“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa…”
(Q.S. Al-Hujurat: 12)

Di antara sebab kegalauan hati setiap orang adalah munculnya prasangka (negatif) atau buruk sangka. Ya, prasangka, sebuah sikap menduga-duga sesuatu yang belum pasti kebenarannya, tetapi seolah-olah benar adanya. Prasangka yang diperturutkan akan membuat hati resah, jiwa gelisah, pikiran tak tenang, batin pun tersiksa.

Seseorang yang selalu berprasangka negatif terhadap orang lain, tidak akan pernah merasakan ketenangan batin serta jauh dari perasaan bahagia.

Tepat sekali apa yang disabdakan Nabi Saw, “Hati-hatilah kalian dari prasangka karena prasangka itu merupakan perkataan yang paling dusta. Janganlah kalian saling mengintai kesalahan, dan jangan pula saling merasa diintai, jangan pula berlomba-lomba (dalam kehidupan duniawi), jangan saling mendengki dan saling bermusuhan serta jangan pula saling bertolak belakang, dan jadilah kalian hamba-hamba Allah SWT yang bersaudara.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam hadits tersebut, Nabi Saw mewanti-wanti kita semua agar menjauhi prasangka. Beliau menyebut prasangka sebagai perkataan yang paling dusta. Sedangkan dusta, dalam hadits lain disebutkan sebagai jalan menuju kejahatan, yang akan menjerumuskan pelakunya menuju neraka.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering menjumpai orang-orang yang gemar menebar gosip, berita bohong, bahkan fitnah. Setiap kali ada isu tertentu tentang seseorang, yang belum tentu benar adanya, apalagi orang yang diberitakan tersebut adalah orang yang dibencinya, maka para penebar berita bohong ini pun seakan mendapat angin segar. Mereka memoles, menambah dan mendramatisir isu tersebut kemudian menyebarkannya kepada siapa saja yang dijumpainya. Mereka berharap orang-orang yang mendengar ceritanya akan mempercayainya, sehingga bertambahlah jumlah orang yang membenci ‘musuh’nya tersebut. Kepuasan yang mereka dapatkan adalah ketika orang yang dibencinya benar-benar dalam kesusahan dan penderitaan.

Pada hakekatnya, orang-orang seperti ini, yang senang menebar prasangka, menghembuskan berita miring, menciptakan isu tak sedap tentang seseorang, adalah orang-orang yang tengah sakit jiwanya, merana batinnya. Mereka menari-nari di atas penderitaan orang lain. Mereka berpesta di tengah duka dan nestapa orang lain. Mereka tertawa di tengah deraian air mata orang lain. Sungguh, mereka adalah orang-orang yang hina.

Apakah mereka tidak sadar, bagaimana jika hal tersebut, yakni berita bohong, isu tak sedap, bahkan fitnah itu menimpa mereka. Masih bisakah mereka tertawa. Masih adakah senyuman tersungging di bibir mereka. Atau masihkah ada raut cerah di wajah mereka?

Hanya ada satu jawaban untuk beberapa pertanyaan tersebut. Tidak. Ya, tidak mungkin seseorang yang tengah dirundung masalah, ditimpa fitnah, diterpa isu tak sedap merasakan kebahagiaan dalam dirinya. Teror mental dan beban psikis itu terlalu berat. Bahkan, seseorang yang tengah diterpa fitnah, untuk sekedar keluar rumah pun berpikir beberapa kali. Mereka malu kepada orang-orang di sekililingnya, terkait isu yang menimpanya. Betapa berat beban orang-orang yang tengah dihujani prasangka buruk.

Prasangka buruk terhadap orang lain biasanya disebabkan oleh rasa iri atau tidak suka terhadap orang tersebut. Dalam pandangan orang yang iri atau tidak suka terhadap seseorang, maka apa pun yang dilakukan orang yang dibencinya, tidak tampak kebaikan sama sekali. Seolah-olah apa pun yang dilakukannya adalah salah. Prasangka buruk yang dibiarkan berlarut-larut bisa menimbulkan fitnah. Inilah alasan kenapa prasangka buruk harus kita jauhi.

Pada hakekatnya, para penebar prasangka buruk itu hanya merasakan kesenangan sesaat. Dari dalam lubuk hatinya sama sekali tidak ada perasaan bahagia. Karena, bahagia tidak akan pernah hadir pada diri seseorang melalui tindak kejahatan yang dilakukannya. Kepuasan yang mereka rasakan, karena berhasil meyakinkan orang lain tentang berita yang disebarkannya, sama sekali tidak akan melahirkan perasaan bahagia. Hanya kesenangan sesaat yang semu yang akan dirasakannya. Maka, sekali lagi tepat pesan al-Qur’an: “Jauhi Prasangka!”

Wallahu a’lam…

* Ruang Inspirasi, Kamis, 26 Agustus 2021.

Komentar