Fenomena penusukan atas Menkopolhukam Wiranto tanggal 10 Oktober 2019 merupakan bagian dari pemahaman yang sempit atas ajaran Islam. Demikian juga atas fenomena lain yang menunjukkan korban lebih banyak seperti di Afganistan pada 18 Oktober 2019 dengan setidaknya 73 nyawa melayang dengan tanpa dosa di sebuah masjid. Kedua peristiwa tersebut merupakan peristiwa yang secara naluri kemanusiaan tidak dapat ditolelir atas nama agama manapun dan atas nama ajaran manapun. Korban manusia baik yang meninggal dan luka-luka merupakan tragedi kemanusiaan yang harus segera dihentikan.
Bentuk radikalisme di atas merupakan bagian dari pemahaman yang sempit atas agama. Hal tersebut sering terjadi di kalangan umat Islam yang belajar agamanya tidak secara mendalam dan tidak berguru kepada ahlinya. Fenomena tersebut sering terjadi di kalangan tertentu terutama mereka yang memahami ajaran Islam dari teksnya baik ayat-ayat al-Qur’an maupun hadis secara harfiyah. Dengan pemahaman seperti itu ruh ajaran Islam sering terabaikan atau hilang.
Kenyataan di atas merupakan fenomena yang terjadi di antara umat Islam. Pemahaman atas sumber ajaran Islam harus dilakukan dengan komprehensif dan tidak parsial. Apalagi pemahaman tersebut terkait erat dengan hadis. Hadis menjadi bagian tak terelakkan dalam penanaman bentuk perbedaan dalam pendapat keagamaan seperti dalam Bidayatul Mujtahid. Dalam hal ini menjadi perlu untuk memahami ajaran Islam dengan cara mengkaitkan satu dalil dengan dalil lainnya. Selain itu juga mengkaitkan fungsi dari risalah kenabian yang memberikan ruang lingkup kepada yang lain.
Islam melahirkan dinamika pengetahuan dan pengalaman keagamaan yang sangat kaya. Hal tersebut tercermin dalam keragaman mazhab dalam fiqih atau keragaman dalam keilmuan lain. Sehingga di satu daerah tertentu lebih populer pemahaman keagamaan madzhab tertentu, misalnya Indonesia populer madzhab Imam al-Syafi’i ketimbang yang lain. Terkadang pula dalam kondisi tertentu, penganut Syafi’i juga menggunakan pemahaman lain. Kepentingan yang ada hanyalah melaksanakan sesuatu yang diperintahkan dengan baik. Ragam itu pula di dapat di beragam ibadah seperti shalat dan haji.
Perbedaan di atas seharusnya tidak menimbulkan keyakinan dalam benak pikiran merka yang merasa benar dalam hidupnya. Itulah sebenarnya Islam yang menunjukkan akan adanya perbedaan dalam masing-masing individu dan kelompok bahkan setiap golongan pasti membanggakan kelompoknya. Allah swt. tidak pernah menginkan seluruh manusia beriman. Akal pikiranlah yang mampu menerima itu semuanya. Mereka yang mampu itulah dikenal dengan hidayah yang datang hanya dari Tuhan.
oleh karena itu, kenikmatan keberagaman harus disyukuri. Manusia pun beragam sebagaiamana dalam Q.S. al-Hujurat (49): 13. Mereka beragam dan harus saling memahami sesuai karakternya masing-masing. Sehingga sebuah upaya pemaksaan dalam pemahaman yang sama dan perilaku yang sama tidaklah sesuai dengan tabi’at manusia. Bukankah sesama anak kandung saja tidak ada yang menginginkan untuk disamakan.
Keberanekaragaman dan kebersatuan merupakan wujud kebagiaan hidup. Hal tersebut sebagai bentuk lawan dari radikalisme yang menginginkan akan adanya pemahaman yang sama dan sekaligus pelaksanaannya. Setidaknya pola pemahaman ini harus diubah karena secara kemanusiaan saja tidak mungkin dapat dilaksanakan. Pemahaman atas kondisi bangsa dan negara Indonesia akan kehidupan keseharian telah dipupuk lama dan terus tumbuh dengan keragaman dalam naungan NKRI.
Pengalaman sejarah dan kehidupan dalam berbangsa dan bernegara seharusnya mampu menjadi bagian pengalaman hidup. Bersatunya bangsa Indonesia dengan beragam perbedaan yang ada menjadikan seluruh komponen bangsa dapat membangun negara dengan baik dan dinamis. Adanya riak-riak ancaman kehidupan dalam keagamaan dengan pemahaman radikal harus segera diakhiri dengan secepatnya. Setidaknya sebagai bagian dari kontra produktif pembangunan juga dapat memperpecah di antara komponen bangsa.
Radikalisme adalah kontra keragaman dan persatuan dalam bingkai NKRI. Wujud dari menjadikan minimnya radikalisme dan puncaknya terorisme adalah pemahaman atas ajaran Islam yang sempurna dan komprehensif. Selain itu, memahami Islam tidak dengan hal yang tekstualis atas persoalan yang terkait erat dengan kehiduapan kemanusiaan kekinian. Hal inilah menjadikan keberagamaan dalam masyarakat Indonesia semakin baik dan toleran atas beragam perbedaan menuju kesatuan.
Apakah redikalime yang terjadi itu merupakan salah satu bentuk penyalahgunaan kekuasaan ataukah karena didasari oleh moral yang buruk.