Buya Hamka dalam karyanya “Pribadi Hebat” menuturkan, “Dengan apa kita membuat orang menjadi tertarik? Dengan budi yang tinggi, kesopanan, ilmu pengetahuan yang luas, kesanggupan menahan hati pada perkara yang belum disepakati, kebagusan susunan kata, kepandaian menjaga perasaan orang dan kesanggupan menenggang”.

Dalam bahasa lain, Murtadha Muthahhari membagi tipologi manusia ke dalam empat kelompok, yaitu pribadi yang tidak menarik dan tidak pula menolak orang; pribadi yang hanya menarik, tidak menolak; orang yang hanya menolak, tidak menarik; dan orang yang menarik dan menolak. Poin terakhir ini adalah mereka yang berjalan pada suatu jalan, yang bertindak pada jalan keyakinan dan prinsip-prinsipnya, mereka menarik kelompok manusia ke pihak mereka, tetapi mereka juga menolak kelompok tertentu.

Tidak berlebihan jika Syaikh Yusuf Al-Qaradhawi yang baru saja berpulang dikategorikan pada karakter yang mempunyai daya tarik. Kian besar daya tarik, biasanya makin besar pula daya tolak seseorang. Di tengah banyaknya murid dan pendukung gagasan Al-Qaradhawi, tidak sedikit pula yang berseberangan bahkan meneror kehidupannya. Bahkan tokoh Ikhwanul Muslimin Mesir ini sampai harus berpindah ke Qatar untuk melangsungkan kehidupan. Al-Qaradhawi hanyalah satu dari banyak tokoh yang “terpaksa” harus terusir dari Mesir.

Setidaknya ada beberapa warisan pemikiran beliau yang dapat menjadi teladan sekaligus dilanjutkan oleh generasi muda. Pertama, guru besar Universitas Al-Azhar ini menawarkan ajaran Islam yang kontekstual sesuai dengan zamannya, tetapi juga tidak tercerabut dari tekstualnya. Salah satu karya monumentalnya dalam bidang hadis adalah kitab Kaifa Nata’amal ma’a al-Sunnah al-Nabawiyah Ma’alim wa Dhawabith. Dalam kata pengantar, Syaikh Yusuf Al-Qaradhawi menegaskan tujuannya menuliskan kitab tersebut adalah untuk menghindari pemahaman sunnah secara harfiah saja; yang berpegang erat pada “tubuh” sunnah (wa yatamassakuuna bi jism al-sunnah) dan mengabaikan “ruh”-nya (wayuhammiluuna ruuhaha).

Dalam kitab tersebut, ada delapan metode seseorang dalam memahami hadis, di antaranya membedakan antara sarana yang berubah dan tujuan yang tetap. Al-Qaradhawi memberikan contoh hadis-hadis seputar pengobatan Nabi (thibb al-nabawi). Menurut pendiri Persatuan Ulama Muslim Internasional ini, pengobatan Nabi dalam banyak hadis seperti berbekam, menggunakan kayu-kayuan India, jintan hitam, dll adalah alat atau sarana. Sedangkan tujuan dari semua obat itu adalah memelihara kesehatan. Karenanya sarananya dapat berubah sesuai dengan perkembangan zaman.

Kedua, Syaikh Yusuf Al-Qaradhawi menekankan keberagamaan yang moderat. Beliau adalah salah satu ulama kontemporer yang membolehkan umat Islam mengucapkan tahniah, selamat perayaan umat beragama lain. Menurutnya, ucapan Natal dari seorang Muslim dapat dibenarkan, karena itu diucapkan dalam konteks menjalin hubungan baik bermuamalah.

Selain itu, beliau juga salah satu tokoh yang menandatangani dokumen “A Common Word”. Dokumen ini penting bagi aktivis lintas iman, karena mendukung persaudaraan antar-umat beragama, khususnya umat Islam dan Kristiani. Dalam dokumen tersebut tertera secara jelas, “If Muslims and Christians are not at peace, the world cannot be at peace”, jika Muslim dan Kristiani tidak berdamai, maka dunia tidak akan damai.

Dalam banyak kesempatan pula, beliau mengkritik kelompok yang terlalu fanatik pada suatu pendapat dan tidak mengakui pendapat lain. Fenomena fanatisme beragama ini juga dapat dilihat dari dakwah-dakwah yang disebarkan dengan nada kasar dan keras. Sikap ini pun dikritik oleh Al-Qaradhawi dalam kitab al-Shahwah al-Islamiyah bain al-Juhud wa al-Tatharruf dan diterjemahkan oleh penerbit Mizan dengan judul “Islam Jalan Tengah”. Menurutnya, dalam berdakwah tidak ada tempat untuk bersikap keras dan kasar, dakwah sudah sepantasnya dilakukan dengan cara bijak, arif dan santun.

