Setiap tanggal 16 November, dunia memperingati hari toleransi internasional. Upaya yang dilakukan PBB melalui Unesco tersebut merupakan kerprihatinan atas masih maraknya kekerasan di dunia sebagai akibat dari beragam perbedaan. Sehingga promosi tentang toleransi menjadi sangat penting dilakukan dengan memberi penghargaan atas kesuksesan pihak-pihak yang mampu menjalin ikatan toleransi dan kebersamaan.
Masih banyak di kalangan masyarakat yang tidak peduli atas fenomena toleransi. Hal tersebut dapat dilihat masih banyaknya kasus-kasus kekerasan yang mengatasnamakan agama sehingga perilakunya kurang toleran. Pemahaman atas ajaran agama yang baik dan benar menjadi sangat penting. Pertanyaannya adalah apakah Islam mengajarkan toleransi? Jika ada, bagaimana konsep toleransi tersebut tertuang dalam ajarannya baik melalui al-Qur’an maupun Hadis sebagaimana yang diajarkan oleh Nabi Muhammad saw.
Ajaran toleransi tidak berbeda jauh dengan istilah tasamuh yang berasal dari Bahasa Arab. Kata ini seakar dengan kata samaha dalam Mu’jam Maqayis al-Lugah yang diartikan dengan kemudahan dan kelayakan. Sedangkan dalam kamus lain diidentikkan dengan kata tasahala yang bermakna mempermudah.
Adapun istilah toleran berasal dari bahasa Inggris yaitu tolerate dan bahasa latin yaitu tolerare. Makna kedua kata tersebut adalah memperkenalkan atau mengijinkan. Kata tersebut dalam KBBI dikenal dengan sikap menenggang pendirian yang lain. Secara istilah, toleransi dikenal dengan mengakui dan menghormati keyakinan dan perbuatan yang lain.
Toleransi sebagaimana dijelaskan di atas juga merupakan bagian ajaran Islam. Istilah tasamuh dan derivasinya ditemukan dalam hadis. Setidaknya dalam hadis yang diriwayatkan Imam Bukhari dari Sahabat Abdullah Ibn Abbas yang memuat pertanyaan dari Rasulullah saw yakni, “Agama manakah yang dicintai Allah swt.?” Beliau kemudian menjawab “al-hanifiyyah al samhah” yaitu agama yang lurus dan toleran.
Hadis di atas menjelaskan toleransi dalam Islam itu dapat dilihat dalam berbagai aspek. Setidaknya adalah aspek aqidah maupun aspek lain seperti aspek ibadah dan aspek muamalah atau hubungan sesama manusia. Oleh karenanya Nabi Muhammad saw. juga menjelaskan tentang agama itu mudah dan jangan mempersulit diri. Informasi tersebut dapat dilihat dalam riwayat Abu Hurairah.
Kecenderungan keberagamaan kekinian adalah menjalani kehidupan yang mempersulit diri dalam beragama.
Konsep toleransi dalam Islam di atas juga diperkuat dalam al-Qur’an. Setidaknya ada dua ayat yang menjadi pedoman dalam persoalan akidah dan ibadah. Kedua ayat tersebut adalah dalam Q.S. dan Q.S. al-Baqarah (2): 256 yang berisikan tentang tidak adanya pemaksaan dalam beragama dan Q.S al-Kafirun (109): 6 yang menyatakan ‘bagi kalian agama kalian dan bagi kami agama kami.’
Pemahaman ini juga sejalan dengan nama agama Islam itu sendiri yang berasal dari makna yang merujuk pada kedamaian. Hal tersebut juga sesuai dengan misi diutusnya Muhammad saw. sebagai Rasul dan Nabi Allah swt. Misi tersebut adalah Rahmat bagi alam semesta. Islam hadir bukan dalam rangka menghapus agama-agama lain yang sudah ada eksistensinya di muka bumi ini. Islam memberikan kebebasan pilihan kepada manusia seraya menunjukkan bukti tentang kebenaran Islam.
