Haji dan umrah sebagai tempat perkumpulan umat manusia terbesar di dunia memungkinkan interaksi dari beragam orang dengan segala kebaikan dan keburukannya. Hal tersebut tidak saja sebagai media persatuan umat Islam sebagaimana terjadi di Arafah puncak haji. Seluruh umat Islam terbalut kain yang sama yaitu kain ihram yang berwarna putih dan tidak dijahit dan berjumlah dua lembar saja. Kenyataan tersebut menandakan bahwa jalinan persaudaraan umat Islam di mata Tuhan adalah sama, yang membedakan hanya ketakwaannya.

Pelaksanaan ibadah yang bersinggungan dengan orang-orang yang heterogen melahirkan perlunya kewaspadaan akan penyakit tertentu. Misalnya penyakit meningitis yang menjangkit di tahun 1987. Hal tersebut menjadikan seluruh jamaah umrah dan haji harus menggunakan vaksin meningitis sampai sekarang. Upaya tersebut adalah untuk menjadikan kebaikan semua jamaah haji dan umrah sehingga dapat beribadah di Makkah dan Madinah dengan baik dan pulang dengan selamat dan sehat.

Kejadian virus Corona tahun 2020 merupakan kejadian yang luar biasa, sebuah virus yang bermula dari China kemudian menjalar ke banyak negara seperti Indonesia, Korea, dan negara lainnya. Hal tersebut menular dengan kontak sesama manusia. Tanggal 5 Maret 2020  tercatat dalam laporan Kompas yang menunjukkan korban Corona sebanyak 3.286 meninggal dan 53.688 dinyatakan sembuh dari angka yang terinveksi sebanyak 95.481 orang. Atas kasus tersebut, Khadimul Haramain al-Syarifain menutup sementara umrah dan melakukan sterilisasi kawasan dua masjid destinasi jamaah haji dan umrah dari seluruh dunia. Kegiatan di kedua masjid tersebut masih berlangsung walaupun jamaah terlihat lengang  dari sebelumnya.

Kejadian dan fenomena di atas menunjukkan bahwa merebaknya virus Corona menjadi ancaman kehidupan manusia. Wabah seperti virus tersebut juga dalam sejarahnya beragam bentuk seperti meningitis, dan lainnya yang mewabah dan mengakitabkan 10.000 jamaah haji terinfeksi virus meningitis di tahun 1987. Dalam sejarahnya tahun 1814 juga merambah wabah Thaun (https://www.asilha.com/2020/01/31/refleksi-isolasi-penderita-corona-dari-hadis-tersebarnya-penyakit-thaun/) di mana 8000 korban meninggal di Hijaz. Demikian juga wabah Hindi yang bersumber dari India yang mengakibatkan sepertiga jamaah haji pada tahun tersebut meninggal dunia.

Ragam penyakit di atas juga melanda kota di mana tempat ibadah haji dan Umrah pada tahun 1858 dan 1864. Pada kedua tahun tersebut, penduduk Hijaz mengungsi ke Mesir. Jumlah korbannya mencapai  seribu orang. Kejadian tersebut mennyebabkan pembuatan karantina khusus di daerah Makkah dan jalan-jalan lain menuju Makkah dan Madinah. Perkembangan lain di tahun 1892, angka kematian meningkat karena Colera di Puncak Arafah, banyak mayat-mayat menumpuk dan sampai di Mina menjadi Puncak wabah ini. Sedangkan tahun 1895 terjadi wabah Typus yang mirip pendemi disentri atau tifoid, wabah ini bersumber dari konvoi jamaah yang datang dari Madinah.

Kejadian penutupan umrah sementara dan fakta historis perjalanan haji yang sempat 40 kali ditiadakan di atas merupakan upaya preventif. Hal tersebut dilakukan guna mengurangi kontak fisik antar jamaah yang terjadi selama pelaksanaan ibadah umrah dan haji. Di mana dalam pelaksanaan haji sering terjadi bahkan rentan sekali penyakit menular. Kejadian yang paling dekat adalah Meningitis di tahun 1987 atau 13 tahun yang lalu. Tentu saja, jika virus Corona ini telah ditemukan anti virusnya maka seluruh jamaah haji atau umrah di masa yang akan datang akan diwajibkan menggukan anti bodi tersebut.

Penemuan wabah penyakit Corona merupakan sebuah hal yang penting untuk kemanusiaan. Hal tersebut setidaknya akan membantu kehidupan dalam skala global dan menjadikan umat manusia akan hidup aman dan nyaman dalam berinteraksi di antara mereka baik di keluarga, bangsa dan negara sendiri maupun negara lainnya. Akhirnya, haji dan umrah pun dapat berjalan lancar dan baik. Wallahu a’lam. 

 

Komentar