Islamsantun.org – Suatu ketika, Kanjeng Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam bertanya kepada seorang tawanan perempuan. “Siapakah Anda?” Perempuan itu menjawab, “Saya anaknya ini dari ini … ” Dari percakapan itu Nabi paham bahwa tawanan perempuan itu anaknya orang terpandang. Lantas Nabi berpesan kepada para sahabat,
ارحموا عزيز قوم ذل ارحموا غنيا افتقر ارحموا عالما ضاع بين الجهال
“Welas asihlah kalian kepada tiga golongan: 1. kalangan (yang awalnya) terpandang yang menjadi kalangan rendahan 2. Orang kaya yang jadi miskin 3) Orang alim yang hilang (tak bisa berbuat apa-apa) di tengah-tengah orang bodoh.
Nabi tampaknya paham kalau tiga kelompok ini rentan direndahkan, dibulli, dicibir dan dicacimaki sehingga berpesan agar diwelas-asihi. Nabi seringkali hadir membela orang-orang yang dikucilkan secara sepihak karena beberapa kondisi ini.
Kisah lain misalnya Durrah binti Abu Lahab yang memilih masuk Islam menentang pilihan kedua orang tuanya yang kufur dan diabadikan di dalam Q.S al-Lahab. Menyandang sebagai anak Abu Lahab, tidak mudah bagi Durrah untuk bergaul dengan sesama masyarakat muslim kala itu. Sesampainya di Madinah sebagai Muhajirin, Durrah mendapat cibiran dan celaan oleh beberapa wanita dari bani Zuraiq karena kesalahan orang tuanya. Tetapi persoalannya, apakah kesalahan itu diwariskan? Tentu tidak. Setiap anak yang lahir, dilahirkan dalam keadaan fithrah, begitulah pesan Nabi.
Di saat kegelisahannya menjadi cibiran sebagian masyarakat, Durrah mengadu kepada Rasulullah dan Rasulullah pun membela Durrah yang masih terbilang keluarga Rasulullah saw.
Setelah mengimami shalat Zhuhur dan duduk di atas mimbar, Rasulullah pun bersabda, “Wahai, orang-orang, mengapa aku diganggu atas keluargaku? Demi Allah, sungguh syafaatku akan diperoleh kerabatku, bahkan Shada, Hakam, dan Salhab pun akan memperolehnya pada hari kiamat.”
Durrah pun sering belajar kepada Sayyidah Aisyah dan termasuk shahabiyah yang meriwayatkan hadis dari Nabi Muhammad Saw.
Kejadian yang sama terjadi pada sahabat Ikrimah bin Abu Jahal. Saat hijrah ke Madinah dan hendak bergabung bersama barisan Rasulullah Saw. Ia mendapatkan perlakuan yang kurang enak. Sebagian masyarakat Madinah mengolok-oloknya sebagai ‘anak fir’aun’. Hal ini kemudian diadukan kepada Nabi Muhammad dan menjadi salah satu sebab turunnya Q.S al-Hujurat: 11 tentang larangan mengolok-olok, mengejek, dan merendahkan orang lain.
Alhasil, Ikrimah menjadi salah seorang terkdmuka yang membela Rasulullah dan juga menjadi salah satu periwayat hadis Nabi Muhammad Saw.
Akhirnya, saya mengamini pernyataan Gus Baha, bahwa keburukan orang tua itu (semestinya) tidak diwariskan kepada anaknya. Kadang ada orang tua maling, anaknya jadi orang shalih. Sebab, semua orang tua pasti menginginkan kebaikan bagi anaknya sekalipun dia perampok. Semoga bermanfaat.