbasis pengajaran dan tradisi lesan saja. Sehingga beragam buku dan karya tentang hadis menjadi bagian keseharian dalam pesantren Darus Sunnah di daerah Ciputat Jakarta. Dengan demikian, melalui motto dan kebiasaan yang terus menerus dilaksanakan menjadikan literasi ini menjadi bagian penting.

Semangat di atas juga dapat dilihat dalam tradisi kepenulisan klasik ulama hadis. Hal ini juga disadari banyak ulama seperti Imam Nawawi (631 H.-673 H.) dalam usia yaang relatif muda meninggal kurang dari 45 tahun namun nama dan karya beliau dikenal sampai sekarang. Dengan demikian, melihat kenyataan keabadian itulah menjadikan seseorang akan menjadi kekal dikenal dan bermanfaat bagi orang lain.

Pergeseran dunia buku terus berlangsung sehingga melahirkan dunia digital. Buku yang selama ini dicetak menjadi tergerus dengan e-book dan yang sejenisnya. Hal ini menjadi tantangan pada dunia perbukuan untuk meningkatkan kreatifitasnya. Kreatifitas ini seharusnya juga mengikuti warganet yang ada sehingga buku sekarang akan lebih pupuler seiring dengan ramainya perbincangan di dunia maya.

(MAS)

Komentar