Islamsantun.org – Buku ini membawa kita pada diskusi lebih tinggi mengenai persoalan teks dan penafsiran teks al-Qur’an. Argumen utama buku ini adalah kajian historis dan pendekatan linguistik, sehingga membentuk argumentasi yang solid untuk menemukan dinamika perkembangan teks-dari masa-kemasa.

Selain itu, Mun’im Sirry juga menawarkan pendekatan baru dalam memahami agama dengan basis pengetahuan, nalar kritis, dialektis dan progresif. Terutama, dalam melihat fenomena dan tradisi teks (penafsiran teks) dalam memahami persoalan lintas agama terutama Islam-Kristen.

Pemahaman ini dimunculkan, karena masih masifnya penerimaan umat terhadap teks-teks tafsir agama yang cenderung koservatif. Hal ini memungkinkan selalu menganggap, bahwa apa yang telah ditulis ulama di masa lalu merupakan sebuah persoalan yang sudah selesai dan otentik, sehingga tidak perlu lagi adanya pembaharuan atau rekontruksi pemikiran.

Artinya, mereka telah menemukan solusi atas beragam persoalan masa kini bukan dari otak mereka melainkan dalam pandangan ulama-ulama terdahulu. Padahal, adanya peradaban, dan kekayaan khzanah timbul dari adanya pergulatan pemikiran dan dialektika pengetahuan.

Mun’im dalam buku ini banyak mengulas pandangan ulama tradisionalis terutama dalam tema-tema yang sudah dianggap final dan otentik. Dengan nalar kritis melalui kajian historis, Mun’im mampu menyuguhkan gagasan baru dalam melihat paradigma atas sumber-sumber yang lahir dari kajian teks.

Mun’im beranggapan bahwa setiap pemikiran maupun penafsiran memiliki konteks dan waktu di mana pemikiran itu ditulis. Dengan adanya kajian melalui nalar kritis itu, kita dapat melihat bagaimana perkembangan dan perjalanan teks dari masa-ke masa.

Secara khusus Mun’im ingin memberikan parameter, bahwa dalam memandang agama bukan melulu soal iman, akidah, maupun tauhid. Lebih dari itu, kita harus peka bagaimana Islam itu berkembang sebagai agama yang ramah pengetahuan, selaras dengan akal, dan juga diterima dalam kajian ilmu apa pun.

Dalam hal ini Mun’im menegaskan adanya peradaban dan kemajuan, tergantung cara kita memperlakukan teks dan ajaran keagamaan itu sendiri. Apakah menjadi sisitem keimanan, kultur, kreatif pengetahuan, atau menjadi penghambat dan umat beragama tersingkir dari peradaban masa depan.

Teks dan Relasi Antaragama

Mun’im memberikan pandangan baru dalam melihat nilai-nilai keberagaman, terutama hubungan atarana Islam-Kristen. Dengan pembacaan yang kritis, melandaskan bahwa relasi Islam dan Kristen di panggung sejarah kerap kali digambarkan penuh dengan ketegangan, konflik, bahkan perang berdarah-darah.

Selain itu, persinggungan antara Islam dan Kristen juga tak lepas dari sentimen negatif yang mengemuka akibat kekhawatiran Islamisasi atau Kristenisasi.

Dengan pembacaan yang cermat, Mun’im menemukan adanya hubungan harmonis antara Islam dan Kristen termasuk keikutsertaanya dalam pemerintahan Islam. Mun’im memberikan pendasaran, bahwa interaksi Islam-Kristen dapat dilacak kehadirannya baik dalam sumber Islam maupun Kritsen. Hal ini merujuk ke dalam beberapa sumber klasik maupun kontemporer termasuk dalam sumber primernya yaitu kitab suci.

Keikutsertaan orang Kristen seperti yang dicatat oleh sejarawan Muslim at-Thabari, seorang Kristen bernama Sarjun bin Mansur diangkat sebagai Katib wa shahib amrihi (sekretaris dan pengatur kegiatan) pada masa khalifah Umayyah. Mun’im menambahkan, bahwa keluarga Mansur dicatat dalam sumber Muslim maupun non Muslim karena perannya yang besar bagi pemerintahan Islam awal, juga bagi sejarah perkembangan Kristen pada masa pertemuan Muslim-Kristen priode awal.

Pada masa kekuasaan Abbasiyah, juga tak lepas dari adanya keikutsertaan orang Kristen dalam masa pemerintahannya. Fadhli bin Marwan bin Masarjis adalah soreng Kristen yang diangkat menjadi wazir (perdana menteri) oleh Al-Mu’tashim yang merupakan khalifahfah Abbasiyah pertama. Dia bergabung dalam pemerintahan Abbbasiyah sejak zaman pemerintahan al-Ma’mun. Kekuasannya yang begitu luas, peran wazir Fadhli banyak dicatat dalam sumber Muslim sendiri.

Pada konteks ini juga Mun’im menegaskan, bahwa hubungan antara Islam-Kristen tidak bisa dipandang hintam-putih yang hanya sebatas permusuhan, konflik berdarah dan perang salib semata. Tapi ada juga momen-momen persahabatan dan kalaborasi yang genuine. Di samping rivalitas dan permusuhan, kita juga mejumpai dimana dialog konstruktif, kerja sama keilmuan, dan saling membutuhkan untuk menjalankan roda pemerintahan sebagai panorama indah hubungan harmonis berbagai komunitas berbeda agama.

Terlepas dari itu, hubungan ayat-ayat al-Qur’an terhadap agama lain juga memiliki konteks yang begitu luas. Dalam pandangan lain, seperti yang dijelaskan Mohammad Hassan Khalil dalam karyanya Islam dan Keselamatan Pemeluk Agama Lain (2016) memberikan pendangannya, bahwa hubungan antara Islam dan Kristen tidak bisa dipandang sebelah mata sebagai satu kesatuan diskriminasi kebergaman. Ia menjelaskan bahwa Islam sendiri mengakui tradisi-tradisi agama lain dengan menekankan adanya pemahaman teologis yang berbeda.

Persoalan ini bisa dilihat dari beberapa penafsiran teks al-Qur’an yang tetang keselamatan agama lain. Meskipun terbilang kontroversial, nyatanya masih banyak perbincangan serius terkait hubungan antara Islam-Kristen sebagai agama yang paling banyak diperbincangkan dalam al-Qur’an.  Begitu pula dalam karanya yang lain seperti Koeksistensi Islam Kristen (2022) Mun’im menjelaskan bahwa al-Qur’an tampaknya mempunyai priotas terhadap Kristen dibandingkan agama lain seperti yahudi yang sama-sama digolongkan ahlul kitab. Meskipun demikian, adanya kritik al-Qur’an terhadap doktrin Kristen juga perlu diakui, namun pada saat yang sama al-Qur’an juga memperlihatkan keintiman hubungan umat Kristiani.

Judul Buku                  : Interaksi Islam: Bergelut Dengan Teks dan Konteks

Penulis                        : Mun’im Sirry

Penerbit                      : SUKA PRESS

Tahun Terbit               : Cetakan Pertama Oktober 2024

Jumlah Halaman         : xiv +390 halaman

ISBN                           : 978-623-7816-93-5

Komentar