Salah satu dampak dari kemudahan jaringan internet adalah terkoneksinya kita dengan berbagai aktivitas di tempat lain. Walaupun kita sedang di dalam perjalanan, asal kita terkoneksi internet, maka kita bisa menikmati tayangan langsung sepak bola atau kegiatan pengajian ketika aktivitas tersebut disambungkan ke media sosial. Agama, internet dan media sosial menjadikan ruang hidup kita seperti tak ada jarak dan batasan waktu.

Keseharian kita sekarang ini pun hampir tidak lepas dari terhubung dengan media sosial. Aktivitas yang kita lakukan di daerah x dengan mudahnya bisa dilihat dan dikomentari teman kita bahkan di luar negeri yang berjarak ribuan kilo meter. Ini menjadikan media sosial menjadi sarana untuk berkomunikasi secara cepat dan mudah dimanapun dan dengan siapa pun.

Data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII, 2018) menunjukkan bahwa 171,17 juta (64,8 % dari total populasi penduduk Indonesia yang berjumlah 264,16 juta) warga Indonesia adalah pengguna internet. Bisa jadi, mereka adalah yang selama ini disebut sebagai netizen yaitu warga dunia maya. Betapa besarnya jumlah mereka. Tidak heran jika dunia media sosial kita tidak kalah riuh dengan dunia nyata sehari-hari.

Kemudahan dalam bermedia sosial memunculkan dua dampak yang berbeda. Pada satu sisi, media sosial bisa menjadi alat untuk menjadikan penggunanya hidup dengan kedamaian dan kebahagiaan. Pada sisi yang lain, penggunaan media sosial juga bisa menjadi ancaman ketika digunakan untuk tujuan yang negatif. Ibaratnya, kita sebagai pengguna memiliki kesempatan untuk menggunakan media sosial untuk tujuan kebaikan dan keburukan.
Berawal Dari Jari

Ya, semua bermula dari jari jemari yang kita gunakan untuk bermedia sosial. Manusia lah yang berada di balik media sosial. Kita punya pilihan untuk melakukan kebaikan dan keburukan pada saat yang sama. Maka, tepat sekali ketika Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa tentang bagaimana sebaiknya bermuamalah di media sosial. Salah satu poinnya adalah larangan untuk menyebarkan fitnah, ujaran kebencian hingga permusuhan di media sosial.

Jika media sosial adalah wajah kita di dunia maya, maka kita patut berhati-hati dengan jari yang kita gerakkan untuk mencari, membaca hingga membagikan link berita atau bahkan dalam menulis sesuatu di media sosial. Apa yang kita tulis di media sosial mencerminkan pikiran kita. Karena itu, kita juga bertanggung jawab atas apa yang bagi atau kita tulis di media sosial.

Ibu jari kita adalah nikmat Tuhan yang luar biasa. Dalam keseharian, kita biasa menggunakan ibu jari untuk memberikan pujian atau menunjukkan rasa suka terhadap sesuatu. Di media sosial, ibu jari kita punya kesempatan yang sama untuk menyebarkan perdamaian atau justru menebalkan rasa permusuhan atau kebencian. Jika setiap kenikmatan akan dimintai pertanggungjawaban kelak di akhirat, maka mari kita gunakan ibu jari kita untuk berbuat hal bermanfaat, bukan untuk mendatangkan mudhorot.

Komentar