Ketiga, beliau juga tokoh yang menekankan persatuan di antara umat Islam, dan salah satu ulama dunia yang menandatangani Risalah Amman. Dokumen ini menegaskan Syiah sebagai salah satu mazhab dalam Islam. Karenanya selain menganjurkan dialog lintas iman (interfaith dialogue), beliau juga mendukung dialog antar mazhab umat Islam (intrafaith dialogue).

Menarik untuk disimak petikan Risalah Amman berikut:

“Siapa saja yang mengikuti dan menganut salah satu dari empat mazhab Ahlus Sunnah (Syafi’i, Hanafi, Maliki, Hanbali), dua mazhab Syiah (Ja’fari dan Zaydi), mazhab Ibadi dan mazhab Zhahiri adalah Muslim. Tidak diperbolehkan mengkafirkan salah seorang dari penganut mazhab-mazhab yang disebut di atas…”

Dengan demikian, jelas termaktub dalam dokumen tersebut untuk mendukung persatuan umat Islam yang terdiri dari berbagai mazhab. Salah satu kontribusi penting yang juga diberikan oleh Syaikh Yusuf Al-Qaradhawi adalah dengan memperkenalkan fiqh al-ikhtilaf (fikih menyikapi perbedaan pendapat). Bahwa perbedaan pendapat adalah hal yang wajar dan dapat mendewasakan umat, apabila didasari saling hormat; bukan justru saling  menyimpan kesumat.

Keempat, selain isu toleransi dan moderasi beragama, Al-Qaradhawi dapat dikatakan pelopor di kalangan ulama kontemporer yang vokal dalam isu ekologi. Pada tahun 2001, ia menulis kitab berjudul “Ri’ayah al-Bi`ah fi Syari’ah al-Islam”, Upaya Menjaga Lingkungan dalam Syariat Islam. Dalam kitab tersebut, Al-Qaradhawi secara tegas mengatakan, “Tidak ada keraguan bahwa menjaga lingkungan adalah termasuk maqasid al-syariah yang tercakup dalam al-dharuriyah al-khams, yaitu menjaga agama, jiwa, keturunan, akal dan harta”.

Dalam karyanya yang lain, al-Qawa’id al-hakamah li fiqh al-Mu’amalaat, Al-Qaradhawi mengejawantahkan kesadaran ekologis ini dari kaidah Laa dharara wa laa dhirar, tidak boleh merugikan diri dan orang lain. Menurutnya kaidah ini mengandung jaminan yang dapat menjaga lingkungan dari kerusakan dan pencemaran serta segala hal yang merugikan lingkungan hidup manusia, binatang, tumbuhan, tanah, air dan udara.

Sayangnya apa yang sudah dibukakan pintu oleh Al-Qaradhawi tersebut, tidak bersambut dibanyak penceramah. Coba saja dengarkan khutbah Jumat atau materi pengajian di majelis taklim, tidak jauh berkutat pada isu kafir-mengkafirkan, bid’ah-membid’ahkan. Sangat jauh dari gagasan dan tawaran yang dituliskan oleh Al-Qaradhawi dalam berbagai karyanya.

Mengakhiri tulisan singkat ini, saya kutip satu pesan Al-Qaradhawi bagi generasi muda Muslim di mana pun berada.

“Jadi yang penting adalah pemahaman yang sadar mengenai agama Allah. Pemahaman yang tidak hanya bersandar atas bacaan-bacaan ‘mentah’, tidak pula atas dasar pengertian yang dangkal terhadap nash-nash syariat, yang menukil beberapa ayat dan hadis tanpa mendalami rahasia dan maksud yang terkandung di dalamnya. Tetapi yang kita inginkan adalah paham yang bijaksana dan menyeluruh serta tehak di atas metode yang benar. Pemahaman inilah yang kita harapkan untuk generasi Muslim yang akan datang…”

Senin, 26 September 2022 H/29 Safar 1444 H sang ulama kembali menghadap Sang Kekasih. Seraya berdoa untuk tempat terbaiknya di sisi Allah, kita pun berharap ada anak muda yang meneruskan perjuangannya, menyelami spirit Islam dan menebarkan rahmah bagi semesta alam. Wallahu a’lam.

Komentar