Islamsantun.org. Di antara ciri orang bertakwa menurut al-Qur’an, sebagaimana disebut dalam Surat Ali ‘Imran: 134 adalah “al-‘afiina ‘an al-naas”, yaitu orang yang memaafkan kesalahan orang lain.
Ya, memaafkan kesalahan orang yang telah menyakiti hati, menyinggung perasaan, serta merendahkan harga diri kita sama sekali bukan hal yang mudah dan ringan. Sungguh, sangat sulit dan berat. Apalagi jika yang melakukannya adalah orang yang kita kenal dekat, bahkan mungkin sangat dekat dengan kehidupan kita. Sungguh, hanya orang-orang yang berjiwa besar saja yang mampu melakukannya.
Itulah mengapa, memaafkan kesalahan orang lain yang pernah menzalimi kita, menjadi salah satu ciri serta karakter orang-orang yang bertakwa.
Islam mengajarkan agar kita semua memiliki sifat pemaaf. Karena dengan memaafkan, maka hilanglah rasa dendam dalam diri kita, jiwa menjadi tenang, batin pun tentram. Lebih dari itu, sifat pemaaf akan menjadikan seseorang mempunyai kedudukan yang tinggi dan mulia di hadapan Allah.
Dalam sebuah kesempatan, Rasulullah Saw. menegaskan tentang mulianya sikap memaafkan. “Tidaklah Allah Swt. menambah kepada seorang hamba karena (pemberian) maafnya kecuali kemuliaan, dan tidaklah pula seseorang bersikap tawadlu kecuali Allah Ta’ala akan meninggikannya.” (Riwayat Muslim)
Sifat pemaaf hanya dimiliki oleh orang-orang yang berjiwa besar, berakhlak mulia dan berbudi pekerti luhur. Orang-orang sombong, angkuh dan senang membanggakan diri sulit untuk bersikap mulia seperti itu.
Menurut penelitian sejumlah ilmuwan Amerika tentang sikap pemaaf, dinyatakan bahwa mereka yang mampu memaafkan tampak lebih sehat, baik jiwa maupun raganya dibandingkan dengan mereka yang selalu menyimpan bara dendam dalam hatinya.
Dr. Frederic Luskin, yang mendapat gelar Ph.D dalam bidang Konseling dan Kesehatan Psikologi dari Universitas Stanford, dalam bukunya Forgive for Good, menjelaskan sifat pemaaf sebagai resep yang telah terbukti bagi kesehatan dan kebahagiaan.
Buku, yang merupakan hasil penelitiannya tersebut memaparkan bagaimana sifat pemaaf memicu terciptanya keadaan baik dalam pikiran seperti harapan, kesabaran dan percaya diri dengan mengurangi kemarahan, penderitaan, lemah semangat dan stres.
Menurut Dr. Luskin, kemarahan yang dipelihara menyebabkan dampak ragawi yang dapat teramati pada diri seseorang. Sikap mudah tersinggung, stres, perasaan gelisah, ketidakstabilan jiwa adalah beberapa dampak yang dapat diamati pada diri seseorang yang selalu memendam kemarahan. Kondisi seperti ini, jika dibiarkan berlarut-larut akan membuat seseorang tidak mampu berpikir jernih, serta memperburuk keadaan.
Dr. Danial Zainal Abidin dalam bukunya Al-Qur’an for Life Excellence, mengutip sebuah penelitian yang dilakukan oleh Dr. Herbert Benson terhadap 1500 orang, ditemukan bahwa kegundahan hati, stres serta penyakit mental jarang terjadi pada mereka yang berpegang teguh pada agama. Beliau menyimpulkan bahwa hal ini disebabkan oleh agama yang mengajarkan dan menganjurkan kepada para penganutnya untuk saling memaafkan satu sama lain.
Dari beberapa keterangan di atas, baik dari sudut pandang agama maupun kajian ilmiah, terlihat jelas bahwa memaafkan, selain merupakan wujud akhlak mulia seseorang yang akan menjadikannya terhormat dan mulia di hadapan Allah dan manusia, juga menjadikan seseorang lebih dapat menikmati hidup. Kesehatan fisik terjaga, ketenangan batin dan kedamaian jiwa terasa, serta kebahagiaan menjadi nyata.
Apalagi yang dibutuhkan seseorang ketika hidup di dunia fana ini, selain kesehatan jasmani dan ruhani yang sempurna? Dunia terasa indah, hidup pun terasa nikmat jika kebutuhan dua aspek penting dalam diri ini, yaitu jasmani dan ruhani terpenuhi.
* Ruang Inspirasi, Sabtu, 11September 2021