Islamsantun.org-Ramai kembali soal Gus Miftah. Pendakwah nyentrik bernama Miftah Maulana Habiburrahman kontroversial akibat ceramahnya di gereja Penjaringan, Jakarta Utara. Bahkan ia disebut kebablasan dan mengobral syariat.
Ustaz Abdul Somad juga urun komentar. Menurut dia, berpidato di Gereja itu haram dan mengorbankan akidah. Netizen atau warganet berkomentar sama. Bahkan banyak dari mereka yang mengatakan bahwa Gus Miftah itu telah kafir.
Gus Miftah dan Pengkafiran
Cercaan dan cacian terus meninggi. Apa yang dilakukan Gus Miftah teranggap terlalu toleran dan kebablasan. Tudingan demi tudingan tercipta. Mengakibatkan umat terbelah. Yang satu, menganggap Gus Miftah menjual akidah dan haram. Tetapi yang lain, menganggap Anis Baswedan yang hadir bersamanya harum.
Wajarlah Gus Miftah hadir. Apalagi menyangkut toleransi, perdamaian dan pluralisme. Yang tema-tema itu sudah menjadi amalannya sebelum menjadi kata-kata, suara-suara, di ceramah-ceramahnya.
Setuju dengan Gus Miftah, apa yang dilakukannya adalah wajar. Karena untuk menjaga kedamaian, persatuan, kesatuan, hubungan sesama anak bangsa. “Menurut saya biasa, konteksnya bukan ibadah, itu peresmian gereja. Maka saya bilang, silaturrahmi kita dengan Tuhan ya salat, silaturrahmi kita dengan kanjeng Nabi ya salawat, silaturrahmi dengan anak bangsa ya Pancasila, ucap beliau (Republika 4/5/2021).
Namanya warganet alias warga internet. Tak mungkin mendengar apa pun itu namanya klarifikasi. Mereka akan mengatakan ini itu untuk suatu apa pun. Tak harus tau konteksnya, kapasitas, dan latar belakang keilmuannya. Segalanya menjadi cuan, kesempatan dan berhak ikut komentar. Semuanya menjadi jurnalis, kiai, intelektual, dan akademisi. Layaknya punya otoritas dan kapabilitas.
Matilah kapakaran. Di tengah matinya kepakaran, hiduplah kejumudan. Kejumudan mengantar orang untuk ikut hujat-hujatan. Yang akhirnya, membawa mereka kepada keawaman dan kepandiran. Sedang kepandiran membuat orang jadi radikal.
Gus Miftah dihujat atas nama kepandiran. Sekaligus dimanfaatkan oleh kaum-kaum radikal. Tapi apakah mereka tahu, bahwa Nabi juga pernah masuk ke gereja orang Yahudi? Apakah mereka tahu Grand Syekh Mesir juga pernah ke gereja? Para raja dan sultan muslim di Arab Saudi sana juga pernah masuk ke dalam gereja?
Ceramah Gus Miftah Sumber Hidayah
Aktivitas Nabi masuk kedalam gereja telah mensyahadatkan seorang laki-laki Yahudi dan masuk Islam. Sebagaimana Nabi, Gus Miftah masuk dan berorasi dengan lembut di gereja Jakarta, juga telah menyentuh lumbung hati satu keluarga non-muslim hingga mau menjadi mualaf (Republika.co.id 5/5/2021).
“Saya sangat kagum dengan ceramah Gus Miftah di gereja beberapa hari yang lalu…setelah memutuskan menjadi muslim beberapa bulan yang lalu, jujur saya merasakan ada penyesalan di dalam hati, karena ketika saya baru mengenal Islam, saya masih dipertemukan dengan ustaz-ustaz yang menurut saya (maaf) ajarannya yang kasar dan cenderung membenci…saya yang baru mengenal Islam pada akhirnya menjadi kecewa. Setelah melihat video Gus Miftah beberapa waktu lalu, saya mulai kembali tertarik, saya semakin sadar kalau masih banyak ustaz-ustaz yang berpikiran open minded, ceramah-ceramahnya bikin hati tenang dan tentram, kata Gerard dalam pengakuannya kepada Gus Miftah (Republika.co.id 5/5/2021).
Mereka bersedia menjadi mualaf karena mendengar ceramah Gus Miftah yang adem, santuy, dan lepas dari caci-maki yang menyudutkan yang lian. Ceramahnya di gereja dengan ramah ternyata ada kebaikan dan menjadi hidayah orang untuk masuk ke jalan Islam. Tapi sebaliknya, ceramah di mimbar-mimbar dengan penuh cacian sering mengantarkan seorang muslim masuk ke jalan lain bahkan menjadi radikal, pembenci dan teroris. Kontradiktif.
Melihat kiprah dakwah Gus Miftah, Abdul Somad dan netizen Indonesia kita jadi mengerti. Bahwa dengan berislam berbasis cinta yang bersumber spiritualitas dan rasa yang ikhlas, menjadi kunci keberlimpahan berkah bagi sesama. Tapi berdakwah berbasis caci maki yang bersumber kedekilan dan rasa dengki, menjadi alasan dan sumber untuk menjadi seorang yang radikal pembenci bagi sesama.
Selengkapnya baca di I