“Di antara manusia ada yang mengatakan: “Kami beriman kepada Allah dan Hari kemudian”, padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman.Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, pada hal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar. Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta.” (Q.S. Al-Baqarah: 8-10)

Dalam kehidupan ini tidak sedikit manusia yang menampakkan sesuatu secara lahiriah tetapi bertolak belakang dengan kondisi batiniahnya.

Seperti digambarkan pada ayat di atas. Ada orang-orang yang menyatakan diri sebagai orang yang beriman, padahal sesungguhnya hati mereka ingkar dan menolak untuk beriman.

Mereka ini dalam bahasa al-Qur’an disebut dengan istilah munafiq. Kata munafiq merupakan kata benda pelaku (isim fail) yang berasal dari kata nafaqa, yang berarti masuk ke dalam agama dari satu pintu dan keluar darinya melalui pintu lain.

Kata nafaqa dengan berbagai bentuknya yang menunjukkan makna kemunafikan disebut sebanyak 37 kali dalam al-Qur’an.

Jika kita cermati rangkaian ayat di atas, maka akan kita jumpai karakter orang-orang munafik, serta sebab yang melatarbelakangi lahirnya karakter tersebut.

Redaksi yang menyatakan bahwa ada orang-orang yang menyatakan diri sebagai orang yang beriman, padahal sesungguhnya mereka bukanlah orang-orang yang beriman, menunjukkan bahwa di antara karakter orang-orang munafik adalah tidak sesuainya antara pengakuan dan kenyataan, berseberangannya antara ucapan dan tindakan, serta bertolak belakangnya antara lisan dan hati.

Singkatnya, orang-orang munafik (hipokrit) adalah mereka yang memiliki ‘dua wajah’ atau berkepribadian ganda. Di satu sisi mereka tampak begitu baik perangainya, tetapi di sisi lain, sesungguhnya mereka sangat buruk perilakunya.

Orang-orang munafik adalah mereka yang mengenakan topeng kebaikan untuk menutupi keburukan dirinya. Mereka tampakkan sikap bersahabat, padahal sesungguhnya mereka sedang berusaha untuk menyembunyikan sikap kebencian dan permusuhan.

Rasulullah Saw. memberikan gambaran kriteria tentang karakter orang-orang munafik melalui sabdanya, “Tanda orang munafik itu ada tiga: jika berbicara dusta; jika berjanji dia mengingkari; dan jika dipercaya berkhianat.” (HR. Muslim)

Selain ketiga sifat yang disebutkan Rasulullah Saw. tersebut, al-Qur’an dalam surat an-Nisa’: 143 menegaskan bahwa sikap lain dari orang-orang munafik itu adalah tidak memiliki pendirian yang teguh, mudah goyah dan gampang terombang-ambing (mudzabdzab). Mereka adalah tipikal oportunis, yang hanya mementingkan diri sendiri. Karena tidak memiliki pendirian yang tetap, maka orang-orang munafik sulit menjalin hubungan persahabatan sejati dengan orang lain. Mereka tidak jarang mengkhianati dan mengorbankan orang lain demi kepentingan dirinya sendiri.

Dalam konteks sejarah peradaban Islam masa Rasulullah Saw., orang-orang munafik inilah yang menghancurkan Islam dari dalam. Karena, mereka adalah orang-orang yang sangat sulit dideteksi keberadaannya. Mereka biasa berkumpul bersama Rasulullah dan para sahabat. Tetapi, mereka tidak sepenuh hati mengikuti ajaran Rasulullah. Mereka inilah yang seringkali membocorkan rahasia yang telah disepakati oleh Rasulllah dan para sahabat.

Sejarah mencatat, Abdullah bin Ubay adalah salah satu tokoh munafik yang sengaja masuk ke dalam tubuh umat Islam untuk menghancurkan Islam dari dalam.

Adapun sebab-sebab lahirnya sikap munafik di sebutkan oleh al-Qur’an dalam rangkaian ayat selanjutnya, yaitu adanya penyakit di dalam hati orang-orang tersebut. Adapun penyakit yang dimaksud oleh ayat tersebut menurut Ibn Aslam, sebagaimana dikutip oleh Muhammad ‘Ali Al-Shabuni dalam Shofwat al-Tafasir, adalah penyakit dalam agama, bukan penyakit fisik, yaitu keraguan dalam beragama. Karena keraguan yang mereka pelihara tersebut, maka Allah tambahkan kesesatan dalam diri mereka. Hingga akhirnya mereka benar-benar tersesat.

* Ruang Inspirasi, Selasa, 11 Mei 2021 / 29 Ramadan 1442 H.

Komentar