Abd. Halim*
Sudah disepakati para ulama bahwa tugas berdakwah/mengajak kepada kebaikan dan kebenaran adalah tugas semua individu muslim yang memiliki kemampuan. Dalam mendefinisikan dakwah, para ulama beragam mendefinisikannya.
Shalilh Al-Mursyid mendefinisikan dakwah dengan, “menyampaikan ajakan Islam kepada manusia di setiap waktu dan tempat dengan cara dan media yang sesuai dengan kondisi orang-orang yang didakwai”.
Yang menjadi persoalan adalah metode dakwah seperti apa yang seharusnya dilakukan oleh seorang da’i ketika hendak berdakwah? Dalam hal berdakwah, sudah sepatutnya, kita meniru dakwah yang dicontohkan Nabi Muhammad Saw.
Metode dakwah yang dicontohkan Nabi di antaranya adalah: Pertama, Nabi sangat mencitai kedamaian dan tidak suka kekerasan dalam berdakwah. Dalam banyak hadis, Nabi menyeru tentang perdamaian. Ufsus salâm (tebarlah salam/perdamaian). Ketika ada jalan damai, maka Nabi akan menempuh jalan damai ketimbang perang atau kekerasan. Hal ini terlihat dalam perjanjian Hudaibiyah yang secara politis nampak merugikan umat Islam, tetapi Nabi tetap memilih jalan damai genjatan senjata daripada berperang. Sikap Nabi yang diplomatis ini dipuji oleh Allah dalam Q.S Al-Fath: 4-10 dan terbukti dakwah Islam berkembang pesat setelah perjanjian tersebut.
Kedua, menghargai keragaman. Ketika sampai di Madinah, Nabi dihadapkan dengan masyarakat yang beragam, di antaranya kaum Anshar, Muhajirin dan kaum Yahudi yang terbagi dalam banyak suku. Di tengah-tengah masyarakat yang majemuk itu, Nabi dalam berdakwah lebih mementingkan kemaslahatan bersama ketimbang kemaslahatan kolompok muslim saja. Dalam piagam Madinah yang terekam dalam kitab Syirah Ibnu Hisyam, disebutkan bahwa Nabi menyatakan secara tegas bahwa penduduk Madinah yang terdiri dari berbagai macam suku dan kabilah adalah bangsa yang satu, Innahum Ummatun Wâhidah.
Piagam Madinah yang mencakup 47 pasal berisi hak-hak asasi manusia, hak dan kewajiban bernegara, hak perlindungan hukum, sampai toleransi beragama. Jika dipersingkat, isi dari surat perjanjian tersebut adalah sebagai berikut: Jaganglah kaum Yahudi mendengki kaum Muslimin dan sebaliknya janganlah kaum Muslimin mendengki mereka; Janganlah kaum Yahudi membenci kaum Muslimin dan sebaliknya janganlah kaum Muslimin membenci mereka; Hendaknya kaum Yahudi bersama-sama kaum Muslimin hidup dalam satu bangsa; Kaum Yahudi dan kaum Muslimin masing-masing merdeka mengerjakan agamanya dan masing-masing janganlah saling mengganggu; Jika kaum Yahudi diserang oleh musuh dari luar, maka wajib membantu mereka. Sebaliknya, jika kaum Muslimin diserang dari luar, maka kaum Yahudi wajib juga membantu mereka; Jika kota Madinah diserang oleh musuh dari luar, kaum Yahudi dan kaum muslimin harus mempertahankannya bersama-sama. (Moenawar Chalil, 2009). Dalam konteks Indonesia yang masyarakatnya majemuk, para pendakwah sangat penting menerapkan dakwah Nabi yang menghargai perbedaan dan keragaman ini.
Ketiga, Dakwah Nabi dilandasi kasih sayang dan kecintaan kepada orang yang didakwahnya. Banyak riwayat-riwayat yang menceritakan bagaimana sikap Nabi ketika menghadapi orang yang menolak dakwahnya dan bahkan menyakiti Nabi. Ketika Nabi berada di Mekkah dan mendapatkan tekanan dan gangguan dari kaum musyrik, ada sahabat yang geram dan meminta Nabi agar berdoa kepada Allah supaya mereka mendapatkan adzab dari Allah, namun Nabi dengan santai menjawab, “Saya tidak diutus oleh Allah untuk melaknat tetapi saya diutus untuk mengasihi manusia”. Kisah lain yang menunjukkan bahwa dakwah Nabi dilandasi dengan kasih sayang adalah ketika Nabi pergi ke Thaif untuk berdakwah. Ternyata perlakuan masyarakat Thaif sangat kasar dengan melempari Nabi batu. Nabi tidak memiliki rasa dendam dan tidak menuntut balas kepada mereka bahkan Nabi mendoakan mereka dengan doa kebaikan, ‘Ya Allah berilah kaumku petunjuk karena mereka tidak mengetahui.’ Begitulah dakwah Nabi yang dilandasi sikap kasih sayang dan cinta.
Jika ada pendakwah menggunakan kata-kata kasar, menebar kebencian antar sesama, maka siapakah sebetulnya yang ia tiru? Bukankah dakwah Nabi Muhammad Saw adalah dakwah yang santun penuh kasih dan kedamaian. Wallahu A’lam.