Pemahaman atas misi risalah di atas sering tidak dipahami dengan baik oleh masyarakat. dalam bahasa Alquran, Tuhan pun tidak menginginkan seluruh penduduk bumi ini beriman semua. Sehingga pola-pola pemaksaan atas seseorang untuk mengikuti ajaran Islam atau dalam konteks keimanan kepada Allah swt. bukan jalan yang diperintahkan Tuhan. Hal tersebut dapat ditelusuri dalam Q.S. Yunus (10): 99.
Sejalan dengan pendapat ini, nabi Muhammad saw. menegaskan pentingnya berbuat baik kepada semua pihak sebagaimana diisyaratkan dalam hadis yang diriwayatkan Imam Abu Dawud. Pesan dalam hadis tersebut adalah irhamu ahla al-ardi yarhamukum man fi al-sama’ (Welas asihlah kalian kepada penduduk bumi niscaya yang di langit akan welas asih kepada kalian).
Ajaran kasih sayang ini sesuai dengan sifat yang ada pada Allah swt. Sehingga kasih sayang ini harus ditumbuhkan oleh umat manusia kepada siapapun manusianya itu. Hal inilah yang sekarang sudah memudar di kalangan manusia. Manusia cenderung mempertahankan keyakinannya masing-masing dengan tanpa memahami perasaan orang-orang di sekitar mereka.
Nu’man bin Basyir dalam Sahih Bukhari mengemukakan sabda Nabi Muhammad saw. ‘Perumpamaan orang orang mukmin dalam hal saling mengasihani dan saling cinta bagaikan tubuh. Anggota tubuh ada yang mengeluh tidak nyaman, seluruh anggota badan lainnya gelisah, panas dan demam.’
Untuk menumbuhkan sikap toleran dalam diri sendiri, setidaknya sikap berikut menjadi penting dilakukan, yaitu: lapang dada menerima perbedaan dan menganggapnya sebagai adalah rahmat. Selain itu, penting juga sikap tidak membeda-bedakan teman yang berbeda keyakinan, menghormati orang lain yang sedang ibadah, dan tidak membencinya serta tidak menyakiti perasaannya atas orang yang berbeda pemahaman dan keyakinan.
Manfaat atas toleransi dalam kehidupan manusia dapat sangat banyak. Di antaranya adalah terhindar dari perpecahan, dan memperkuat tali silaturrahmi. Kehidupan toleransi ini pun harus dilaksanakan sejak dini baik di lingkungan keluarga maupun pribadi masing-masing. Bukankah jika toleransi di internal sendiri dalam keluarga tidak berjalan baik maka akan melahirkan bahaya perpecahan dalam keluarga seperti perceraian. Inilah pentingnya menanamkan sikap toleran dimulai dari lingkup yang paling kecil seperti keluarga. jadi, toleransi atau tasamuh menjadi inti bagian ajaran Islam dan sesuai misi kerasulan Muhammad saw. Hal ini harus selalu diinplementasikan di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dengan masyarakat majemuk sehingga terciptalah kehidupan yang harmoni.
Dalam sejarah kenabian, kita juga bisa menyaksikan betapa Nabi itu sangat toleran. Dikisahkan bahwa seorang beragama Yahudi meninggal dan jenazahnya lewat di depan Nabi saw. dan para sahabatnya. Melihat hal tersebut, kemudian Nabi saw. berdiri untuk menghormati jenazah tersebut. Spontan para sahabat pun bertanya, jenazah tersebut bukan beragama Islam ya Nabi? Kemudian Nabi Muhammad saw. pun menjawab, “Apakah itu bukan manusia.” Peristiwa ini menunjukkan pentingnya berbuat baik kepada sesama manusia tanpa pandang bulu.
Meneladani Nabi saw. dalam toleransi dan tasamuh menjadi hal yang langka di era kekinian. Teladan itu harus dipahami secara komprehensif atas ajaran yang dibawa baik Alquran maupun Hadis. Bukankah sikap toleran juga ditunjukkan oleh ulama atas ragam pendapat yang berbeda-beda? Bukankah perbedaan itu merupakan rahmat? Rahmat inilah menjadikan kebaikan bagi seluruh dimensi kemanusiaan.